Mohon dukungannya dengan vote, komen serta folbakcnya ya:)
jazakillah
selamt membaca😇
*
*
*
*"Mas, kenapa panggil nama aku, dengan nama tengah?",
Tanyanya penasaran"Karena saya ingin", jawabku santai sambil menikmati makan malam kami.
"Apa, kamu merasa keberatan? Atau mau saya panggil dengan nama lain? Sayang, misalnya?", hal yang paling bikin aku senang adalah, melihat pipinya merona, seperti saat ini.
"Mas, Malik, apaan sih, kan malu kalau di dengar orang", katanya membuatku terkekeh mendengarnya.
"Khai, mulai sekarang kamu harus terbiasa, dengan panggilan baru, kamu. Tapi, itu khusus dari saya, ke kamu. Orang lain cukup memanggil dengan nama depan, kamu aja.",
Tegasku, sambil menatapnya bahagia.
"Iya, iya Sif-, eh Khai mau", jawabnya sambil tersipu.
***
Setelah membayar makanan kami kembali ke dalam mobil. Kembali melanjutkan perjalanan.
" Khai? Mau jalan-jalan sebentar?",
"Mau, Mas, tapi kan Mas Malik baru sampai, apa tidak capek?"
Aku menggeleng.
"Tadi sih, capek. Tapi sekarang udah nggak, pas sudah lihat kamu" ucapku sambil tersenyum jahil ke arahnya.
"Gombal", jawabnya sambil terkekeh.
"Gombal, sama istri sendiri gak apa, Khai", kami sama-sama terkekeh sambil Khaira menggelengkan kepala.
Setelah beberapa menit, perjalanan kami sampai pada tujuan. Aku memarkirkan mobil. Setelah itu berjalan, sambil menggengngam jari istriku. Begitu sampai, kami di sambut dengan gemerlap lampu warna-warni yang menghiasi kerumunan orang. Khas pasar malam. Aku mengajak gadisku ke pameran pasar malam.
Dia terlihat berbinar, saat menatap banyaknya orang. Ada yang sedang menawarkan mainan anak-anak, melayani pembeli dengan cemilan yang di jualnya, ada beberapa wahana permainan yang tak kalah ramainya oleh orang yang ingin mencoba wahana itu.
Kami terus mengelilingi tempat ini, sambil masih bergandengan tangan. Aku sempat menanyai istriku, apa ada yang ingin di beli? Dia bilang sedang tidak ada yang ingin di beli. Hanya ingin melihat-lihat saja, sudah membuatnya senang, katanya.
Kami berhenti di salah satu penjual tiket 'Bianglala' aku melihat sedang banyak orang yang sedang mengantre, untuk membeli tiketnya. Ide terlintas, di pikranku, aku ingin mbelinya juga, mnyenangkan berada di atas ketinggian dengan seseorang ada di sebelahku. Tanpa pikir panjang lagi aku akan ikut mengantre, untuk membeli tiketnya.
"Khai, tunggu disini, sebentar saya mau ikut mengantre", kataku sambil menunjuk ke arah antrean
"Mas, mau, beli tiket juga?"
"Iya, tunggu sebentar ya,"
kataku sambil berlari ke arah antrean, tanpa menghiraukan Khaira, yang terlihat masih ingin mengatakan sesuatu. Setelah lama mengantre, aku mendapatkan dua tiket untuk bisa menaiki wahana 'Bianglala'. Aku segera menghampiri gadis yang sedang mengenakan jilbab berwarna biru muda, yang terlihat sedang asik melihat anak-anak, di dampingi orantuanya sedang menaiki kuda poni.
"Hai, lihat, saya sudah mendapatkan tiketnya," kataku tersenyum simpul melihatkan dua tiket yang sedang aku pegang, berjalan mendekat ke arahnya. Bukannya ikut senang, justru gadis itu menunjukkan mimik wajah yang terlihat cemas? Apa yang terjadi padanya? Mungkin dia hanya kesal karena aku meninggalkannya cukup lama, tadi.
"Hei, apa ada masalah? Kenapa kamu terlihat cemas, Khai?" aku mencoba untuk menanyakannya. Tapi dia hanya menggelengkan kepala, sambil mainkan jarinya, apa dia gugup?
"M-mas? Se-benarnya Khai.." dia berhenti bicara. Kembali diam, aku menunggu kelanjutannya, tapi suara intruksi dari si Abang tukang 'Bianglala' mengalihkan kami.
"Mas, sekarang gilirannya, untuk naik", ucap Abang itu ramah. Aku menganguk, kembali aku menggandeng tangan istriku, menuju ke Bianglala, untuk segera menaiki wahana itu.
Aku naik terlebih dulu, setelah itu aku mengulurkan tanganku, untuk membantu Khaira. Gadis itu terlihat ragu saat menyambut ukuran tanganku. Dengan ekpresi wajah yang masih sama, cemas. Perlahan dia naik dan terduduk di sebelahku. Aku tersenyum melihatnya.
Duduk dengannya, dengan jarak sedekat ini, jantungngku terasa ingin lepas, dengan bunyi dagdigdug dengan irama tak beraturan.
"Pegangan,Khai, biar gak jatuh." kataku mengingatkannya, dia menganggukkan kepala. Sedari tadi dia masih sibuk memainkan jarinya, semenatara sebentar lagi wahananya akan segera di jalankan.
Perlahan,tapi pasti tempat duduk yang kamo duduki mulai bergerak, Abang yang mengendalikan Bianglalanya mulai menambah kecepatannya, awalnya berjalan pelan, sedang, hingga putarannya berubah dengan sangat kencang, mengombang-ambingkan, kami yang sedang duduk, berada di atas ketinggian yang tidak terlalu pendek, juga tak terlalu tinggi.
Saat aku sedang menikmati semilir angin malam yang berhembus, aku merasakan ada yang memeluk erat pinggangku. Saat aku menoleh, itu tangan milik istriku. Aku bahagia melihatnya, dia sudah tidak canggung lagi, pikirku. Keningku berkerut, saat aku mendengar isakkan kecil, dan kemejaku terasa basah, apakah air mata? Khaira menangis?
🌵🌵🌵🌵
Assalamualaikum, hallo😍
Apa kabar?
Maaf baru update, semoga masih setia ngikutin cerita iniMohon maaf masih banyak tipo
Sayang kalian 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Setelahnya
General Fiction"Sendiri bukan berarti kesepian. Namun, terkadang sebagian orang mengangap kesendirian itu sebagai 'aib' di cap tak laku. Begitulah yang sedang dirasakan oleh Pemuda bernama Malik Rajaindra. Duda tampan, mapan, dan soleh. Kegagalan dalam berumah tan...