Prolog

980 66 16
                                    

Hidupku sepenuhnya hanyalah tentang sepak bola. Semua duniaku hanyalah tentang sepak bola. Hanya sepak bola yang mengerti bagaimana aku dan siapa aku. Hanya dengan sepak bola semua mimpiku menjadi kenyataan. Namun memang, mimpi bukan yang terlihat saat kita sedang tidur. Tapi mimpi adalah sesuatu yang membuat kita menjadi sulit tidur karena selalu memikirkannya. Mimpiku membawa negaraku, menjadi negara terkuat dalam sepak bola.

Banyak orang yang tak percaya akan mimpiku, bahkan beberapa dari mereka meremehkan mimpiku. Tapi tidak dengan dia. Dia yang selalu memperhatikanku dan mengurusi semua keperluanku percaya bahwa aku bisa meraih mimpi itu. Aku juga tidak mengerti mengapa dia? Masalahnya, aku tak pernah menyukainya. Semenjak pertama kali dia datang kemari, aku tidak tertarik padanya walaupun yang lain berkata dia perempuan yang menarik. Atau mungkin aku teralu gengsi untuk mengatakannya? Ah sudahlah lupakan.

Namun ada yang berbeda saat dia bersama dengan yang lain. Ada rasa tidak terima saat dia lebih tertawa dengan yang lain. Tapi bukanya aku tak pernah membuatnya tertawa? Selama ini aku memang hanya membuatnya bersedih. Tapi mengapa kali ini bereda? Rasanya aku ingin sekali menjadi alasannya tertawa. Kenapa? Ada apa denganku?

Dia tidak lebih baik daripada aku, dia juga tidak lebih jago dariku. Aku bisa mengalahkannya, tapi mengapa perempuan itu tak pernah lagi melirikku saat dia datang? Semua ini membuatku frustasi dan ingin meninggalkan tim. Tapi impianku belum terwujud, arhg! Persetan dengan semua mimpi ini! Dia sudah tidak lagi meneguhkan mimpiku, lalu apalagi yang harus aku pertahankan?

Bodoh! Ya itulah aku. Aku terlalu  bodoh untuk melepaskannya. Dan aku juga terlalu bodoh untuk mengkaitkan masalahku dengan sepak bola. Bola yang tadinya menjadi temanku, mendadak tak mau bersatu denganku, jika sudah begini apa yang harus aku lakukan?

Mizuki Keiko, kumohon kembalikah kemari. Mimpiku butuh penopang, dan hanya kau yang mampu menopang. Biarkan aku merasakan mimpi lamaku dan menjalankan mimpi baruku bersamamu. Aku hanya seorang captain biasa dengan sejuta kesombongan dan penyesalan. Kali ini, bolehkah aku kembali egois? Aku hanya ingin sepak bolaku dan dirimu, Key.

-Tentang Mizuki Keiko dimata Muhammad Iqbal-

Aku memang hanya seorang perempuan, tapi sepak bola ada dalam darahku. Sepak bola membuatku semakin bersemangat. Dengan sepak bola, aku bisa merasakan kebersamaan yang luar biasa. Dengan sepak bola, mimpiku mengalir semakin deras. Hanya saja, tak mungkin aku menjadi seorang pemain sepak bola wanita. Ayah melarang keras akan hal itu. Di negara tempat aku dibesarkan, Jepang, menuruti perintah orang tua adalah wajib hukumnya dan bila dilanggar, ah sudah tak ingin aku membahasnya lebih jauh. Yang jelas akan sangat menyakitkan.

Larangan dari ayah tak membuat semangatku menjadi surut akan sepak bola. Setelah lulus sekolah menangah, aku melanjutkan studyku di bidang sport management. Untungnya ayah tidak melarang itu. Aku begitu menikmati pekerjaanku. Tak terlalu buruk menjadi seseorang dibalik layar. Justru ini bagian penting. Tanpa adanya sebuah manajemen dalam sepak bola, tak mungkin sebuah tim bisa berhasil.

Furano FC dari Jepang adalah tim pertama yang mencoba kinerjaku. Hasilnya tidak terlalu buruk, menjadi juara nasional selama 3 kali berturut-turut. Mereka semua begitu menghargai kerja kerasku, dan mereka juga sudah berusaha sekuat tenaga untuk meraih dan mempertahankan gelar itu.

Kepindahan kerjaku ke Indonesia jelas membuatku sedih. Furano sudah menjadi rumah kedua bagiku. Aku tak mau berpisah dengan mereka, namun keluargaku sudah memutuskan untuk pindah rumah ke Indonesia, tempat aku dilahirkan. Ibuku sangat senang saat mengetahui ia akan kembali ke tanah kelahirnya itu. Dulu aku juga pernah kesana, tapi itu dulu sekali, sekarang pasti sudah berbeda.

Yang membuatku semakin berat meninggalkan Furano dan Jepang adalah Kazuo Misaki. Teman laki-laki yang selalu ada untukku, walaupun Misaki tak pernah sadar bahwa perlakukannya terhadapku mampu membuat aku tersipu. Ah Misaki, mungkin ini akan berat untukku meninggalkanmu.

Indonesia tidaklah buruk, justru mungkin lebih baik dari apa yang aku bayangkan. Semuanya menerimaku dengan sangat gembira. Jika dulu di Jepang aku bekerja untuk sebuah klub, maka kali ini aku bekerja untuk tim nasional u-23. Ada rasa bangga, biar bagaimanapun aku terlahir sebagai orang Indonesia. Usahaku harus lebih keras dari sebelumnya. Aku harus bisa membawa nama Indonesia menjadi perhitungan dimata dunia.

Aku tak lagi memikirkan soal Misaki, tapi justru sang captain Muhammad Iqbal berhasil menarik semua pikiranku. Dia pemain berbakat, hanya saja sikapnya terlalu sombong dan egois. Kata yang lainnya, semenjak Iqbal hadir dalam tim, timnas Indonesia tidak pernah terkalahkan di level Asia Tenggara. Dibalik semua sikapnya, dia punya mimpi yang luar biasa. Mimpi yang sama denganku, membawa Indonesia ketingkat dunia. Aku yakin dia bisa meraih mimpi itu.

Sudah terus kucoba untuk melunakkan hatinya. Berbagai cara sudah kulakukan untuk membuatnya sedikit lebih luluh dan tidak sombong. Tak mungkin dia meraih semua impingannya itu dengan sikap sombongnya. Aku tak peduli seberapa sering dia membuatku marah, bahkan aku tak peduli seberapa sering dia membuatku menangis. Memang selalu ada rasa sakit saat dia bersikap begitu, hanya saja entah kepercayaan darimana aku yakin bahwa Iqbal orang yang baik.

Lelah. Lelah aku memberitahu semuanya pada Iqbal. Lelah aku terus menerus mencoba merubahnya. Aku lelah. Jika perlakuanku tidak lagi dihargai, mungkin kepergianku akan menyadari. Itulah sikap yang aku ambil.

Kedatangan Misaki ke Indonesia membuat hariku kembali secerah dulu sebelum aku mengenal laki-laki egois itu. Misaki masih tetap sama, yang berubah hanyalah ketampanannya yang semakin menjadi-jadi. Dia sorotan seluruh Indonesia bahkan hingga ke Jepang. Permainannya jauh lebih baik dari sebelum aku pindah kesini. Aku dan Misaki memang sama, kami sama-sama keturunan Indonesia. Bedanya Misaki tidak lahir di Indonesia. Namun ada yang berbeda. Tak ada perasaan yang dulu muncul saat aku bersama Misaki. Iqbal malah mendominasi semuanya saat aku bersama dengan Misaki.

Semenjak adanya Misaki, Iqbal menjadi semakin aneh. Permaiannnya menurun drastis. Aku tak ingin itu terjadi pada Iqbal, mimpinya masih panjang dan jauh. Dan ada apa denganku? Mengapa aku begitu mengkhawatirkan keadaan Iqbal? Dia saja begitu padaku, sadarlah Keiko!

Tak bisa lagi kubendung kekhawatiranku terhadap Iqbal. Ini semua membuatku semakin frustasi, ditambah Misaki yang kini tak bisa menetralkan perasaanku. Kuharap keputusanku tidaklah salah. Sudah jelas, mimpiku dan Iqbal sudah kandas. Iqbal sendiri yang mengakhiri semuanya. Atau, ini hanyalah kebodohanku yang terlalu percaya pada laki-laki sombong ini.

Muhammad Iqbal, selamat berjuang meraih mimpimu sendri. Aku pamit. Kuharap mimpiku juga masih bisa bertopang padamu. Jangan hancurkan kepercayaan banyak orang padamu. Kendalikan dirimu, maka kau akan mengendalikan dunia. Kenalkan dirimu, maka dunia akan mengenalmu. Bolehkah kali ini sikap egoismu ditularkan padaku? Aku hanya ingin sepak bolaku dan dirimu, Bay.

-Tentang Muhammad Iqbal dimata Mizuki Keiko-
.
.
Alhamdulillah prolog sudah meluncur. Mohon bantuan untuk vote dan komen ya temen temen hehe❤

Faith And HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang