Guanlin tengah bersiap untuk pergi menjenguk Jinyoung dirumah sakit.
Diperjalanan pemuda itu menyempatkan diri untuk membeli buah-buahan serta sebuah bucket bunga.
Guanlin bukan orang yang romantis, dia hanya melihat hal begini difilm yang pernah ditonton. Semoga saja Jinyoung senang dengan tindakan Guanlin ini.
Setelah melangkahkan kaki panjangnya kedalam ruang rawat inap Jinyoung, Guanlin melihat pemuda mungil itu masih terlelap dalam tidurnya. Bagaimanapun Jinyoung butuh banyak istirahat untuk pemulihan tubuhnya.
Guanlin meletakkan bucket bunga dan buah-buahan yang ada ditangannya keatas meja sebelum akhirnya duduk dikursi yang terletak disamping ranjang Jinyoung. Tangan kanannya terulur untuk mengusap kepala pemuda bae itu, tak berniat untuk mengusik tidur sang pasien.
Tetapi gerakan Guanlin tadi ternyata direspon oleh Jinyoung yang perlahan mengedipkan mata, beradaptasi dengan cahaya yang ada diruangan. Lalu tak lama Jinyoung membuka mata dan bertatapan dengan Guanlin yang masih enggan melepaskan tangannya dari atas kepala Jinyoung.
Mereka bertatapan selang beberapa saat, menyelami arti dari tatapan masing-masing. Sangat jelas terlihat Guanlin yang begitu mengkhawatirkan keadaan Jinyoung, sedang seorang yang lain memberikan tatapan yang sulit diartikan. Karena Jinyoung itu seorang anak yang tidak mudah ditebak.
Guanlin menghela nafas pelan sebelum membuka pertanyaan, "How do you feel, hm? Good?" tangan Guanlin masih dengan tidak sopannya mengusap rambut Jinyoung.
Yang ditanya hanya menganggukkan kepala, "Aku lapar, Guanlin" Jinyoung mengelus perutnya sendiri. Terlalu lama tidur, hingga lupa dengan sarapannya.
"Ayo makan. Kamu butuh makan yang banyak" ucap Guanlin sibuk membantu Jinyoung untuk duduk.
Jinyoung sebenarnya membenci makanan rumah sakit. Tetapi dia malu untuk meminta makanan diluar rumah sakit kepada Guanlin. Huh andai saja ada Jihoon saat ini. Tetapi sahabatnya itu sedang sibuk mengurus perihal kepindahan Jinyoung ke Jepang.
Pemuda bermarga Bae itu menguyah makanannya, sesekali melirik kearah Guanlin yang daritadi tak mengalihkan pandangannya dari Jinyoung. Lama-lama risih juga dia ditatap begini. Lagipula Jinyoung sedang bingung memikirkan cara bagimana pamit pada orang disampingnya ini.
"Nih udah. Thank you" Jinyoung menyodorkan piring kotornya yang langsung diambil oleh Guanlin dan diletakan dimeja disampingnya.
"Good. Sekarang minum dulu obatnya" Guanlin memberikan sebuah pil dan gelas. Jinyoung dengan patuhnya mengikuti perintah Guanlin dan menghabiskan air digelas setelah berhasil menelan pil pahit tersebut.
Menit berikutnya dokter masuk untuk memeriksa kondisi Jinyoung. Sang dokter tersenyum, "bagaimana perasaanmu, Jinyoung? udah enakan?" tanya dokter sambil memeriksa bagian kepala Jinyoung.
"Hm I feel better" jawab Jinyoung.
Dokter melakukan beberapa test untuk memastikan bahwa Jinyoung baik-baik aja. Atau at least organ dalamnya gak ada yang bermasalah. Ternyata hasil x-ray juga menunjukan kalau engga ada yang berdampak pada bagian otaknya.
"Jadi aku udah boleh pulang, dok?" tanya Jinyoung setelah dokter selesai memeriksa keseluruhan badan Jinyoung.
Dokter menganggukkan kepala, "Yeah whenever you're ready"
"Yesss!"
Setelah suster mencabut infus ditangan Jinyoung, Guanlin ikut membantu membawa barang-barang Jinyoung.
"Umm itu bunga dari kamu?" tunjuk Jinyoung kearah meja.
"Iya. Jadi hmm aku gak tau harus kasih apa" Guanlin terkekeh seraya menggaruk tengkuknya merasa canggung dan malu ditanya langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
My bullies is my neighbor? | Pandeep
Hayran KurguBae Jinyoung is a nerd. No family, no friends, literally had no one.