E P I L O G

59 5 5
                                    

[Aletta's gown on multimedia]

Author's POV.

Aletta sudah siap memakai gaun berwarna hitam, rambutnya ia biarkan tergerai. Ia membiarkan wajahnya hanya dibalut dengan bedak. Natural is better.

Ia tersenyum di depan cermin. Ia sudah menyiapkan semuanya. Ia sudah mengumpulkan mentalnya.

"Sweetie, mereka sudah menunggu." Andreas sudah berdiri di pintu kamar Aletta. "Ayo, sayang. Jangan menangis. Eston dan Illiana sudah menunggu kita."

"Cmon, papa. Aku tidak menangis." Aletta tertawa hambar sambil menghampiri ayah kandungnya.

Mereka berdua berjalan beriringin menemui Eston dan Illiana. Illiana dengan cepat memeluk putri angkatnya itu. Eston hanya tersenyum,

"Ayo, masuk." Kata Eston.

Eston dan Andreas memasuki mobil dan duduk di jok depan. Andreas yang menyetir. Sedangkan Illiana, duduk di belakang bersama Aletta.

^^^

Mobil Fortuner berwarna putih itu telah memasuki gereja. Sudah ada banyak orang yang ada disana, keluarga Aldrich, teman-teman sekolah, dan lainnya.

Setelah menarik nafas, Aletta menghampiri orang tua Aldrich. Ia memeluk mama dan papa Aldrich bergantian.

"He's my strong man." Bisik Aletta pada Mam Elin. Setelah itu, ia duduk di tengah-tengah Mam Elin dan Mam Illiana. Ia berusaha menampakkan senyum.

Pendeta memasuki Altar. Mengucapkan kalimat-kalimat berupa sambutan dan doa. Selanjutnya, ia memanggil orang-orang terdekat Aldrich untuk memberikan pidato.

Saat nama Aletta dipanggil, ia langsung berjalan menuju altar yang mana disana terdapat sebuah peti. Berisi orang yang dicintainya, diatasnya terdapat mawar putih dan foto orang tersebut.

"Halo." Aletta membuka suara setelah diam selama beberapa menit. Orang-orang menatapnya, menunggu ia untuk mengatakan sesuatu.

"Aku Aletta. Dengan bangga aku mengatakan, aku kekasihnya sejak 3 bulan yang lalu. Selama 3 bulan aku menemaninya, mengantarnya ke rumah sakit, menunggunya, hingga ia menghembuskan nafasnya yang terakhir." Aletta tersenyum, walau nyatanya ia sudah menitikkan air mata. Elinor sudah menangis sesenggukan.

"Dia kuat. Mam Elin mengatakan padaku, penyakitnya diderita sejak ia kecil. Dia bertahan selama belasan tahun. Itu menakjubkan. Dia pintar menyembunyikan. Saking pintarnya, aku baru tahu itu semua saat 3 bulan yang lalu."

"Ia selalu ada untukku. Sehingga aku merasa aku yang paling lemah, bukan dia. Aku sangat bersalah. Tapi, cukup. Aku tidak ingin bersedih lagi. Ia berkata padaku, agar aku tidak menangisi dan menyesali apapun yang terjadi. Jadi? Yasudah." Aletta tertawa hambar, padahal air matanya mengalir deras.

"Aku tidak pandai mengungkapkan kata-kata indah. Jadi, aku hanya ingin mengatakan. Aldrich Kyle, i promise i will love you till the day i die. Hilangnya raga mu bukan berarti hilangnya posisimu di dalam hatiku, Al. I swear i'm not regret, i'm proud that i can know who you are. So thankful for your love. I'll meet ya in my dream. I'll wait for you, so come for me. I evol you."

Aletta menghampiri peti, dan mencium kening Aldrich untuk terakhir kalinya. Setelahnya, ia melanggar janjinya untuk tidak menangis lagi.

I'll miss you. I'm sorry, i'm regret.

Regret. || GC🐾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang