Lembar 8: Jin's Territorial

759 86 4
                                    

Sendi-sendi kakiku mengaktifkan diri dan menggerakkan kaki ini kencang mengekori Daniel. Kutarik tangannya sekuat tenaga.

"Apa kau gila? Mereka bergerombol, sedangkan kau sendiri!" tubuhku sedikit terseret oleh tenaga besarnya yang lebih unggul.

"Daniel, jangan menantang maut. Mereka sekarang bukan manusia seperti kalian," kalimat Jin menumbuhkan pertanyaan di benak kami masing-masing.

"Maksudmu bukan manusia seperti kami itu apa?" barulah kini Daniel berhenti.

"Kembali ke balkon, akan kuberitahu," Jin kembali ke balkon.

Dua bocah yang tak tahu apa-apa ini kembali ke tempat semula.

Kami disuguhkan pemandangan hasil kekejian dari pengeroyokan yang baru terjadi beberapa menit lalu. Dua siluet yang terkapar di trotoar berhasil menyita perhatian kami bertiga. Jin menutup mata kirinya sehingga hanya menyisakan mata kanannya yang terbuka melihat dunia. Mengedar pandang sebelah matanya itu, tak ada sisi mana pun yang terlewat.

"Mereka tidak banyak di sini, hanya ada beberapa. Kalian harus berhati-hati, mereka sangat berbahaya!" lapor Jin sekaligus memberi peringatan.

"Siapa mereka?" Daniel mengajukan pertanyaan.

"Makhluk yang tak kasat mata..." timpal Jin masih sibuk dengan pekerjaannya.

Usai memantau keadaan sekitar, Jin melepas tangannya dari mata kiri. Pria ini berbalik ke arah kami yang setia menemaninya di belakang.

"Daniel, Sua, sepertinya ada yang ingin berkenalan dengan kalian di belakang kalian," jari telunjuk Jin mengarah ke sesuatu yang ada di belakang kami.

Kompak kepala kami berdua menengok ke belakang. Namun tidak ada siapa pun di situ.

"Tidak ada siapa pun..." ujar Daniel mengangkat alis kirinya.

"Oh iya, aku lupa. Kalian pasti tidak bisa melihat mereka," tangan kanan Jin memegangi kepalanya sendiri.

Sontak kami melompat dari ubin tempat kami berpijak. Bersembunyi tubuh mungilku di balik punggung besar Jin, sedangkan Daniel berjongkok di dekatku seraya membenamkan wajahnya ke kedua lutut dan memeluk kaki.

"Tenang, dia tidak jahat. Dia orang baik dan memang selalu ada di rumahku, bahkan aku sering mengobrol dengannya," sang pemilik mata biru santai-santai saja menonton keberadaan makhluk tak kasat mata itu.

"Apa wujudnya menyeramkan?" tanyaku gemetar.

"Tidak, dia sangat cantik sampai-sampai aku hampir jatuh cinta padanya," mata Jin terus terfokus ke depan, mungkin tempat makhluk tersebut berdiri.

Merembet sebuah suara yang menggemparkan hati dan mental kami. Besar sekali suara yang ditimbulkan entah apa itu. Otomatis mata kami terbuka lebar, hampir mengeluarkan isinya. Kemudian kami saling menatap satu sama lain secara bergantian.

"Suara apa itu?" tanya Daniel.

"Aku akan cari ke luar, Daniel cari itu di lantai satu, sedangkan kau cari asal suara di lantai dua ini," komando Jin menunjuk dirinya sendiri, lalu Daniel dan terakhir padaku.

Jin bergegas pergi menuruni tangga dan menghilang dari cakupan mata kami berdua. Daniel menyusul Jin turun ke lantai satu, wilayah di mana ia ditugaskan. Sesuai perintah Komandan Jin, aku mencari hal yang kemungkinan menjadi sumber bunyi. Belum kerap setengah jalan mengerjakan tugas, Sang Komandan berteriak dari luar.

"Kalian, lihat ini!" serunya dari jauh.

Berderap diriku ke tempat Jin berdiri, di halaman depan. Daniel sudah lebih dulu sampai karena jaraknya lebih dekat. Menganga mulutku sebagai Sang Spektator. Sang Tuan Rumah pasti lebih terkejut dibanding diriku yang hanya seorang pengungsi.

Black Out IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang