Pria muda berpakaian putih dengan ripped jeans melekat di tubuhnya ditemukan tak sadarkan diri. Kakinya yang dibalut kaus kaki polkadot melayang di udara. Kedua tangannya mengangkat ke atas, tali tambang mengikat keduanya, menggantungnya. T-shirt putihnya ternodai, corak merah meramaikan polosnya kain putih tersebut. Luka memar, sayatan, dan tusuk menghancurkan kemulusan kulit si korban. Korban ini bernama Taehyung.
"Aku membunuhnya!" aku Jungkook secara terang-terangan.
Ku kira semua ini karangan cerita belaka, namun setelah melihat bukti dengan mata dan kepalaku sendiri bisa kusimpulkan inilah kenyataan yang ada. Ingin kutepis fakta ini tapi terlambat, semua sudah jelas, terpampang nyata.
"Lebih baik kita pergi dari sini!" Daniel menarik diriku menjauh dari jendela.
"Tapi Taehyung?" keraguan merasukiku.
Sepasang kakiku serasa diberi perekat dengan lantai hingga tak mampu melangkah sedikit pun, berat meninggalkan mereka. Tak patuh dengan perkataannya, lisan Daniel berhenti, aksi ia lancarkan. Dibawa lagi tubuhku oleh kedua tangan berototnya tanpa permisi. Fokus mataku terus melekat pada Jungkook dan Taehyung.
Alunan tangis histeris Jungkook usai. Sekejap mata dirinya pun jadi terkendali, hanya dalam hitungan detik. Sama sekali tidak tergurat emosi apa pun di wajahnya yang dibasahi sisa-sisa air mata. Saling menghantam kepala dan kaca jendela Jungkook. Keningnya beradu dengan permukaan tersebut. Semakin sering ia melakukannya, semakin keras pula bunyi yang ditimbulkan. Sama sekali tak ada keinginan untuk melihat adegan selanjutnya. Kupejamkan mata ini, di detik yang sama tertangkap bunyi sesuatu pecah. Bisa kutebak apa yang terjadi. Beruntung mata ini tak terlambat menutup tirainya.
Jarak antara kami dengan rumah Jungkook semakin membesar. Di sini baru nyaliku besar untuk menyingkap tirai bernama kelopak mata ini. Rumah Jungkook telah lenyap dari jangkauan mata kami. Di mana-mana keadaan selalu menjadi kalut. "Tempat aman" tak ada dalam kamus malam ini. Kata-kata yang ada hanyalah "lari atau mati".
...............................
Sendi-sendi kaki Daniel terdiam. Lelah mungkin dirinya membawa diriku dan raganya sendiri. Halte bis diubah menjadi rest area. Kami melepas penat di sana, duduk bersebelahan. Angin malam yang dingin bertiup sedikit kencang. Menggigil tubuh ini. Jaket tebal atau pakaian hangat lainnya tak membalut diriku, hanya sebuah kaus dan jaket tipis. Di sampingku, pakaian Daniel tak berbeda jauh. Mata kami saling bertemu. Percakapan tak tercipta di rest area satu ini. Bahasan-bahasan telah habis di kumpulan perjalanan sebelumnya. Pria di sampingku tanpa diduga membuka pakaian yang dikenakan. Refleks kupejamkan sepasang mata ini, tanganku dijadikan proteksi lapisan kedua.
"Jangan berpikir macam-macam, aku mengenakan kaus dalam," katanya menyunggingkan senyum yang dibumbui tawa kecil.
Malu sudah pasti, diriku malah berpikiran negatif.
"Pakai ini!" Daniel memindahtangankan kausnya padaku.
Kata tolakan hendak mengalir dari mulutku, kalah cepat, tangan Daniel membungkam mulutku.
"Tidak usah menolak, pakai saja."
Setetes keraguan mengalir di aliran darahku, tapi kuturuti keinginannya. Terpasang kaus Daniel yang kebesaran di badan mungilku -jika dibandingkan dengannya. Kasihan, Daniel kedinginan sendirian, tak ada yang menemani. Waktu berlalu dalam keheningan. Teman perjalananku berdiri dari duduk. Waktu istirahat tampaknya sudah habis. Tubuh tingginya mendekatiku, menghadapku. Saatnya naik wahana bernama "Daniel" lagi.
Di luar ekspektasi, wahana tadi tak jadi kunaiki. Aku dan dirinya hanya diam berhadapan. Daniel mengambil satu tanganku. Dari saku ia merogoh sesuatu. Sebuah objek berukuran kecil keluar dari sakunya, benda itu berbentuk lingkaran dengan lubang di tengahnya. Cincin itu ia masukkan ke jari manisku perlahan. Maksud orang ini apa? Dalam hati aku bermain tebak-tebakan. Oleh sebab tebakan-tebakan tersebut, senyum mengembang di wajahku. Cepat-cepat kusembunyikan senyuman itu sebelum ia menyadari. Kedua mata kami saling bertemu. Kalau saja penerangan di sini memadai, sepertinya pipiku yang merah merona akan tampak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Out III
Fanfiction"Ini mati listrik yang... luar biasa..." -Sungwoon- "Apa ini perbuatan alien?!" -Minhyun- "Kenapa kalian begitu histeris?" -Jaehwan- "Apa dia masih hidup?" -Woojin- "Tidaaak!!!" -Seongwoo- "Tidak! Aku buta!" -Daniel- "Tubuhnya tidak bergerak sama se...