Lembar 9: Target

732 76 3
                                    


Permainan kejar-kejaran dimulai kembali, hanya pemainnya yang sedikit berbeda. Jin berperan sebagai pengejar, sedangkan kami yang dikejar. Tidak enak ya rasanya jadi yang dikejar? Malam Minggu hari ini bertemakan 'lari maraton', rasanya sepanjang malam ini aku tiada hentinya berlari. Bagus untuk kesehatan, tapi tidak begini juga. Jauh sekali kami bertiga berlari dari titik awal. Jin tak lelah-lelah, tapi kami mulai kewalahan. Melambat laju kecepatan kaki kami. Kenyataan pahit menimpa kami, Jin berhasil menyusul. Kerah baju Daniel ia tarik dari belakang.Gaya tarik mengacaukan keseimbangan tubuh Daniel. Ambruk tubuh pria ini menyapa kasarnya aspal. Jin menghentikan aktivitas berlarinya usai mendapatkan salah satu target.

Tak perlu ditanya lagi apa yang kulakukan, pastinya aku berhenti berlari juga. Menengok kepalaku ke belakang. Daniel meronta-ronta ingin bebas dari cengkraman Jin yang mungkin kesurupan. Tingkahnya yang aneh membuatku menarik kesimpulan seperti itu.

"Lari! Jangan hiraukan aku!" perintahnya, merelakan dirinya demi diriku.

Kakiku ragu untuk melangkah, keduanya bagai diberi perekat dengan aspal tempatku berpijak.

"Lari atau aku akan menciummu!"

Barulah kali ini kakiku terasa sedikit ringan. Meski begitu, tetap berat rasanya meninggalkan orang yang kusayang dalam bahaya. Berat hati diriku pergi. Bulir-bulir air mata menuruni lereng curam yang bernama pipi lalu terjun bebas di udara dan membasahi aspal. Berpacu terus kakiku melarikan diri sejauh-jauhnya. Tak ada yang namanya menengok ke belakang, aku tak berani. Nyaliku terlalu kecil untuk menyaksikan penderitaannya.

Pelarian ini tak ada ujungnya. Ingin kuberhenti sejenak untuk melepas penat, namun rasa takutku membelenggu niat itu. Tanpa diduga, tubuh ini melakukan kontak fisik dengan sesuatu. Kontak fisik ini dengan sebuah objek yang keras dan bersumber dari samping. Kontak fisik ini dilakukan tidak secara halus, melainkan kasar. Objek keras itu menghantamku dengan kecepatan tinggi. Tenaganya yang besar, mengalahkanku. Terpental diriku olehnya. Enak sekali rasanya tubuh ini terbang kemudian jatuh dan berguling di atas aspal. Objek apa itu? Sebuah mobil.

...............................

Gelap semuanya, lebih gelap dari mati listrik massal beberapa waktu lalu. Kenapa sangat gelap? Objek yang kutangkap hanya warna hitam pekat yang tak berujung. Kegelapan dahsyat ini hanya sesaat. Tirai berupa kelopak mata membuka, mengaktifkan kembali indra penglihatanku. Pada awalnya seluruh objek di sekitar diselimuti efek blur. Hanya dalam hitungan detik penglihatanku normal kembali seperti semula. Latar tempat ku berada tiba-tiba berubah. Berkas terakhir yang tersimpan di memori otakku hanya ketika diriku berlari di jalan kemudian mobil menabrakku dan setelah itu semuanya gelap gulita. Kugerakkan tubuhku untuk bangun dari posisi terlentang. Baru sedikit saja sendi-sendi ini digunakan, rasa sakit memborbardir sekujur tubuh. Otomatis diriku meringis kesakitan.

"Istirahat saja dulu," ucap seseorang.

Entah karena hilang ingatan atau apa, suara tersebut asing di telinga dan memoriku. Seorang perempuan berambut panjang sedang berdiri membelakangiku. Beres melakukan sesuatu, ia berbalik ke arahku. Cahaya remang-remang dari sebatang lilin yang menyala berhasil menampakkan paras perempuan ini walau samar-samar. Suaranya asing, wajahnya pun sama. Aku mendapat kenalan baru sekarang.

"Namaku Chungha, salam kenal," senyuman di bibirnya semakin memancarkan kecantikan di wajahnya.

*Foto Chungha ada di atas bagi yang belum tahu.

"Namaku Sua, salam kenal juga," diriku ikut memperkenalkan diri. "Oh ya, ngomong-ngomong kenapa aku bisa ada di sini?" sambungku memberi pertanyaan.

"Sebelumnya aku ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya. Tadi kau tertabrak mobil, dan akulah yang mengemudi. Maafkan aku!" perempuan ini membungkuk 90 derajat. "Aku mohon maafkan aku!" pintanya berlutut di hadapanku, kepalanya membungkuk, memperlihatkan rasa sesalnya.

Black Out IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang