Kita ini sama-sama cowok yang terlahir dengan pikiran mesum.
🚼🚼🚼
Pelajaran terakhir adalah Biologi yang membahas tentang reproduksi. Tempat eksekusinya di laboratorium.
Tak disangka ternyata kelas Mawar dan kelas Anggrek disatukan dengan rincian lima belas anak dari kelas Mawar, termasuk Icha dan Atul, lalu lima belas anak dari kelas Anggrek, termasuk Adly dan Acap. Mengerahui hal itu, Adly girang bukan kepalang. Belum saja jam pelajaran sebelumnya habis, dia sengaja izin ke toilet, padahal pergi ke laboratorium. Alasannya bukan karena ingin cepat-cepat mengetahui isi dalam-dalamnya cewek seperti Acap, tak lain karena Icha, cewek yang dianggapnya perfect itu.
Acap berlari menyusulnya dari belakang. "Nah, ketahuan, kan, lo! Nggak usah muna, deh. Lo juga pengen cepat-cepat tahu tentang alat vitalnya cewek, kan! Ini bukan jalan menuju toilet, Dly."
Adly menoleh. Dia terkejut mendapati Acap mengikutinya. "Loh, Cap, ngapain lo ngikutin gue? Nggak, kok, gue memang mau ke toilet. Udah sana! Gue mau pup, nih. Masa lo mau nungguin orang nyetor, sih!"
Acap mengibaskan tangannya ketika tepat berada di samping Adly. Kini mereka berjalan beriringan. "Halah, alasan nggak masuk akal. Mana ada jalan lain yang tembus ke toilet lewat sini. Koridor ini tembusnya ke lab. Udahlah, Dly, jujur aja. Lo pengen cepat-cepat tahu tentang payudara dan vagina, kan! Ngaku aja. Gue juga mau ke lab, kok. Gue udah nggak sabar. Udah lama gue memimpikan momen-momen seindah ini."
Adly memasang tampang blo'on, tapi dia sependapat dengan ketua kelas yang kulitnya sehitam pantat panci karatan itu. Saat-saat bisa bertemu dengan Icha adalah momen indah yang paling ditunggunya, kalah-kalah menunggu orang selesai buang hajat di saat kita juga kebelet. "Iya, Cap, lo bener. Pelajaran di lab kali ini bikin gue deg-degan. Ini memang momen indah."
"Nah, kan, ngaku juga akhirnya lo. Gue ngerti, Dly. Kita ini sama-sama cowok yang terlahir dengan pikiran mesum. Makanya gue rela nahan malu buat jadi teman lo aja."
Adly kaget. Dia berhenti melangkah. "Nahan malu? Maksud lo apa, Cap?"
"Ya elah, maaf-maaf, nih, ya, Dly. Ini kenyataan. Lo lihat aja penampilan lo. Mana ada yang mau berteman sama anak culun kayak lo. Cuma gue, Dly, cuma gue. Gue rela nahan malu demi jati diri seorang pria yang menemukan spesies sejenisnya."
Sialan lo, Cap. Lo pikir penampilan lo bagus apa. Penampilan kayak sikat toilet gitu aja dibangga-banggain. Heran juga gue, kenapa dia yang terpilih jadi ketua kelas, ya, kemarin? Matanya Bu Warsih memang sudah picak.
"Iya iya aja, deh. Daripada nanti bulu hidung lo muncrat keluar."
Acap tak tersinggung dengan umpatan Adly itu. Momen indah bisa mengetahui isi dalam-dalamnya cewek telah membuat segala sesuatu menjadi membahagiakan di hatinya. Sebentar lagi gue bakal tahu rahasia para wanita yang terdalam. Acap terkekeh-kekeh.
"Kenapa lo malah nyengir kayak kuda nemu daleman, Cap?" Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri koridor. Jangan-jangan ini anak senang lagi kalo dikatain mirip pantat panci karatan.
Acap sedikit pun tak menjawab. Pandangannya menerawang jauh seolah tengah membayangkan bakal masuk surga. Adly bergumam sendiri. "Ah, masa bodohlah! Pokoknya gue harus duduk di sampingnya Icha nanti di lab. Singkirkan orang-orang yang menghalangi rencana ini! Gue nggak rela ada orang lain yang duduk di sampingnya Icha nanti, apalagi cowok, seperti tadi waktu jam istirahat gue nggak rela ada cowok yang gendong Icha ke UKS."
"Lo ngomong apa barusan, Dly?"
Adly tersenyum salah tingkah. "Eh, nggak, kok, nggak. Bukan apa-apa, Cap." Apalagi kalau sampe lo yang duduk di sampingnya Icha. Bakal gue ajak begulat di kolam kangkung pokoknya lo, Cap.
Obrolan itu terhenti saat mereka tiba di laboratorium. Acap langsung duduk di deretan paling depan. Bahkan dia memajukan meja dan bangku itu sengaja, sehingga tampak lebih menjorok ke depan daripada penataan meja-meja dan bangku-bangku lain.
Sedangkan Adly, justru berdiri di depan pintu laboratorium, mirip penyambut tamu di kondangan tetangga.
🚼🚼🚼
Ini semua gara-gara Atul. Karena Atul mendadak ingin buang air kecil, barangkali karena tadi kebanyakan minum es coklat traktirannya Icha di kantin. Alhasil sekarang Icha harus duduk dengan cowok culun berkacamata besar. Rupanya Icha lupa kalau cowok itu adalah Adly.
"Ngapain, sih, lo duduk di samping Icha? Kita, kan, nggak kenal. Lagian lo siswa dari kelas Anggrek, kan. Sana, sana!" Icha menggerutu kesal. "Seharusnya Atul yang duduk di situ."
Karena merasa mendapatkan posisi duduk di samping Icha sama susahnya dengan mengerjakan soal ulangan Matematika, Adly enggan beranjak. Dia tak peduli dengan desakan Icha yang menyuruhnya pergi. Malah dia senang melihat Icha rewel begitu, makin cantik dan imut.
"Lo nggak ingat sama gue, Cha?"
Icha mengerucutkan hidung. "Loh, lo, kok, tahu nama Icha?"
"Icha, kan, dari tadi sebutin nama. Makanya gue tahu."
Icha sempat salah tingkah. Jemarinya menutup bibirnya. Dia tak sadar telah menyebutkan nama sendiri dalam setiap percakapan dengan siapapun. "Udahlah! Apa pun alasannya, Icha mau lo pergi dari tempat duduk Icha. Di situ tempatnya Atul. Atulnya lagi ke toilet, pipis. Nanti dia duduk dimana kalau lo yang duduk di situ?"
Adly malah tersenyum. Dalam pandangannya Icha semakin menggemaskan. "Kan masih banyak bangku kosong, Cha. Icha tenang aja. Atul nggak bakal hilang, kok."
Icha semakin kesal. Dia berdiri dan merangsek buku-buku tulisnya. "Ya udah, kalau lo nggak mau pergi dari situ, biar Icha aja yang pergi." Dengan gerakan yang kasar dan bentuk bibir yang agak dimonyongkan, Icha pergi ke tempat duduk di bagian belakang.
Adly berteriak berusaha mencegatnya. "Cha, Cha, Icha mau kemana? Duduk sini aja sama Ad-"
Acap tiba-tiba muncul di sampingnya. Dia terbahak-bahak dan tanpa sadar telah memotong kalimat Adly kepada Icha barusan. "Dly, Dly, gue bener, kan! Bahkan cewek culun aja nggak mau berteman sama lo. Padahal kalian satu spesies."
"Teman kesusahan malah diketawain. Dasar pantat panci!"
Acap pergi sambil tertawa memegangi perutnya. Dia sama sekali tak tersinggung dengan ejekan Adly. Namun itu tak berlangsung lama. Acap terpesona ketika melihat seorang cewek muncul di mulut pintu. Rambut cewek itu terbang-terbang indah ditiup angin yang entah berasal dari mana. Acap memandangi setiap langkah kakinya sampai berhenti tepat di tempat duduk Icha.
"Atul, kok, lama banget, sih, pipisnya? Icha lagi kesel, nih, sama tu cowok culun."
Ya elah, Cha, lo juga culun kali.
Atul memandangi ke mana arah telunjuk Icha. Seketika kaget mendominasi diri Atul. Cepat-cepat dia menatap Icha lagi. "Cha, lo nggak salah kesel sama dia! Lo lupa, ya, dia siapa?"
"Emang dia siapa, Tul?"
"Icha beneran nggak ingat?"
"Iya."
"Itu Adly, Cha, Adly. Cowok yang gendong Icha ke UKS tadi."
Icha terkejut dan langsung berdiri. "Hah, serius, Tul?"
"Iya, itu Adly, Cha."
"Ya udah, Atul duduk di sini aja! Icha mau duduk sama Adly."
Icha bergegas menghampiri tempat duduknya yang tadi. Namun entah kenapa sekujur tubuhnya menjadi lemas. Pandangannya buram. Seluruh isi di dalam laboratorium itu berputar-putar, lalu terdengar bunyi sesuatu yang jatuh. Suasana menjadi gelap dalam pandangan Icha. Hanya gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih SMA Kok Pengen Hamil?
Teen FictionUPDATE TIAP JUMAT [Baca cepat di Karyakarsa] "Tante bilang kehamilan adalah sebuah cara untuk menjadi wanita seutuhnya. Sejak saat itu aku pengen hamil dan melakukan segala cara agar bisa hamil meski aku sendiri masih SMA kelas 10, pastinya belum me...