Lima

14 1 0
                                    

Hari itu Genta membawa ku pergi dari sekolah, membelah jalan yang sepi dengan sepoi angin yang menampar wajah ku dengan lembut. Aku memeluk tasnya dari belakang, itu perintah Genta.

Ia memberhentikan vespanya lalu mengajakku turun. Entah kemana Genta akan pergi ku ikuti saja langkah kakinya dengan tanganku yang terus ia genggam.
Genta mengajakku ke sebuah bukit, aku tahu itu terlihat dari banyaknya anak tangga yang harus aku pijak tapi semuanya terbayar ketika sampai di puncak.

"Kamu bisa lihat pemandangan kota dari atas sini Nay"

Aku memandanginya dan yang aku lihat senyum kepuasan yang terukir di bibirnya. Ia lalu mengajakku duduk di bawah pohon yang rimbun.

"Nay tahu kenapa aku mengajak mu kesini?"

Aku menggeleng tidak tahu.

"Aku tidak akan memberitahu mu"

"Kenapa nggak di kasih tahu?"

"Karena aku suka membuatmu penasaran"

Hal baru yang aku tahu tentang Genta dia suka sekali membuat orang penasaran. Genta memejamkan matanya sesekali menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan lembut.

"Pulang yuk Nay"

"Sekarang?"

"Tentu saja, semakin lama semakin berat Nay aku takut tidak akan membawa mu pulang lagi jika kau terus di sampingku"

Pipiku bersemu dan itu di luar kendali ku, Genta itu aneh dan manis dalam waktu yang bersamaan. Dapat aku lihat senja mulai terlihat dan kini Genta berusaha menuntun ku untuk turun dari atas bukit.

Genta lagi-lagi memakaikan ku helm dan jaket denimnya padahal sudah ku bilang kalau aku bisa sendiri tapi yang dia katakan "Aku suka memanjakan mu Naya".

Aku tidak tahu mengapa Genta memperlakukan ku seperti ini, aku bahkan ragu menyebut kalau Genta menyukai ku. Setahu ku lelaki biasanya meminta nomor sang wanita tapi Genta tidak. Arkh! Aku tidak ingin berharap lebih barangkali Genta hanya baik tapi haruskah baiknya Genta seperti ini?.

"Naya?"

"Iya Ta kenapa?"

"Jangan ngelamun"

"Memangnya kenapa Ta,salah?"

"Salah kalau kamu tidak melamunkan tentangku"

"Apa sih!"

Aku meninju kecil bahunya untuk meluapkan kekesalan dan bahagia ku mungkin?.

***

Aku berjalan kecil menuju ke kelas aku masih belum bisa melupakan kejadian kemarin, Genta yang membawa ku ke bukit, membonceng ku dengan vespa kesayangannya.

"Uhh sadar Nay!! Jangan terlalu berharap banyak atau kamu akan kecewa"

Langkah ku terhenti saat melihat Radit dengan gaya angkuhnya berdiri di tangga, aku terus berjalan menghiraukannya sembari membaca doa semoga biang kerok itu tidak menggangguku.

"Auu!!!"

Ringis ku saat Radit tau-tau menarik rambutku, aku menatapnya kesal tapi ini masih pagi dan aku malas mencari ribut dengan orang yang memang di ciptakan untuk membuat masalah. Aku kembali berjalan melewatinya sampai tangan ku di tarik yang membuatku sedikit terhuyung ke belakang.

"Lo kemarin kemana sama Genta? Pake bolos segala lagi"

"Oh God darimana ia tahu?!"

"Gua tanya lo kemana?"

"Urusan mu apa?"

"Ya...ya..tentu dong itu urusan gua. Lo...lo kan teman kelas gua tentu dong gua harus peduli lo kemana"

What?? Teman kelas?? Aku bahkan ragu kalau kata itu terucap dari bibir seorang Raditya Anwar pasalnya saat Wati terkena Tipes dan kami sekelas ramai-ramai menjenguk hanya Radit saja tidak ikut, dia bahkan tidak ikut patungan dan sekarang ia bicara soal "teman kelas" ?

"Kamu nggak perlu tahu aku kemana"

"Ya sudah kalau begitu,gua bakal laporin lo ke wali kelas biar dia tau kalau murid kesayangannya ini tukang bolos!"

Huft! Tuhan kenapa kau biarkan hidup ku terlibat dengan orang seperti Radit?. Aku tahu Radit bukan orang yang akan main-main dengan ucapannya.

"Terus mau mu apa?"

Dia mengusap rahangnya, berpikir sejenak dan aku yang tengah harap-harap cemas semoga dia tidak ingin yang aneh-aneh.

"Oke karena gua ini orang yang baik dan berperikemuliaan"

"Kemanusiaan Dit!"

"Oke pokoknya itulah! Gua buat kesepakatan Win-Win. Lo nggak gua laporin dan lo harus nemenin gua seharian ini plus nurut apa yang gua suruh gimana?"

Aku melotot tidak percaya, dia buat keputusan apa tadi? Kemanusiaan?? Haha dia bahkan bermain licik.

"Nggak! Aku nggak mau!"

"Ya sudah kalau begitu siap-siap saja lo masuk ruang BK"

"Tuhan apakah tidak berdosa membunuh orang seperti Radit?"






The JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang