Terimakasih, Keiko

243 34 8
                                    

Tidak adanya nama Iqbal dalam skuad mengahadapi Korea Selatan minggu depan membuat hatinya meringkis kesakitan. Lebih sakit rasanya ketimbang dengan cedera yang dia alami. Pulih lebih cepat adalah pilhan satu-satunya untuk kembali menunjukan bahwa Iqbal tidaklah lemah. Ia tak mau nasibnya sebagai pemain sepak bola berakhir dini karena cedera. Terlalu banyak kasus seperti itu, dan Iqbal tak sudi masuk dalam salah satu deretan kasusnya.

Kali ini Iqbal tengah berada di teras lantai 2. Dia masih belum sanggup untuk menemui orang tuanya. Pasti akan menyedihkan melihat ibu dan ayahnya ketika tahu bahwa anaknya ini cedera dan tidak terbang ke Korea. Jas hitam yang semula rapih kini sudah bertengker di bahu kirinya. Kemeja putih yang dimasukan kedalam celana, kini sudah berada diluar lengkap dengan lintingan hingga ke siku tangan. Rambutnya yang tertiup angin serta pikirannya yang masih melamun kemana-mana. Iqbal tidak dalam kondisi baik.

“Kapten.”

Suara lembut yang masih terasa asing ditelinganya membuyarkan semua pikirannya. Keiko, manager baru yang baru saja kepergok melamun dihadapan Iqbal, kini tengah berdiri kembali dihadapnnya dengan 2 gelas minuman ditangannya.

“Boleh aku bergabung.”

Iqbal menarik nafasnya kemudian menangguk. Tak ada salahnya juga berada diteras ini, toh ini bukan rumah Iqbal.

“Aku membawa minuman untukmu kapten.”

Iqbal hanya menatap Keiko dengan kerutan dialisnya menandakan Iqbal ragu-ragu untuk menerima minuman itu.

“Ini aman kapten. Aku tidak menambah racun didalamnya.” Tampak nada sindiran terlontar dari mulut Keiko. Iqbal yang tak mau ambil pusing akhirnya menerima minuman itu.

“Terimakasih manager.”

Keheningan menyelimuti keduanya. Iqbal yang memang tak mau berbicara banyak pada Keiko memilih diam dan menatap pemandangan diluar.

“Jadi kali ini kau sudah mau diterapi?”

Sontak Iqbal langsung membalikan badannya. Apa managernya ini mendengarkan semua percakapan dengan bang Asep tadi? Pikirnya.

“Ya.”

Hanya itu yang Iqbal lontarkan. Walaupun dia penasaran mengapa Keiko bisa mengetahuinya tapi itu tidaklah sepenting sikap dinginnya.

“Mengapa kau tidak menemui keluargamu? Bukannya selama 6 bulan ini kalian tidak pernah bertemu?”

Lagi-lagi Keiko mengajak Iqbal berbicara. Sejujurnya Iqbal tidak suka dengan perempuan cerewet, tapi entahlah dengan Keiko dia tidak bisa berkata begitu. Iqbal tahu pasti apa konsekuensinya jika berhubungan tidak baik dengan manager barunya itu. Kariernya di sepak bola bisa terancam.

“Aku yakin orang tuamu juga pasti merindukanmu kapten. Meraka sudah jauh-jauh datang kemari untuk melihat anaknya.”

Iqbal masih belum bersuara. Dia membiarkan Keiko berceloteh sesukanya. Iqbal juga tahu itu semua, tak perlu Keiko jelaskan dia sudah paham bagaimana rindu orang tuanya.

“Apa ini soal kau yang tidak masuk dalam skuad yang akan dibawa ke Korea nanti?”

“Apa kau memang dilahirkan untuk banyak bertanya seperti ini manager?”

Tak tahan lagi rasanya dihujani pertanyaan begitu oleh Keiko, akhirnya Iqbal buka suara. Beginilah resikonya jika memiliki manager perempuan, apalagi umur diantara mereka tidak terlalu jauh. Manager tim yang dulu tidak pernah bertanya begitu, bahkan terkesan cuek terhadap pemain. Entahlah Iqbal harus menganggap ini anugerah atau musibah.

“Aku berdiri disini sebagai manager tim. Tugasku untuk mengetahui apa yang terjadi pada setiap pemain.”

“Tidak terjadi apa-apa padaku.”

“Kalau begitu mengapa kau tidak menghampiri keluargamu? Sekilas tadi kulihat di meja makan keluarga Muhammad Iqbal, orang tuamu belum menyentuh makanannya sedikitpun. Mereka masih mencari keberadaanmu kapten. Jika masalahnya hanya karena kau tidak mau melihat mereka kecewa karena kau tidak berangkat ke Korea, maka bisa kusimpulkan bahwa mentalmu sebagai pemain sepak bola sangat lemah.”

Iqbal tersentak kaget. Baru kali ini ada perempuan yang berbicara frontal begitu padanya hingga mengkait-kaitkan dengan mentalnya sebagai pemain sepak bola. Andai saja Keiko ini adalah seorang laki-laki, sudah habis di tonjoknya.

“Kau tidak mengerti manager.”

“Ya, kau benar aku memang tidak mengerti.”

Iqbal kembali menautkan alisnya. Adapa apa dengan Keiko? Baru saja dia mencaci maki Iqbal dan kini malah mengakui kesalahan. Dasar perempuan, pikirannya memang sulit ditebak.

“Aku memang tidak pernah ada diposisimu sebagai pemain sepak bola. Tapi aku pernah berada diposisimu sebagai seorang anak. Anak yang selalu merindukan orang tuanya.”

Iqbal yang mulai tertarik dengan kata-kata Keiko, mulai membenarkan posisinya menjadi menghadap kearah Keiko. Keiko yang entah sadar atau tidak ditatap begitu oleh Iqbal hanya bisa menunduk.

“Selama aku bertugas di Furano FC, aku tak pernah bertemu dengan ibu. 3 tahunku dihabiskan untuk membangun tim hingga aku lupa bahwa ibu mati-matian menahan rindunya untuk tidak menganggu kerjaku. Hingga akhirnya ibu sakit dan terpaksa harus kembali ke Indonesia. Barulah aku tersadar bahwa didunia ini ada malaikat yang Tuhan titipkan untuk menjagaku, yaitu orang tua.”

Hati Iqbal mulai menghangat mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Keiko. Apa tindakannya untuk menghindar adalah pilihan yang baik? Pikirnya.

“Dan keajaiban datang saat aku menemui ibu. Ibu langsung sembuh seketika. Ternyata obat rindu hanyalah bertemu. Jadi sebelum kau menyesal, lebih baik kau segera menemui mereka. Aku yakin mereka akan mengerti dengan keadaamu kapten.”

Benar kata Keiko, Iqbal tak bisa begini. Orang tuanya sudah jauh datang hanya untuk menemuinya dan masalah ini tak seharusnya menjadi penghalang pelepas rindu. Iqbal mulai melangkahkan kakinya menuju kedalam berniat untuk menghampiri orang tuanya. Dia nyaris saja lupa dengan Keiko yang sudah berbusa untuk memancingnya berbicara. Diujung pintu, Iqbal menghentikan langkahnya. Dia tersadar, mengucapkan sedikit terimakasih pada Keiko tidak ada salahnya.

“Terimakasih, Keiko.”

Kata-kata itu meluncur dengan tulus bersamaan dengan senyuman yang terukir di bibir Iqbal. Baru kali ini hatinya kembali menghangat setelah selalu dingin dihadapan perempuan manapun.
.
.
Tbc. Tengkyu bagi yang sudah support cerita ini. Gue harap akan terus berlanjut. Janga kaget ya gais saat nanti tiba tiba ada nama kalian bertengger di dalam cerita ini wkwk

Btw, tulisan gue tentang timnas u23 sudah rilis. Kuy cek sist

Faith And HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang