Bukannya panik, Atul malah mendengus kesal mendapati Icha tak sadarkan diri. Hanya khayalan shopping gratis yang membuatnya merasa senang. Dia menggetar-getarkan pundak Icha.
"Cha, bangun, Cha!" serunya sambil menatap kertas yang kini berada di tangan kirinya. Kertas itu berisi informasi-informasi yang pasti Icha sukai.
Icha bergerak-gerak lembut dan manja. Dia mengerjapkan mata sesekali, melukis bibir dengan bentuk-bentuk aneh layaknya orang baru bangun. "Eh, ada Atul. Icha di mana ini, Tul? Di kamar Icha, ya? Tapi, kok, nggak ada boneka beruangnya?"
Bibir Atul mengerucut. "Ya elah, Cha, baru juga sejam lo udah amnesia aja. Lo lagi di UKS. Masa lupa? Lagian kenapa lo malah ketiduran, sih? Adly meluk lo erat banget, ya, sampe-sampe bikin lo terbuai dalam mimpi gitu?"
Icha langsung mengambil posisi duduk. Dia tampak seperti orang yang terkejut dan mendadak tersadar akan sesuatu. "Oh, iya, Adly. Gimana, Tul, tadi Adly meluk Icha nggak?"
Atul mencibir. "Bukan Adly yang meluk Icha, tapi Icha yang maksa peluk Adly. Ya, mau nggak mau, deh, Adly meluk Icha juga. Cowok itu, kan, kayak kucing, kalo dikasih ikan, ya, disambar."
"Atul apaan, sih, kok, bahas-bahas kucing makan ikan. Atul lapar, ya, gara-gara ada kucing makan ikan di kantin! Ya udah, nanti Icha beliin ikan juga, deh!"
Atul berpaling sejenak. Dari gerakan bibirnya, dia tampak berkata-kata sesuatu, semacam luapan kekesalan, semacam gumaman, tapi tak mampu Icha dengar. Ketika kembali ke posisi semula, Atul segera menunjukkan kertas di tangan kirinya. Dengan cepat dia melupakan kekesalan itu demi shopping gratis.
"Nih, Cha! Di dalam kertas ini sudah ada semua informasi tentang Adly. Tadi gue udah paksa dia buat ngisi. Nanti lo baca sendiri, ya! Yang jelas tugas Atul selesai, kan!"
Icha menyambar kertas itu, tapi tak langsung dibacanya. Dia hanya menyimpannya di dalam saku bajunya. Ada hal penting lain yang mesti dia pastikan kepada Atul.
"Jadi bener, Tul, Si Adly tadi meluk Icha?" Mata Icha berbinar-binar seperti Cinderela yang baru saja menemukan sepatu kacanya. Bayang-bayang muncul dua garis positif pada test pack seketika menari-nari di dalam kepalanya. Tawa gembira Tante Wati tak kalah menguasai dalam pelupuk khayalnya. Tan, kali ini Icha pasti hamil.
Atul mengangguk, lebih tepatnya terpaksa mengangguk. "Iya, tadi gue lihat dia meluk Icha erat banget. Kayak cowok lagi gendong kardus isi piring gitu, Cha. Takut jatuh dan pecah."
"Serius, Tul?" Senyum berbunga-bunga terlukis begitu saja di bibir mungil Icha. "Atul nggak bercanda, kan! Jangan main-main, Tul! Ini sudah menyangkut harga diri seorang wanita sempurna."
"Iya, gue serius. Berarti Icha jadi, dong, traktir Atul shopping?"
Icha mengangguk-angguk senang seolah dia yang akan ditraktir shopping oleh Atul. "Pokoknya pulangan sekolah ini kita langsung ke mall, Tul. Atul boleh beli baju apa aja. Atul boleh makan apa aja. Tapi masih ada satu syarat lagi?"
Atul mendelik. "Ada syarat lagi! Apaan?"
"Habis shopping, Atul harus ceritain bagaimana cara Adly meluk Icha tadi. Setuju?"
Atul sempat bingung, tapi masa bodohlah. Apa susahnya mendeskripsikan soal cara orang memeluk orang lain. Itu hanya perkara gampang. Yang terpenting adalah shopping. Sudah lama dia tidak membeli baju baru, celana baru, rok baru, bahkan kutang dan celana dalam baru. Setidaknya dia bisa bilang ke ibunya di rumah nanti, tak perlu kredit lagi untuk beli baju, kutang atau celana dalam. Ini akan menjadi surprise yang luar biasa.
"Ok, Cha."
🚼🚼🚼
Tubuh Adly memang berada di posisi duduknya yang sekarang yaitu di dalam kelas, tapi nyawanya seolah terbang ke sebuah tempat yang serba putih, ruang UKS. Apalagi ketika dia mengingat rangkulan mesra Icha di kedua pundaknya yang seketika membuatnya terpaksa memeluk Icha lebih erat. Tak sadar dia senyum-senyum sendiri. Pandangannya tertuju pada plafon seolah di situ muncul tulisan Icha love Adly.
Namun wajah marah mamanya mendadak muncul dalam khayalan romantis itu. Pokoknya Adly nggak boleh sampe suka sama cewek. Adly nggak boleh sampe nembak cewek. Kalo cewek itu nerima cintanya Adly, berarti Adly telah menghamili anak perempuan orang.
Terpaksa Adly keluar dari lorong khayalan yang bertabur romansa itu. Padahal dia baru saja akan memasuki sebuah taman yang tumbuhannya berwarna merah muda semua, ada air mancur yang belahan pancurannya berbentuk hati, dan pijakannya lantai marmer bening kemerah-merahan. Di situ dia bergandengan tangan bersama Icha, tersenyum memadu kasih, lalu berujung ke sebuah pernikahan yang bahagia abadi. Sayangnya mamanya datang seolah menjadi malaikat maut yang mencabut nyawa kisah kasih mereka. Adly menggeleng-geleng. Dia kembali ke dunia nyata.
Seorang cowok tambun berkulit hitam yang semula Adly kira adalah kaki tangan dari malaikat maut tadi, mendadak memenuhi pandangannya. Tangannya menjulur ke wajah Adly, meminta sesuatu.
"Mana, Dly, nama-nama yang ikut belajar reproduksi di lab jam terakhir nanti? Jangan bilang lo lupa nyatat!"
"Eh, Acap, ngagetin aja. Sudah, kok, Cap. Entar, ya!"
Adly merogoh saku tasnya dan mengeluarkan selembar kertas yang isinya daftar nama itu. "Ini, Cap. Ini akan menjadi dua kloter, kan!"
"Iya," sahut Acap, sang ketua kelas itu sambil menyambut kertas di tangan kanan Adly. "Sisanya mungkin Minggu depan. Pokoknya nanti lo lagi yang tulis nama-namanya, ya! Ini bukan mau gue, tapi maunya Bu Warsih. Ya, kecuali kalau lo mau nilai Biologi di bawah lima."
"Iya, iya." Adly terpaksa setuju. "Di situ gue tulis lo jadi anggota kloter pertama yang belajar reproduksi di lab. Termasuk gue."
Acap mengangguk. "Iya nggak papa. Gue juga seneng kalo duluan belajar tentang reproduksi. Kapan lagi kita bisa tahu isi dalam-dalamnya cewek, ya, kan!" Acap tersenyum licik.
Adly hanya terdiam. Bayang-bayang wajah Icha masih menggentayangi tempurung kepalanya. Acap menyambar, "Halah, lo juga, kan, Dly! Ngaku aja. Nggak usah muna."
Sampai Acap pergi kembali ke tempat duduknya, Adly masih tetap hanyut dalam lamunan, sebuah masa di mana dia dan Icha bisa berpelukan mesra tanpa ada gangguan, mirip Teletubbies.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih SMA Kok Pengen Hamil?
Teen FictionUPDATE TIAP JUMAT [Baca cepat di Karyakarsa] "Tante bilang kehamilan adalah sebuah cara untuk menjadi wanita seutuhnya. Sejak saat itu aku pengen hamil dan melakukan segala cara agar bisa hamil meski aku sendiri masih SMA kelas 10, pastinya belum me...