*Bagian ini mengandung kekerasan
____________________________________
Sunyinya jalanan tersapu oleh alunan musik yang sedikit teredam. Getaran-getaran janggal membelai indra perabaku. Sakuku yang menimbulkan dua hal tersebut. Lebih tepatnya objek yang membuat saku celanaku menggembung, handphone. Siapa yang menghubungiku sekarang? Rangkaian kata yang tertuang di layar merupakan nama seorang kawan dekat, Daniel. Panggilannya kuabaikan seolah tak terdengar. Daniel pantang menyerah, berulang kali ia membuat panggilan. Pria ini terus mendesakku untuk merespons panggilannya. Pada akhirnya aku kalah, dia berhasil memaksaku untuk mengindahkan apa yang ia mau.
"Ada apa?" tanyaku ketus.
"Kau di mana?" ia balik bertanya.
"Kau tidak perlu tahu," singkatku yang warna suaranya begitu dingin.
"Kenapa kau pergi?"
"Itu karena kau."
"Memangnya apa salahku?" ia berakting seolah tanpa dosa lagi. "Aku baru saja bangun dari tidur," dalihnya.
Aku memutar mata, rasanya ingin kuremas wajahnya hingga seperti lukisan abstrak.
"Kenapa kau marah lagi? Apa aku berbuat salah lagi? Apa yang sudah aku lakukan padamu?" Daniel membombardirku dengan pertanyaan.
Kumpulan pertanyaan Daniel kuacuhkan. Meski bibirku bungkam, di sana mulut Daniel tak habisnya memproduksi pertanyaan. Sekiranya stock pertanyaan sudah habis, bibirnya kini melafalkan kata demi kata yang berisi kekhawatirannya akan diriku. Telingaku lelah menangkap suaranya yang seolah abadi keluar dari handphone-ku. Tanpa ragu sambungan kuputus.
Tak selang berapa lama, handphone-ku memberi sinyal bahwa ada panggilan masuk. Daniel lagi? Berhenti buat ku naik darah! Dengan muka malas, kugeser gambar telepon berwarna hijau, komunikasi pun terjalin antara kami.
"Daniel, jangan pernah menghubungiku lagi!" nadaku sedikit membentak, amarah tak berhasil kuredam.
"Ini bukan Daniel, ini Jin. Wah wah ada perseteruan apa ini antara kalian? Wajarlah orang pacaran itu pasti sesekali ada konflik yang datang. Lebih baik kalian bicarakan baik-baik, nanti kalau sampai putus bagaimana?" kalimatnya lebih membuatku naik darah dibanding Daniel yang berkali-kali menelepon.
Fitnah macam apa ini?
Layar handphone kujauhkan dari telinga, kemudian kulihat dengan seksama. Nama yang tertera di layar handphone-ku bukan 'Daniel<3', melainkan 'Jin Oppa Si Tampan'. Bukan aku yang menuliskan nama itu, tapi dirinya sendiri, ia melarang keras diriku untuk mengubahnya.
"Aku tutup teleponnya kalau begini," kukirim ancaman padanya.
"Jangan! Jangan tutup teleponnya! Ada hal penting yang ingin kubicarakan!" larangnya. "Kau ada di mana? Biar kujemput sekarang!" nada bicaranya mengisyaratkan kepanikan yang membelit dirinya.
"Aku ada di luar, dekat apartemen di mana Hyunbin tinggal," informasi lokasi kusampaikan.
"Cepat sembunyi! Di mana saja asalkan tak terlihat siapa pun! Nanti aku hubungi kalau sudah sampai!"
Tengok sana-tengok sini, mencari persembunyian atau tempat berkamuflase. Pandanganku terkunci pada sebuah objek. Di salah satu halaman toko tumbuh semak-semak yang cukup tinggi. Bergegas aku berderap ke sana. Menyelam diriku masuk ke dalam semak-semak. Mungkin bisa dibilang ini tempat yang paling aku benci. Kenapa? Biasanya di setiap tumbuhan selalu ada saja makhluk-makhluk kecil menggelikan yang tinggal atau hanya sekedar berdiam diri. Dalam hati doa kupanjatkan kepada Yang Maha Kuasa, 'semoga Jin segera datang!'
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Out III
Fanfiction"Ini mati listrik yang... luar biasa..." -Sungwoon- "Apa ini perbuatan alien?!" -Minhyun- "Kenapa kalian begitu histeris?" -Jaehwan- "Apa dia masih hidup?" -Woojin- "Tidaaak!!!" -Seongwoo- "Tidak! Aku buta!" -Daniel- "Tubuhnya tidak bergerak sama se...