Allah adalah sebaik-baik penulis sekenario. Tugas kita hanya mensyukuri apa yang telah di tentukan-Nya.
Entah sebuah takdir atau hanya sebuah kebetulan. Setahuku, segala sesuatu yang terjadi, sudah ditetapkan oleh sang Maha Pemilik sekenario hidup. Seperti saat ini, berada di dalam ruang rawat pak Ahmad, untuk melaksanakan ijab kabul. Hal yang tidak pernah aku bayangkan, bahkan pikirkan sebelumnya. Terlihat seorang gadis berjilbab lebar. Yang berdiri di sebrangku, dengan wajah yang tertunduk. Sesekali hanya menghapus jejak air mata yang membasahi pipi.
Gads itu, yang aku temui sewaktu berada di ruang rawat Amira. Keponakanku.
Flas Back On
Setelah aku memberitahukan alamat rumah sakit, dimana pak Ahmad di rawat. Sambungan telepon langsung terputus secara sepihak. Aku kembali menemui Rio ke ruang tunggu. Sambil mendudukkan diriku ke kursi.
"Apa keluarganya, sudah ada yang datang?"
Tanyaku pada Rio, mengingat sambungan teleponku sudah di putus secara sepihak, membuatku berpikir, apa gadis itu sudah sampai?
Belum spat Rio menjawab pertanyaanku. Dokter lebih dulu membuka pintu dari dalam ruang rawat. Sambil berkata,"Keluarga, pak Ahmad?"
Tanyanya,belum sempat kami menyahuti pertanyaan sang dokter, suara seorang perempuan justru yang menyahuti."Saya."
Jawabanya lantang, sembari mengatur nafasnya yang tersenggal akibat berlari. Sontak, kami bertiga mengalihkan pandangan padanaya. Saat mataku bertemu tatap dengannya, hanya lima detik. Sebelum dia beralih pada sang dokter untuk untuk menanyakan kondisi pak Ahmad. Kenapa wajahnya tidak asing? Seperti aku pernah melihat sebelumya. Batinku bertanya-tanya."Bagaimana kondisi Abah saya, dokter?"
Suaranya menyadarkan lamunanku. Gadis itu terlihat sangat menghawatirkan laki-laki yang sedang terbaring lemah di atas bangkar."Begini, kondisinya sangat lemah. Serangan jantung yang tiba-tiba menyerangnya, mengakibatkan, seluruh tubuhnya menjadi bengkak dan membiru. Sangat mengganggu saluran pernafasannya.
Pernyatan dokter barusan, tidak hanya membuat putrinya shok. Tapi aku juga Rio. Kami semua kaget dan tidak menyaka jika pak Ahmad memiliki riwayat penyakit jantung.
" jaa..di.. A..a..bah punya penyakit jan..t..u.ng?"
Ucap gadis itu pilu, dengan terbata. Sepertinya gadis itu juga baru mengetahui mengenai kondisi sang Abah yang memikiki riwayat penyakit jantung."Hiks...hiks... A..a..b..ah",
Gadis yang kini berurai air mata itu, tak kuasa menahan kesedihannya. Bersimpuh di lantai, merenungi nasib sang Abah. Sungguh melihatnya seperti itu membuatku tak tega. Ingin rasanya aku merengkuh pundaknya, memberikan kekuatan padanya. Sadar atas apa yang aku pikirkan salah, segera aku merapalkan istighfar sebanyak-banyaknya dalam hati. Apa yang terjadi padaku?
"Pakailah ini. Dan segeralah tenangkan dirimu, basah wajahmu dengan berwudu. Laa tahzan, InnallAha maa'anna. Bukankah Allah berasama orang yang sabar? Beliau, tidak butuh tangisanmu. Beliau butuh doa dari kita semua.
Semabri menyidorkan sapu tangan milikku ke padanya. Tak tahu dapat keberanian dari mana, aku mengucapkan semua itu. Tapi sungguh, melihatnya terus menangis, membuatku merasa iba. Ya hanya kasihan tidak lebih, aku harap begitu.
"Astaghfirullah," ucap gadis itu lirih, namun masih bisa aku dengar. Menerima sapu tanganku, sambil beranjak dari lantai.
"Terima kasih,"
Ucapnya singkat, kembali menunduk dan berlalu pergi. Dengan sikapnya yang tetap cuek, seperti acuh tak acuh."Ckk, sudah di tolong tapi responnya cuman begitu?",
Celutk Rii yang sedari tadi memerhatikan.Aku menhela nafas, sebelum menanggapi ucapannya.
"Jaga ucapan antum, memng seharusnya begitu. Sikap yang harus di tunjukan oleh seorang wanita, kepada laki-laki yang bukan mahromnya."Jawabku mengingatkan Rio, yang sifatnya memang tidak suka jika merasa ada orang yang tidak menghargainya, mengacuhkannya tepatnya.
"Ehem, ada yang lagi jatuh cinta nih,agaknya?"
Ucapnya asal sambil tersenyum penuh arti padaku. Membuatku semakin dongkol di buatnya.
"Apaan sih, antum. Jangan ngadi-ngadi gitu dong. Udah kaya bocah dah antum."
Jawabku kesal, rapi sebagian dari hatiku merasakan hal lain, semisal 'dagdigdug' dan membuatku menarik sedikit ujung bibirku."Hahahha, iya-iya paham. Yang lagi senyum gak jelas gini."
Seketika Rio berhenti menertawaiku, saat dokter kembali membuka pintu dengan raut wajah yang sulit di artikan.
"Nona ,Sifa? Pak Ahmad..
🌵🌵🌵🌵🌵
Assalamualikum, hallo semua, apa masih ada yang baca cerita ini? :( saya harap masih ya :)
Tinggalkan saran ya, di kolom komentar hehe, semoga masih suka maaf masih ada typo.Aku datang kembali di jam ini semoga tidak menggangu waktu teman-teman :)
Selamat membaca.
Salam dari aku, semiga kita semua di berikan kesehatan :)See uu😘🙏
![](https://img.wattpad.com/cover/143016681-288-k825274.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Setelahnya
General Fiction"Sendiri bukan berarti kesepian. Namun, terkadang sebagian orang mengangap kesendirian itu sebagai 'aib' di cap tak laku. Begitulah yang sedang dirasakan oleh Pemuda bernama Malik Rajaindra. Duda tampan, mapan, dan soleh. Kegagalan dalam berumah tan...