Jung Sua (Reader/OC)
Seluruh penghuni rumah berkumpul di ruang keluarga. Delapan anak manusia berdiam di sana menikmati malam Minggu. Sisanya sedang ada di tempat lain, mereka punya urusan pribadi masing-masing. Anak muda lain mungkin sedang berkencan dengan sang pujaan hati, namun lain dengan kami, para jomblo ini sibuk bermain jenga. Riuh teriakan dan kehebohan mengisi salah satu ruangan di lantai 5 ini.
“Tidaaak!!!” Seongwoo berteriak keras memuntahkan kekecewaannya.
Bocah-bocah lain menertawakan kekalahan Seongwoo dengan sungguh lepas. Kekalahan seperti akhir dari hidupnya, ia merobohkan dirinya lalu berbaring tak berdaya di lantai bak orang mati. Di sofa ada seorang lelaki yang sedari tadi membeku, hanya jari-jemari dan kelopak matanya yang aktif bergerak. Woojin sedang terobsesi dengan gadget, seluruh jiwanya tersedot ke sana. Di antara kami dan dirinya seolah terpasang benteng penghalang, tak ada interaksi sama sekali.
“Kau harus menerima hukumannya,” ujar Sungwoon tersenyum puas.
Hukuman harus Seongwoo terima meski ia tak rela. Bocah malang ini bangkit dari lantai, lalu dia berdiri dengan posisi tegap.
“Aku siap,” Seongwoo memberi aba-aba.
PLAKK!!!
Bantalan empuk di pantatnya dihantam keras oleh telapak tangan Sungwoon. Usai mendapat siksaan singkat yang pedih, Seongwoo tumbang. Berguling-guling dirinya di atas lantai memegangi pantatnya yang berharga. Mungkin begini namanya sakit tapi tak berdarah.
Jenga disusun kembali menjadi menara yang kokoh. Guan Lin hendak memulai permainan. Kedua jarinya terbang menuju blok jenga pilihannya. Saling bersentuhan kulit degan balok kayu tersebut. Suasana jadi menegangkan bagi Guan Lin sendiri. Sedangkan yang lain menunggu seraya berdoa kekalahan akan menampar Guan Lin juga.
Kebutaan tiba-tiba menyerang kami semua.
“Tidak! Aku buta!” panik Daniel yang suaranya memekakkan telinga.
“Telingaku bisa tuli!” amarahku naik disertai kepalan tangan ini menghantam lengan atasnya. Wajar saja, ragaku duduk tepat di samping bocah satu ini.
“Kau tidak buta, bodoh. Ini mati listrik biasa,” santai Jaehwan.
“Bukan,” sangkal Sungwoon mengintip ke luar melalui gorden yang sedikit ia singkap. “Ini mati listrik yang... luar biasa...” sambungnya menyingkap tirai jendela selebar mungkin.
Benar, di luar sana tak ada secercah pun cahaya. Hanya sinar rembulan yang menyinari alam ini. Bangunan yang sangat jauh pun tak mengeluarkan cahaya.
“Hey, Jin hyung bilang kalau di rumah dan sekitarnya juga terjadi pemadaman listrik!” ucap Woojin yang baru detik ini bersuara.
“Tunggu, rumah Jin hyung lokasinya jauh dari sini kan?” Daniel meminta kepastian.
Woojin mengangguk yakin.
“Apa ini perbuatan alien?!” sangka Minhyun menengok ke kanan dan kiri dengan cepat.
“Kau ini sebegitu percayanya pada alien...” Seongwoo menampakkan wajah datar.
“Atau ini perbuatan hantu?” Sungwoon ikut menduga-duga.
Semua gorden dibuka supaya sinar bulan masuk dan sedikit membantu indera penglihatan walau tetap saja kami merasa seperti buta, tapi bukan buta sepenuhnya.
Selama setengah jam bibir semua orang bisu. Woojin masih saja terpaku pada layar ponselnya yang menyala terang dalam gelap, Seongwoo berbaring terlentang di atas karpet, Daniel duduk di sofa memeluk kedua kakinya yang dilipat sembari menggoyang-goyangkan sedikit badannya ke depan-belakang, Jaehwan sibuk makan ayam krispi, Sungwoon mengangguk-angguk mencoba menahan kantuknya, Guan Lin asyik mendengarkan musik menggunakan headphone mahalnya, Minhyun berdiri di depan jendela besar yang gordennya disingkap, sedang memandang jauh ke sana. Aku sendiri hanya menjadi pengamat kegiatan tujuh makhluk bumi ini. Terpancar cahaya dari jendela kamar kami. Itu bukan karena listrik di kamar apartemen kami sudah menyala, tapi salah seorang dari kami yaitu Sungwoon menyalakan flash dari ponselnya dan dijadikan sebagai pengganti senter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Out III
Fanfiction"Ini mati listrik yang... luar biasa..." -Sungwoon- "Apa ini perbuatan alien?!" -Minhyun- "Kenapa kalian begitu histeris?" -Jaehwan- "Apa dia masih hidup?" -Woojin- "Tidaaak!!!" -Seongwoo- "Tidak! Aku buta!" -Daniel- "Tubuhnya tidak bergerak sama se...