Lembar 6: Unconsious

826 80 8
                                    



Ia hendak mencari spot lain untuk dikecup, kini bibirnya bergerak lurus ke bibirku. Mulai lagi, ini sudah kedua kalinya! Telapak tangan kudaratkan tepat di wajahnya.

"Daniel!" kuteriaki namanya selantang mungkin.

Tapi ia tak terusik sama sekali. Normalnya, orang akan menutup telinga atau mengernyitkan dahi atau mengekspresikan reaksi lainnya. Namun untuk kasus kali ini reaksinya nol.

"Jangan macam-macam kau!" murka diri ini, emosiku meledak bak gunung berapi yang sedang beraksi memuntahkan seluruh isinya.

Kepalanya kubuang ke samping, keseimbangan tubuhnya goyah kemudian menyapa lantai dingin yang keras. Hal yang serupa tapi tak sama terulang kembali. Muak, aku kabur dari tokoku sendiri. Berderap kakiku melewati ruangan demi ruangan dan akhirnya bersua dengan pintu keluar. Freedom, aku datang! Posisiku sudah berada di luar, namun tak menutup kemungkinan pria itu membuntutiku lagi.

"Sua! Mau ke mana kau?" seseorang menyerukan namaku dan melayangkan pertanyaan dalam waktu bersamaan.

"Aku ingin pergi sejauh mungkin dari sini," langkahku terhenti.

"Kenapa? Bukannya kau bahagia bersama pria bernama Daniel itu?" ketika nama Daniel terucap, nada bicaranya berubah dalam sekejap, seolah ada bumbu-bumbu kebencian di dalamnya. Suara langkah kakinya mendekat.

"Sikapnya membuatku muak," berbalik tubuhku pada Hyunbin.

"Dia melakukan apa padamu? Haruskah aku beri dia pelajaran?" Hyunbin berlagak seperti petinju.

"Tidak perlu, nanti masalahnya jadi panjang, aku tidak suka memperpanjang masalah," tolakku baik-baik.

"Ikut saja denganku. Di luar sini mungkin saja tidak aman, apalagi larut malam begini," sebuah benda kecil ia keluarkan dari sakunya, tombol pada benda itu pun ditekan, bunyi menyeruak dari objek besar yang ada di dekat kami, mobil. Ini bukan mobil yang ia kendarai sebelumnya, ini mobilnya yang lain.

"Ayo masuk!" ajaknya melangkah menuju mobil.

Hyunbin membukakan pintu mobil untukku dan mempersilahkanku masuk. Aku masuk saja. Kalimatnya benar juga, kejahatan semakin marak, kita harus lebih waspada. Kami sudah berada di dalam mobil. Roda mobil berputar, membawa body mobil di jalan raya dengan kami di dalamnya. Pemandangan tak biasa menghiasi jalanan yang kami lalui. Di pinggir atau bahkan jalan raya tertangkap indra penglihatan kami hal-hal yang tak pantas dilihat. Beberapa orang tergeletak di jalanan, di trotoar, dan di halaman bangunan. Cairan berwarna cukup gelap tersebar di sekitar mereka. Pakaian yang melekat di badan mereka pun basah, merah warna airnya.

"Tutup matamu, nanti kau tidak bisa tidur beberapa hari," ujar Hyunbin, matanya melirikku sekilas.

Kedua tanganku difungsikan menjadi penutup mata. Rasa penasaran berbisik padaku, katanya, "buka saja tanganmu, bukannya kau ingin tahu ada apa di depan sana?". Tapi diriku sendiri bersuara, "jangan! Itu bukan hal yang pantas ditonton! Bagaimana jika kau susah tidur nanti!". Mereka saling mempengaruhiku. Sedikit kubuka celah di antara jemariku. Jalanan terlihat walau tak semua. Pemandangan jelek semakin sengaja menampakkan diri.

"Sudah aku bilang tutup mata, kau ini tak menurut!" Hyunbin menggeleng-gelengkan kepala.

Kapok, tak ingin aku membuka mata lagi sebelum ia memberi izin.

"Kita akan pergi ke mana?"

"Sejauh mungkin dari sini sampai kita melihat tempat yang listriknya menyala," balas si sopir.

Black Out IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang