Empat

12 3 1
                                    

Sepanjang perjalanan ke rumah aku memikirkan bagaimana bisa Genta mengetahui bahkan hapal alamat rumahku? Apa dia penguntit? Atau seorang intel? Haha aku bahkan bukan penjahat yang membocorkan rahasia negara sampai-sampai harus di ikuti oleh intel.

Supir taksi itu memberhentikan taksinya tepat di depan rumah, aku menyodorkan uang bermaksud untuk membayar tapi supir taksi yang rambutnya mulai di penuhi uban itu menolak, katanya lelaki yang di maksudnya adalah Genta sudah membayar.

Aku masuk ke dalam rumah, kosong dan gelap Mama nggak ada karena jam segini dia masih sibuk di kantor dan Papa? Papa sudah senang disana bersama Tuhan. Ku ceritakan sedikit tentang keluarga ku, 2 tahun yang lalu aku masih bisa merasakan kehangatan keluarga, makan bersama, nonton bersama, bahkan liburan bersama tapi semua itu berubah saat Papa yang kebetulan saat itu sedang ikut memancing dengan rekan kerjanya mengalami musibah. Kapal mereka karam dan hanya Papa yang tidak selamat tentu saja itu merupakan pukulan yang sangat berat untukku dan juga Mama yang tengah mengandung 3 bulan dan saat itu juga mengalami keguguran.

Aku bahkan sempat menyalahkan Tuhan karena Dia harus mengambil 2 nyawa yang aku sayangi. Tapi aku sadar jika aku tidak kuat lalu siapa yang akan menguatkan Mama? Ku usahakan untuk tetap tersenyum berusaha meyakinkan jika Mama masih punya aku.

Ku putuskan untuk keluar rumah untuk mencari makan, Mama tidak masak mungkin buru-buru tadi. Baru selangkah kaki meninggalkan rumah ku lihat sepedaku yang kini sudah terparkir di halaman. Secepat itu kah Genta membawa sepedaku padahal jaraknya lumayan cukup jauh, tapi yang menarik perhatian ku adalah sebuah kantongan kresek warna hitam yang ada di dalam keranjang sepedaku, aku yakin Genta yang menaruhnya karena aku tidak pernah menaruh sesuatu di keranjang sepeda. Segera ku buka untuk memastikan apa yang ada di dalamnya dan hanya sebuah kotak makan berwarna putih dan sticky note.

Tertulis disitu :

Cuacanya hari ini panas dan sebentar lagi akan hujan, kalau kamu keluar kamu akan mendapati dua cuaca itu. Selamat Makan

Genta :)

***
Aku berlari mengelilingi lapangan basket bersama dengan teman sekelasku, pemanasan untuk lari estapet nanti. Pak Qori tidak henti-hentinya membunyikan peluit untuk menegur beberapa siswa yang tidak berlari. Ini sudah putaran ketiga dan jujur saja aku lelah ku putuskan untuk berhenti sejenak mumpung pak Qori tengah asik berbincang. Tengah berusaha membuat napasku berpacu dengan normal tubuhku tiba-tiba tersungkur ketika seseorang menabrak ku dari belakang.

Rupanya itu si Joker, oh yah! Aku sekelas dengannya dan sesuai prediksiku dia benar-benar jadi bad boy. Namanya Raditya Anwar nama yang bagus tapi kelakuannya tidak entah kenapa setiap hari aku jadi korban kejahilannya, ku sebutkan yah.

Dia suka menarik rambutku, memaksaku mengerjakan tugas rumahnya, mengambil botol minumku, menjadikan ku bahan lelucon, dan yang saat ini dia menabrakku.

"Upss sorry sengaja hahaha"

Tertawanya sangat lepas seolah-olah menjahili orang memang sumber kebahagiannya. Kadang aku memarahinya tapi aku sadar dia malah makin menjadi jika ku tanggapi jadi saat ini lebih ku pilih diam.

"Awas saja Radit jika kesabaran ku habis, siap saja kau akan ku cakar!"

Inggita membantu ku berdiri sama sepertiku dia juga kesal dengan Radit pasalnya bekal yang selalu ia bawa tidak pernah bisa ia makan tahu kenapa sebabnya? Karena Radit selalu memakannya saat Gita tengah lengah entah kenapa tapi gerakan tangan Radit memang secepat kilat.

Selesai olahraga, aku dan Gita segera mengganti pakaian olahraga dengan seragam WC. Aku melihat Inggita mengoleskan lip balm pada bibir mungilnya.

"Git aku duluan yah"

Gita mengangguk dari balik cermin, aku segera meninggalkan WC dan berjalan menuju kelas. Koridor sekolah tampak sepi dan saat melewati kelas seni yang berada tepat di samping kelas ku sebuah tangan tiba-tiba menarikku masuk ke dalam ruangan itu.

Ingin berteriak tapi tertahan saat aku tahu siapa yang menarikku barusan, dia membekap mulutku membawaku semakin dekat dalam dekapannya.

"Ssst....."

Dia menyuruhku untuk diam lalu aku mengangguk saja, akhirnya dia melepas bekapannya lalu mengintip sebentar dan sekarang aku beradu tatap dengannya.

"Kamu sekarang belajar nggak?"

"Nggak"

"Kenapa?"

"Gurunya lagi sakit"

Dia tersenyum

"Sekarang ikut aku yah Nay"

"Kemana Genta?"

"Ke duniaku Nay, tapi kita kesana pakai pintu kemana saja"

Genta memang seperti ini yah? Suka ngelantur kalau bicara mana ada pintu kemana saja apa dia terobsesi dengan Doraemon? Tapi aku penasaran jadi tanpa aku sadari aku mengangguk saja dan itu membuatnya lagi-lagi tersenyum.

Dia menggenggam tangan ku, aneh saja tapi aku merasa aman di dekatnya. Ku ikuti langkahnya sampai pada sebuah tembok belakang sekolah.

"Ini pintunya Nay"

What?? Ini pintu kemana saja yang Genta maksud? Ini mah pintu pelarian para siswa yang tukang bolos. Tapi aku sekarang juga bolos dan itu karena Genta.

"Kamu mau bawa aku kemana sih Ta?"

"Tenang saja Naya Rinjani, aku tidak menculik mu aku hanya meminjam mu sebentar aku bahkan sudah meminta izin dari Mamamu"

Mama? Kapan Genta bertemu dengan Mama? Kok aku nggak tahu sih.

"Tadi pagi Nay aku datang kerumah mu, ternyata Mamamu cantik tapi tenang aku hanya menyukai anaknya"

Apasih orang ini!!

Genta menyuruhku naik ke atas Vespanya yang ternyata sudah ia parkir. Aku segera naik tapi ia tak kunjung menyalakan mesin motornya.

"Turun Nay"

"Mogok yah?"

Dia tidak menjawab melainkan memasangkan ku sebuah helm dan... jaketnya.

"Naya harus tetap aman kalau sama Genta"


The JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang