Chapter 16

646 103 6
                                    

Krystal sudah lebih tenang ketika mereka masuk taksi. Wajahnya masih pucat pasi, tubuhnya masih gemetar, namun ia sudah berhenti menangis. Ia sama sekali tidak bersuara selama perjalanan pulang, tetapi ia tidak menarik diri dari pelukan Amber. Jadi Amber tidak memaksanya bicara, hanya terus merangkulnya. 

Ketika mereka sudah masuk ke dalam flat Krystal, Amber menyalakan lampu dan menuntun Krystal ke sofa di ruang tamu. 
“Tunggu sebentar di sini. Aku akan membuatkan Teh untukmu.” 

Krystal tersentak dan mendongak menatap Amber, seolah-olah baru ingat bahwa amber ada di sana bersamanya. Lalu ia mengangguk kecil, melepaskan diri dari pelukan Amber dan duduk di sofa. Ia memeluk tubuhnya sendiri dan menggigil. Matanya yang sembap memandang ke sekeliling flatnya dengan was-was, seakan takut ada pria tak dikenal yang akan melompat keluar dan menyerangnya lagi. Melihat sikap Krystal yang seperti kelinci ketakutan itu membuat hati Amber serasa ditusuk-tusuk. 

Amber berbalik dan pergi ke dapur. di sana ia berhenti melangkah dan menarik napas dalam-dalam sambil berkacak pinggang. Dia terlihat sangat kacau. Amarah dan perasaan tak berdaya bercampur aduk dalam dirinya. Ia harus menuntut penjelasan dari Donghae, walaupun saat ini Amber hanya ingin menghajarnya habis-habisan. 

Bayangan mengerikan dari apa yang dilihatnya pertama kali di bilik penyimpanan jaket tadi membuat gelombang amarah kembali menerjang diri Amber. Amber memejamkan mata dan berusaha mengatur napas. Ia ingin meninju sesuatu. Apa saja. Tetapi tidak mungkin di sini. Krystal ada di ruang duduk dan Aku tidak mungkin menimbulkan kehebohan di sini sementara gadis itu masih ketakutan. 

Dengan susah payah Amber memaksa dirinya bergerak dan beberapa saat kemudian ia kembali ke ruang duduk dengan membawa secangkir Teh panas untuk Krystal. Ia duduk di samping Krystal dan mengamati gadis itu menyesap Teh-nya dengan pelan. Amber memperhatikan tangan Krystal sudah tidak terlalu gemetar, namun ketakutan masih jelas terlihat di dalam matanya. 

Kalau saja ada cara untuk memutar kembali waktu, Amber akan melakukannya tanpa ragu. Apa pun risikonya, apa pun yang harus dikorbankannya, walaupun apabila itu berarti ia harus menyerahkan jiwanya sendiri, Aku pasti akan melakukannya. Aku akan melakukan apa saja untuk menghapus sinar ketakutan dari mata hitam Krystal, menjauhkannya dari rasa sakit, melindunginya supaya tidak terluka. Aku bersedia melakukan apa saja. Demi Krystal. 

Tetapi kenyataannya semua sudah terjadi dan Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah kenyataan. Itulah yang membuatnya tertekan dan frustrasi. Aku merasa aku tidak bisa melakukan apa pun untuk Krystal. Seumur hidupnya belum pernah Amber merasa tak berdaya seperti ini. 

“Maafkan aku,” gumam Amber lirih, memecah keheningan dalam flat itu. 

Perlahan-lahan Krystal menoleh ke arahnya. Kebingungan berkelebat dalam matanya. 

“Aku tahu benar kau tidak pernah nyaman berada di tempat ramai,” lanjut Amber dengan suara serak. “Seharusnya aku tidak meninggalkanmu sendiri. Maafkan aku.” 

Mata Krystal berkaca-kaca, lalu ia mengerjap, memalingkan wajah dan menunduk menatap kedua tangannya yang menggenggam cangkir Teh. Setelah beberapa saat, Krystal membuka suara, “Kau tidak bersalah.” 

Amber menghela napas dengan berat. Matanya menatap kosong ke depan dan ia mengernyit samar. “Pria yang tadi itu,” katanya ragu. “Dia... Sebenarnya aku mengenalnya.” 

Krystal tetap menunduk tanpa berkata apa-apa. 

“Dia teman almarhum kakakku,” lanjut Amber dengan suara datar dan pelan. 

“Aku tidak tahu apa yang membuatnya berani... berani melakukan hal seperti itu. Kurasa dia mabuk.” 

“Itu bukan alasan.” 

Amber menoleh mendengar nada tajam dalam suara Krystal, lalu ia mengangguk. “Kau benar. Itu bukan alasan.” 

Krystal menarik napas dalam-dalam dan tetap duduk kaku di samping Amber, tidak bersuara. Namun Amber melihat tangan Krystal mulai gemetar lagi. Amber mengulurkan tangannya dan menggenggam sebelah tangan Krystal. Tangan itu terasa dingin, namun Krystal tidak menarik kembali tangannya. Ia membutuhkan kehangatan yang diberikan Amber, kalau tidak ia akan mulai menggigil. 

Saat itu Amber teringat pada pembicaraannya dengan Donghae di pesta tadi. Apa maksud Donghae waktu itu? Tidak kuduga ternyata selera kedua kakak-beradik ini sama. Itulah yang dikatakan Donghae setelah melihat Aku berbicara dengan Krystal. Amber tidak sempat bertanya kepada Donghae, tetapi sepertinya Donghae mengenal Krystal. Mungkinkah? 

Alis Amber berkerut samar dan ia menatap Krystal. Apakah mungkin hal itu ada hubungannya dengan apa yang terjadi di bilik penitipan jaket itu? Aku harus cari tahu. 

“krysssssss,” panggilnya pelan. “Apakah kau mengenal pria tadi itu?” 

Napas Krystal tercekat di tenggorokan dan tangannya yang berada dalam genggaman tangan Amber berubah kaku. Ia sama sekali tidak memandang Amber, namun wajahnya terlihat resah dan bibirnya mulai bergetar. Hal itu membuat Amber berpikir bahwa Krystal memang mengenal Donghae. 

“Apakah kau juga mengenal almarhum kakakku?” tanya Amber lagi. 

Kali ini Krystal tersentak berdiri. “Ku-kurasa... kurasa aku sudah tidak apa-apa sekarang,” katanya agak tergagap, sama sekali tidak memandang ke arah Amber. 

Tubuhnya terlihat tegang dan wajahnya mengernyit seolah-olah kesakitan. 

“Krysssss...krystal” 

“Baek Suzy dan Kim Heechul akan segera pulang, jadi kau tidak perlu menemaniku di sini,” sela Krystal. Kemudian ia berbalik menatap Amber. “Aku tidak apa-apa. Sungguh.” 

Amber sangat bingung. Banyak pertanyaan berseliweran dalam benaknya. 

Kenapa Krystal mengelak dari pertanyaannya? Apakah Krystal mengenal almarhum kakak ku? Kalau memang begitu, kenapa Krystal tidak pernah berkata apa-apa pada ku? Ada hubungan apa antara Hyung dan Krystal Dulu? Apa yang sedang terjadi sebenernya? 

“Krystal, kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?” tanya Amber pelan. Suaranya terdengar frustrasi. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kau bisa menceritakannya kepadaku.” 

Krystal menatap Amber sejenak. Lalu ia menghela napas dalam-dalam dan bergumam, “Tidak, Amber. Aku tidak bisa.” 

Suara Krystal terdengar begitu sedih dan pasrah sampai dada Amber kembali terasa seakan dicabik-cabik. “Kenapa?” tanya Amber, sama sekali tidak mengerti. 

Sebutir air mata jatuh dari mata Krystal dan bergulir di pipinya. “Tidak akan ada gunanya,” gumamnya pelan. “Masa lalu tidak akan berubah.” 

” 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Spring DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang