Chapter 11

865 99 5
                                    

Hari sudah menjelang sore ketika Amber terjaga. Kepalanya masih terasa berat, namun tidak berputar-putar lagi. Ia turun dari tempat tidur dan menyadari bahwa kakinya juga terasa lebih mampu menopang tubuhnya. Ia meraba keningnya. Sepertinya suhu tubuhnya juga sudah turun. Bagus. "Aku ingin cepat-cepat sembuh. Aku benci merasa tidak berdaya seperti ini. 

Amber baru mau bangun dan berjalan ke pintu ketika ponselnya berdering

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amber baru mau bangun dan berjalan ke pintu ketika ponselnya berdering. Seulas senyum tipis muncul di wajahnya ketika melihat siapa yang meneleponnya. “Mm, Noona,” gumamnya begitu ponsel ditempelkan ke telinga. 

“Pembicaraan kita kemarin belum selesai, Amber,” kata kakaknya tanpa basa-basi. 

“Tapi, ngomong-ngomong, ada apa dengan suaramu?” 

“Tidak apa-apa, Noona,” ujar Amber, lalu berdeham pelan. “Tenggorokanku hanya agak kering.” 

“Baiklah,” kata Victoria tanpa curiga. “Kalau begitu, bagaimana kelanjutan ceritamu kemarin?” 

Amber mendesah dalam hati. Ia ingat pembicaraan terakhir dengan kakaknya. Saat itu kakaknya bertanya apakah ia sudah bertemu dengan seseorang di Paris. 

Sebenarnya Amber belum ingin bercerita kepada kakaknya tentang Krystal. Ia memang menyadari bahwa Krystal mulai menerimanya dan ia senang dengan hubungan mereka sekarang. Mereka sering bertemu, mengobrol, dan menghabiskan waktu bersama. Namun entah kenapa Amber selalu merasa masih ada sebagian diri Krystal yang menahan diri. Seolah-olah gadis itu masih tidak sepenuhnya percaya padanya. 

Tetapi apakah itu hanya perasaannya sendiri? 

“yak Amber, aku sedang bicara padamu.” 

Amber harus menyeret perhatiannya kembali kepada suara kakaknya di telepon. “Maaf, Noona,” katanya. “Sekarang aku masih bingung.” 

“Katakan padaku, apakah dia cantik?” tanya Victoria, mengabaikan kata-kata Amber. 

“Ya,” gumam Amber, lalu menarik napas dan mengembuskannya. “Seperti boneka.” 

“Apa?” 

Amber tertawa pendek. “Dia punya mata seperti mata boneka. Setidaknya itulah yang kupikirkan ketika aku pertama kali bertemu dengannya.” 

“Begitukah? Lalu apa lagi?” 

Amber kembali mengenang pertemuan pertamanya dengan Krystal. “Awalnya dia terlihat dingin dan sulit didekati. Tapi kalau kau berhasil mendekatinya dan mengenalnya lebih baik, kau akan tahu bahwa dia sebenarnya orang yang menarik. Dan semakin kau mengenalnya, kau akan mendapati dirimu merasa...” Ia terdiam. Kata-kata itu sudah berada di ujung lidahnya. Kau akan mendapati dirimu merasa gembira setiap kali berada di dekatnya. Tetapi ia tidak mungkin mengatakannya kepada kakaknya. Akhirnya ia hanya bergumam, “Ya, begitulah.” 

“Kau mendapatkan semua kesan itu hanya pada pertemuan pertama?” Tanya Victoria dengan nada tidak percaya. “Astaga, dia pasti gadis yang luar biasa. Berarti kali ini Ibu sudah membuat pilihan yang benar?” 

Spring DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang