“Maafkan saya pelatih.”
Iqbal tertunduk saat diceramahi pelatihnya itu. Sudah sekitar 30 menit Iqbal masuk kedalam ruangan pelatih Indra dan langsung dihujani berbagai omongan. Sebenarnya Iqbal juga tak sadar sudah bersikap terlalu dingin pada perempuan yang ternyata manager barunya itu. Amarah Iqbal karena tidak bisa ikut dalam pertandingan persahabatan melawan Korea Selatan minggu depan membuat emosinya naik.
“Ini semua demi kebaikan kau juga. Memang kau mau tidak bisa bermain bola lagi?”
“Tidak pelatih.”
Pelatihnya ini sudah kebal sekali dengan Iqbal. Dia tahu benar bahwa anak asuhnya yang satu ini pasti akan menentang apapun demi sepak bola. Tapi cedera pada kakinya pasca turnamen pra Asia membuat dia harus menepi.
“Sekarang masuk keruang terapi.”
“Baik pelatih.”
Dengan langkah lesu, Iqbal keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju ruang terapi. Di lapangan nampak teman-temannya sedang latihan. Ah Iqbal ingin sekali ikut mereka berlatih. Andai saja pelatihnya itu tidak memberikan ultimatum keras, sudah pasti Iqbal akan ikut berlari disana.
Tampak perempuan yang berhasil menyeretnya berurusan dengan pelatihnya itu duduk manis di pinggir lapangan.
“Bagaimana bisa dia menajadi manager sepak bola laki-laki sementara dia perempuan dan umurnya sama denganku?”
“Itu karena dia mengikuti aturan.”
Iqbal langsung menoleh kearah suara. Bang Asep sudah berdiri didepannya dengan lengan terlipat didada.
“Sudah kubilang bukan, jika kau yang cedera pekerjaanku akan semakin berat. Baru saja terapi hari pertama tapi kau sudah kabur. Untung kau bertemu dengan Keiko.”
“Keiko?”
“Ya, manager cantik yang baru saja kau lamunkan itu. Sebaiknya kita cepat melakukan terapi kapten.”
Bang Asep meninggalkan Iqbal yang masih terngaga ditempat. Apa katanya barusan? Manager cantik yang baru saja kau lamunkan? Iqbal tidak sedang melamunkan perempuan itu. Arghh percuma, pikirnya.
“AAAAAAAAAAAA.”
“Berhentilah berteriak Iqbal.”
“SAKIT BANG!!”
“Siapa bilang tidak sakit hah?”
“SUDAH BANG SUDAH SAKIT BANG!!”
“Tahan!”
Sudah 1 jam Iqbal mengikuti terapi dari bang Asep, dan sukses membuat Iqbal bercucuran airmata menahan sakitnya. Seolah bang Asep tengah memotong-motong kakinya. Iqbal tak berani melihat apa yang tengah dilakukan dokter fisioterapinya itu. Dia terlalu sibuk mencengkram handuk yang diberikan bang Asep. Awalnya Iqbal berpikir handuk ini akan digunakan untuk mengelap keringatnya, tapi ternyata untuk dijadikan korban kepalan tangan Iqbal.
“BANGGGGGGGG!!”
“OYYY!!”
“SUDAHLAH BANG SAKIT.”
“CEMEN KAU KAPTEN!!”
Andai Iqbal tak sedang menahan sakitnya, sudah pasti bang Asep akan menerima sledingan Iqbal. Curang sekali bang Asep, meledeknya saat dalam kondisi lemah.
“Sudah selesai kapten.”
Barulah Iqbal bisa memgatur nafasnya yang daritadi memburu begitu ceoat. Seolah sedang berlati marathon 5000 KM. Bahkan mungkin jika disuruh berlari atau terapi, Iqbal lebih baik memilih terapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith And Hope
FanfictionSpecial Cast: Muhammad Iqbal Muhammad Iqbal captain Tim Nasional Indonesia. Terus bermimpi, berusaha, dan berdo'a agar menjadi pesepak bola nomor 1 di dunia. Orang lain mengannggap mimpinya terlalu tinggi. Tapi dia selalu berkata "Aku memang tinggi...