Kembali kemasa lalu sama saja seperti seorang pesulap yang mengetahui masa depan sebelum terjadi~
Icha masih berusaha keras untuk menetapkan jawaban paling tepat saat ini. Baginya ini adalah pilihan tersulit dalam hidupnya. Tapi tidak ada salahnya untuk memberi kesempatan keduakan.
"Lo.. Lo serius?" akhirnya ucha membuka suara.
"Gue serius cha," jawab raka secara lantang.
Icha kembali menimbang-nimbang keputusannya, tangannya digenggam kuat, tubuhnya kaku. "Iya gue mau jadi pacar lo lagi," akhirnya icha membuat keputusan. Apakah keputusan ini akan menjadi penyesalan atau kebahagian, itu hanya Tuhan yang tahu.
Raka tersenyum, sementara yang lain mengucapkan 'cie' panjang serentak. Setelah acara itu, mereka melanjutkan acara berikutnya yaitu makan malam dibawah sinar bintang dan bulan.
* * *
Dipinggir danau, mereka merentangkan tikar diatas rerumputan hijau, dibawah pohon. Tapi langit tampak kuramg bersahabat kali ini. Banyak yang mereka diskusikan disini. Tapi Raka masih juga seperti awal pertemuannya dengan Azka, rasa penasaran terbesarnya, alasan apa kepindahannya ke jakarta dari Aceh? Berulang kali ia melirik Azka untuk bertanya akan hal ini.
"Zka, guee boleh tanya?" gelak tawa mereka terhenti tiba tiba. Tapi raka takut jika pertamyaannya ini akam membuat azka tidak nyaman.
"Boleh,"
"Emm lo sekarang harus ngomong gue lo aja sama semua orang," alih-alih raka.
"Nanti aku coba,"
"Sekarang dong," kata aurel.
"Eh gausah zka, lo tetap ngomong aku kamu aja, itu kan diri lo jadi jangan mau diatur-atur," icha membela. Apa-apaan ini? Icha tanpa memikirkan sikap raka nanti nya akan seperti apa malah membela azka.
"Yauda jangan diributin. Lagian apa salah nya ngomong gue-lo atau aku-kamu, itu sama aja elah," farel angkat bicara.
"Lo juga sih rak," tambah barra.
Setelah itu keheningan saja yang didapat, hanya angin yang berani bersuara, berlari kesana kemari.
"Eh cogong, lo kenapa pindah ke jakarta?" tanya aurel pada azka, ia memanggil azka dengan sebutan cogong yang memiliki kepanjangan Cowok songong, karena baginya azka adalah cowok yang songong. Padahal azka adalah anak yang baik tidak seperti anggapan aurel.
Raka membulatkan matanya mendengar pertanyaan aurel, "kenapa nekad banget ni anak nanyaknya," umpat raka dalam hatinya."Iya kita-kita mau tau dong kenapa lo pindah kesini," tanbah barra.
"Oke gue akan cerita," azka siap siap akan bercerita tapi karna azka menyebut dirinya dengan kata gue, langsung disambut oleh aurel.
"weh si cowok polos udah gedeee!" Icha langsung membekap mulut aurel yang selalu kelewatan itu.
"Udah jangan dengarin aurel. Lo lanjut cerita," pinta raka penasaran.
"Jadi..." saat Azka ingin bercerita, hujan turun dengan derasnya. Barra, farel, raka dan icha langsung berlari untuk mencari tempat berteduh. Tidak dengan azka dan aurel. Keduanya tampah menangis. Bedanya Azka menangis bahagia, dan aurel menangis kesedihan.
Aurel menangis, tanpa disadari Azka karena air matanya telah menyatu dengan air mata dari langit "Gue benci hujan," gumam Aurel dalam hati. Dulu Aurel adalah salah satu pecinta hujan, karena dulu hujan membuatnya bahagia bersama Vino, cinta pertamanya. Dan sekarang saat kebahagiaannya telah pergi, ia benci hujan, karena hujan mengingatkannya akan Vino.
"Gue suka hujan," pekik Azka ditengah rerintikan hujan. Berbeda dengan Aurel yang membenci hujan, Azka malah menyukai hujan. Hujan membuat perasaannya damai. Dan melepaskannya dari stres.
Aurel memandang tajam ke arah Azka saat mendengar Azka berteriak bahwa ia menyukai hujan. Aurel tidak suka hujan, berarti ia juga tidak suka kepada orang yang menyukai hujan.
"Aneh," desis aurel pelan."Woyy mesra banget hujan-hujanan bedua," teriak Barra dari gubuk kecil sekitar 100 meter dari danau.
Namun Azka dan Aurel tidak mengubris teriakan Barra tadi."Yuk neduh, ntar lo sakit," ajak Azka kepada Aurel. Azka juga sudah memakai bahasa gue lo dalam percakapannya. Lagipula benar kata raka, dijakarta ini ia harus terbiasa dengan bahasanya juga.
Aurel menepis tangan Azka. "Gausah sok perhatian,"
"Lo nangis?" tuduh Azka."Enggaklah, ngapain juga gue nangis, ini air hujan," jawab Aurel berbohong.
"Mata kamu sembab gitu," ujar Azka.
"Elah lo ngomong konsisten, lo lo aja jangan campur kamu lagi," elak aurel.Azka hanya diam membisu, wajahnya menengadah ke langit. Ada apa hari ini? Kenapa langit menangis?
Setelah itu hujan reda, mereka kembali ke villa untuk membersihkan diri mereka masing-masing. Malam ini mereka hanya beristirahat, karena hujannya akan bersambung dimalam nanti. Lalu keesokan harinya mereka akan kembali ke jakarta.
* * *
"Gimana piknik lo? Seru?" tanya kemal yang tiba-tiba nongol di depan pintu kamar Azka.
"Ganggu aja sih lo, gue mau istirahat!"
"Cielah adik gue udah gaul," ujar kemal.
"Lo gadak kerjaan apa ya? Asik gangguin gue aja!" cercah Azka lalu menarik selimutnya untuk bersiap tidur.
"Yaudah, gue mau keluar. Lo hati-hati dirumah sendiri,"
"Bunda sama papa mana? Terus bi asih kemana?" tanya Azka.
"Bunda di butik, papa kerja, bibi belanja," jelas kemal. Lalu melenggang pergi tanpa menutup pintu kamar azka kembali.
"Woy asal aja elah bukan ditutup lagi tu pintu!" teriak Azka.
Azka tampak tak bisa tidur. Ada perasaan mengganjil dalam hatinya. Dia tampak membolak balikkan tubuhnya tapi tetap sama.
"Gue mikirin apa ya, ah perasaan gue aja kali," gumam Azka dalam hati lalu memaksa menutup matanya.
🍃🍃🍃
Vommentnya 😚
KAMU SEDANG MEMBACA
AZKA Aditama
Fiksi RemajaAzka aditama, seorang yang berusia hampir 17 tahun, memulai kehidupan barunya. Setelah sekian lama terpisah dari keluarga kandungnya. Hari pertama sekolah langsung menjadi pembicaraan apalagi kaum hawa. Dan langsung dinobatkan most wanted sekolahnya...