Aku segera kembali ke kelas karena sebentar lagi pergantian pelajaran, sesekali ku lihat kertas yang sedang ku genggam berisikan alamat rumah Genta.
Setelah masuk ke dalam kelas aku melihat Inggita yang masih memasang tampang cemberut, aku menghela napas sebaiknya ku iyakan saja ajakannya.
"Git jangan cemberut gitu dong, iya aku temenin deh"
Rayuku semanis mungkin
"Nggak usah deh Nay"
"Loh kenapa? Aku rela kok jadi obat nyamuk suer deh"
"Ihh Nay bukan itu, Gino hari ini ada tanding basket dengan sekolah lain makanya dia batalin, sebel tau nggak!"
Aku tersenyum sekaligus kasian dengan Inggita, dia selalu bermimpi bisa kencan seperti remaja pada umumnya.
***
"Mau kemana Neng?""Ke jalan Cendrawasih pak"
Supir taksi itu mengangguk, tekad ku sudah bulat pulang sekolah harus kerumah Genta lagipula Ibu sudah mengijinkan jadi aku tidak harus khawatir kalau nantinya pulang terlambat.
Ternyata jarak sekolah ke rumah Genta tidak cukup jauh hanya memerlukan 20 menit dan syukur saja hari ini jalan tidak macet. Ku periksa sekali lagi alamat yang Bahrun berikan setelah ku rasa sudah betul aku segera turun dan membayar.
Aku sebenarnya deg-degan bagaimana nanti jika saat melihatku Genta justru semakin marah atau tidak mau menemuiku tapi tidak punya pilihan lain bagaimana pun aku harus menemuinya.
Ku beranikan mengetuk pintu rumah sesekali ku hirup napas lalu menghembuskan dengan kasar bisa kurasakan tangan ku mulai basah karena keringat.
"Cari siapa Nak?"
Seorang wanita lansia membukakan pintu untukku, aku tersenyum canggung kepadanya.
"Gentanya ada Nek?"
"Teman sekolahnya Genta yah? Genta tadi keluar mari masuk"
Aku menolak tapi wanita yang kemungkinan besar merupakan Nenek Genta memaksaku untuk masuk jadi yah ku iyakan saja.
Aku duduk diruang tamu sesekali memperhatikan bingkai foto yang terpajang, mulai dari foto keluarga, foto sepasang suami istri yang sudah bisa ku tebak kalau kedua orang itu merupakan ayah dan ibu Genta tapi yang benar-benar menarik perhatian ku adalah foto seorang anak kecil yang tersenyum bangga dengan pakaian olahraga sambil memegang bola di sampingnya.
"Genta waktu kecil lucu"
Nenek datang membawa secangkir teh untukku, jujur saja aku canggung dengannya aku hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
"Baru kali ini ada teman Genta yang datang kerumah, perempuan lagi"
"Nama kamu siapa Nak?"
"Naya Rinjani Nek"
"Nama yang cantik sesuai dengan orangnya, jangan panggil Nenek yah panggil Oma saja biar makin akrab"
"I-iya Oma"
Kami bercerita banyak aku baru tahu kalau Oma ternyata orang yang sangat asik, dia bahkan memahami perkembangan remaja jaman sekarang dan yang lebih mengejutkan Oma ternyata tahu boyband asal korea mulai dari EXO, BTS dan Bigbang. Jika kalian pikir aku adalah seorang kpopers maka itu salah besar, aku tahu mereka dari Inggita yang selalu memperlihatkan beberapa video klip tapi aku tidak pernah ingin masuk ke dunia fangirl jangan tanya mengapa yah haha aku sendiri juga tidak tahu alasannya apa.
"Genta sudah kehilangan orang tuanya sejak kecil"
Pembicaraan mulai mengarah ke bagian serius itu semua terlihat bagaimana raut wajah Oma berubah tatapannya menampilkan kesedihan yang mendalam.
"Genta seperti anak pada umumnya dia tumbuh dengan baik dan suka sekali dengan sepak bola tapi hidupnya berubah total saat kecelakaan pesawat merenggut kebahagiaannya, bukan hal mudah untuk melewatinya ia bahkan masih tertutup sampai saat ini, tapi Oma percaya kamu bisa mengubahnya"
Oma mengelus telapak tangan ku sebuah tanda kalau dia mempercayai ku untuk menemani Genta, tapi aku tidak yakin semuanya terasa membingungkan.
"Omaa aku pula-...."
Genta terhenti saat matanya pertama kali menatap ku, mungkin dia sedikit agak terkejut dengan kedatangan ku mungkin.
"Nay kok bisa tahu alamatku?"
"Kalau kamu bisa tahu alamatku, kenapa aku tidak?"
Ia segera memberi bungkusan yang merupakan pesanan Oma, beliau juga segera meninggalkan kami berdua memberi kami celah untuk bicara.
"Ta, aku minta maaf yah"
Aku tertunduk, sedikit menyesal.
"Minta maaf apa Nay?"
"Gara-gara aku kamu kena skors"
Genta menyembunyikan senyumnya lalu sedetik kemudian menatapku.
"Naya, kamu nggak perlu minta maaf itu tugasku memberi pelajaran kepada siapapun yang berani mengganggu periku"
Entah bagaimana menjelaskannya tapi hatiku sedikit lega.
"Nay besok ada bimbel?"
"Nggak ada Ta"
"Besok aku masih kena skors pulang sekolah ku jemput yah? Mau?"
"Kemana emangnya?"
"Ke tempat yang bakalan kamu suka"
Aku mengangguk lalu ia tersenyum.
"Sudah sore Nay, kamu kuantar pulang yah"
Aku mengiyakan lalu pamit kepada Oma, Genta kembali membonceng ku dengan Vespanya.
"Oh yah Ta jaketmu ingin ku kembalikan"
"Kenapa di kembalikan? Itu untukmu Nay kemarin hanya modusku saja meminjamkan mu"
"Tapi Ta"
"Udah ah, Periku ternyata cerewet sekali"
Aku memasang tampang cemberut, aku tidak cerewet kok hanya saja banyak tanya . Aku nggak salah kan?
Sembari membonceng ku, sesekali ku dengar Genta bersenandung. Tak jelas terdengar karena suaranya beradu dengan angin dan suara knalpot vespanya yang ku akui sedikit bising hehe jangan beritahu Genta yah.
"Nay?"
"Hmm kenapa Ta?"
"Kalau nanti kamu rindu bilang yah jangan diam-diam meluk jaketku"
Aku mencubit pinggangnya dan dia tertawa. Genta ini ternyata suka sekali menggodaku. Aku kemudian memandang jalanan yang semakin senja semakin ramai oleh kendaraan tidak ada pembicaraan lagi Genta fokus membawa kendaraan dan aku fokus dengan pikiran ku sendiri tapi aku kaget ketika tangan Genta tau-tau meraih tangan ku untuk memeluknya.
"Peluk Nay nanti kamu jatuh kalau cuman narik bajuku nggak aman"
Aku memperhatikannya di kaca spion, meskipun tertutup helm aku tahu kalau Genta sedang tersenyum.
"Ta, kamu lagi nggak moduskan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey
Teen FictionAkan ku kenalkan kalian pada Genta ku asal janji jangan jatuh cinta padanya karena dia milikku meski semesta tak mendukung