Dua

16 5 1
                                    

Aku menyusuri setiap ruangan yang ada di SMA Garuda ini dan sampai sekarang Genta tak bisa ku temukan, awalnya tidak ingin percaya tapi yang di katakan Inggita memang benar kalau Genta itu seperti hantu ia tidak terlihat dan suka menghilang.

Aku memutuskan untuk naik ke gedung yang ada di lantai dua tapi baru saja kakiku menapaki dua anak tangga seruan dari mic yang langsung bisa ku tebak kalau sang empunya suara itu adalah ketus osis, dia menyampaikan agar setiap peserta MOS berkumpul di lapangan karena hari ini adalah hari terakhir MOS. Aku panik karena belum menemukan tanda tangan, oh Tuhan siapa sih sosok Genta ini? Artis kah? Atau dia adalah Tokoh yang berpengaruh di sekolah sampai-sampai sulit sekali mendapatkan tanda tangannya.

Tidak punya pilihan aku memilih untuk ke lapangan saja ketimbang harus mencari sesuatu yang belum tentu akan ku temukan. Karena terlalu buru-buru aku jatuh tersungkur karena menabrak seseorang, ingin meminta maaf tapi seruan dari ketua osis yang sudah marah-marah di lapangan membuatku pergi begitu saja meninggalkan orang yang barusan ku tabrak.

Aku bergabung dalam barisan sementara masing-masing pemimpin gugus sudah berjalan mengambil secarik kertas yang berisikan tanda tangan pengurus osis. Untuk pertama kalinya aku bermasa bodoh toh kalaupun di hukum kejadian ini hanya akan bisa di ingat paling lama 2 hari setelah itu pasti akan hilang, seorang Naya Rinjani berani bertaruh soal itu!. Pemimpin gugus dengan nametag "Rio Dermawan" berhenti tepat di samping ku baru saja ingin membuka buku catatan kecil ku, aku merasa ada sesuatu yang salah, tanganku kosong melompong. Oh Ghost!! Buku catatan itu hilang!. Rio menatap ku dengan ekspresi kebingungan lalu setelahnya dia pergi tanpa mengucap sepatah- kata pun.

Aku berusaha mengingat dan yang terlintas adalah kejadian di saat dimana aku jatuh tadi.

"Benar pasti ku jatuhkan disitu!!"

Baru saja aku ingin keluar dari barisan tiba-tiba namaku di panggil, oke aku sudah tahu panggilan apa itu. Dengan di ikuti tatapan dari semua peserta aku berjalan ke atas berdiri di hadapan semua peserta yang tengah duduk. Aku tidak sendiri, aku melihat seorang lelaki yang tengah berdiri sama sepertiku yang bedanya dia begitu percaya diri seolah-olah tidak takut dengan siapapun selain Tuhan. Mungkin dia salah satu calon Bad Boy lihat saja nama samarannya "Joker" aku penasaran apakah diantara 200 siswa yang tengah duduk ada yang bernama Batman? Jika ada aku harap mereka tidak bertemu, bisa kacau!.

"Kenapa kalian berdua nggak bisa ngelengkapin tanda tangan? Dan kamu Tinkerbell"

Aku berusaha meneguk saliva ku dalam-dalam, berusaha meredam semua ketakutan yang tengah membuat kaki tiba-tiba terasa lemas.

"Gua nggak nyangka ada cewek yang lebih berani dari Si Joker dan nggak dapat satupun tanda tangan dari pengurus osis"

Baru saja ingin menjelaskan, ketua kedisiplinan itu sudah memberi hukuman. Si Joker di suruh berlari keliling lapangan dan aku? Aku mendapat hukuman yang sangat konyol. Jika di suruh memilih aku lebih baik berlari menemani si Joker ketimbang harus menyanyi sambil berjoget.

"Bahrun suruh aja nyanyi lagu Sambalado"

Teriak salah satu pengurus osis yang bertubuh gempal.

Tunggu! Sambalado?! Bukan kah itu terdengar seperti masakan yang selalu ibu masak? Aku tidak yakin kalau itu terdengar seperti judul lagu.
Para pengurus yang tidak sabar menunggu ku kini membuat semua peserta bertepuk tangan menyoratiku sedangkan aku? Aku keringat dingin bagaimana bisa bernyanyi nadanya saja tidak aku ketahui. Karena sudah dalam keadaan terdesak maka aku akan bernyanyi lagu sambalado dengan nada cicak-cicak di dinding.

"Sambal...sambal....silado buatannya si Ibu, enak enak rasanya hap masuk di perut"

Aku berusaha bernyanyi dengan suara yang ku buat sebagus mungkin. Aku pikir semua orang akan menertawaiku but wait mereka justru melongo. Apa aku menyanyi semerdu itu? Ataukah lagu Sambalado memang menggunakan nada Lagu Cicak-Cicak di Dinding?.

"Lo dari luar negri yah?"

"Nggak kok, aku asli Indonesia orang Ciamis malah"

"Terus kenapa lo nggak hapal lagu Sambalado, ini lagu lebih terkenal banget di Indonesia ketimbang Despacito"

Oh Tuhan Despacito? Lagu apa lagi itu?!. Baru saja aku ingin menanyakan soal Despacito, seseorang tiba-tiba bergabung dalam barisan pengurus osis bedanya hanya dia saja yang tidak memakai almamater kebanggan osis. Dia tampak bercengkrama lalu setelahnya dia berjalan ke arahku.

"Buku kamu kan?"

Aku tercengang, itu buku yang membuat diriku berada dalam situasi memalukan ini,segera ku ambil lalu membukanya hanya untuk memastikan kalau secarik kertas berisi tanda tangan itu tak hilang, tentu saja! Aku ingin membuktikan kalau Naya Rinjani juga berusaha mendapatkan tanda tangan yang entah faedahnya seperti apa. Mataku sibuk meneliti dan mendapati ada yang salah, no 24 kini sudah ada tanda tangannya, tentu ajaib sekali! Apa mungkin buku catatan ku ini berjalan mencari sosok Genta?

Aku mengangkat wajahku menatap seseorang bertubuh jangkung yang kini tengah menatap ku juga, dia tersenyum menunjukkan lesung pipitnya.

"Kamu cari aku kan? Aku Genta Nay, Genta Adiniawan"

The JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang