Bagian 03

64 23 1
                                    

"Anak ibu hanya demam biasa, setelah meminum obat penurun panas ini, nanti juga akan segera pulih", ucap dokter setelah memeriksa keadaan Amira, anak dari Haura. Ibu muda itu hanya bisa menganggukkan kepala, sebagai jawaban. Kembali ke ranjang menemani sang anak yang sedang terbaring lemah. Meskipun dokter telah mengatakan bahwa anaknya hanya mengalami demam biasa. Namun, masih terlihat jelas gurat kesedihan  serta khawatir di wajahnya.

" Biar Abang yang menebus obatnya, di apotek. Kamu disini jagain ponakan kesayangan Abang!", ucapku mencoba sedikit menghibur.

Flashback on

"Abang tolong Haura!"

"Ada apa, dek? Kenapa menangis?",

" Amira dari tadi rewel terus Bang, badannya juga panas banget, hiks.. Hau..ra hiks..takut Amira kenapa-napa," dengan suara terbata di sebrang panggilan, Haura mencoba menjelaskan.

"Mas Azra belum pulang kerja Bang, Haura bingung harus minta tolong sama siapa,untuk bawa Amira ke rumah sakit?", kembali gadis itu melanjutkan ucapannya. Kutarik nafas, mencoba menenangkan diri, Haura memang sudah menjadi seorang istri dan juga ibu. Tapi sikap kekanakannya masih ada, belum berubah, mungkin karena anak perempuan satu-satunya di keluarga kami.

"Baiklah, sekarang kamu tenangin diri kamu dulu, jangan panik! Biar Abang yang mengantar kalian ke dokter, tunggu Abang!",

Flashback of

Setelah kembali dari apotek dan kembali ke ruang rawat Amira. Ternyata sudah ada Azra, adik iparku, suami Haura disana.

"Ini obat yang harus di minum Amira.", aku menyerahkan sekantung plastik berisi obat yang aku tebus tadi pada Azra.

" Terima kasih, Bang." ucap Azra singkat sembari menerimanya. Azara, memang  tipe orang yang irit bicara. Sangat berbeda dengan Haura yang cerewet, mungkin karena Haura perempuan? Atau jodoh memang harus saling melengkapi seperti mereka berdua contohnya?

"Abang pulang aja, sudah ada mas Azra, yang menemani kami berdua disini.", ucap Haura yang terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Dengan Amira yang sudah ada dalam gendongannya.

" Iya Ra, Abang juga harus balik lagi ke kantor, ada pekerjaan yang harus segera di selesaikan," ucapku pada Haura dan Azra. Sebenarnya berat untuk meninggalkan Amira, putri kecil kesayangan itu. Tapi, di kantor ada pekerjaan yang harus segera aku selesaikan.

"Terima kasih sudah mengantar anak dan istri ane Bang," ucap Azra sambil tersenyum ramah khas dia. Aku ikut tersenyum melihatnya.

"Istri antum, adik ane juga. Sudah menjadi tugasku sebagai seorang Kakak." jawabku sambil melayangkan tinjuan ringan ke pundaknya, dan di balas kekehan oleh Azra dan Haura. Saat aku hendak membalikkan badan ke arah pintu, tiba-tiba pintu telah di buka terlebih dulu. Oleh seseorang dari luar.

"Permisi, Assalamualaikum," ucap seseorang tersebut.


Hallo aku kembali, semoga gak ngebosenin ya, mohon krisannya vote, dan komentarnya juga. Semoga ada sisi baiknya yang bisa diambil dari tulisan aku :v

Tentang SetelahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang