Aku adalah bagian dari masa lalu mama, bukan dari bagian masa depan mama, bukan dari rencana kehidupan mama dan bukan dari bagian kisah hidup mama
🥀🥀🥀
Aku menatap Karel dari ujung kepala sampai ujung kaki, wajahnya dipenuhi lebam dan diujung bibirnya terdapat luka yang mengeluarkan darah. Beberapa kacing bajunya terbuka, dan sedikit robekan di kerah bajunya.
Aku mengambilkan kompresan es untuk meringankan lebam di wajahnya. Ia hanya menatap lurus, saat aku lebih memperhatikan kearah dahinya, aku melihat darah yang masih segar keluar dari lukanya.
"Karel ayo ke klinik atau ke dokter!" Kataku sambil menarik lengannya. Ia hanya tersenyum dan berkata, "Gue gak punya uang" katanya sambil tersenyum. Aku mengambil beberapa lembar uang di dompetku, untung saja om Erwin sudah memberikan uang jajan bulanan.
"Ayo Keyma punya uang" kataku, aku takut jika akan terjadi sesuatu hal yang buruk. "Tapi Lo butuh uang itu" katanya. "Ayolah Rel, please nurut aja, gue punya uang simpenan lebih kok" kataku, akhirnya Karel menuruti kemauan ku.
Aku memperhatikan Karel ketika ia diobati oleh dokter, Karel tidak mengeluh sama sekali. Mungkin orang-orang akan berfikir jika karel adalah anak nakal yang memiliki hobby untuk tauran, tapi nyatanya mereka tidak mengetahui fakta gila yang ia sembunyikan..
Aku membeli roti dan susu kotak dan bersama sama memakannya dengan Karel. "apa sakit?" Tanyaku, Karel mengangguk.
"Kali ini apa?"tanyaku, Karel tersenyum getir.
"Gue gak terima papa pukulin mama, jadinya.. gini deh" katanya pelan. Aku mengangguk tak tau harus berkomentar apa, kami hanya anak anak remaja yang belum ngerti kehidupan orang dewasa, tetapi mengapa kami yang harus menerima konsekuensi dari perbuatan orang dewasa.
"Mama Lo sekarang gimana?" Tanyaku pelan, "Mama sementara tinggal di rumah temennya, mungkin mama akan balik lagi ke papa" katanya dengan suara serak.
Aku menggenggam tangan Karel, aku tau ini berat untuknya bahkan sangat berat, Karel bukan berandalan yang selalu dicap sampah di masyarakat, ia hanya butuh pelampiasan untuk masalah di rumahnya.
"Gak ada tempat yang nyaman untuk kita ya?"kataku, Karel mengangguk.
"Kalau aja kita mati.. atau kalau aja kita gak ditakdirakan untuk hidup mungkin semuanya akan jauh lebih baik" kataku, Karel mengusap air matanya, ia menunjukan sisi lemahnya.
"Gimana mama Lo?" Tanya Karel pelan.
"Mama.. Lo tau kan ? Jauh lebih baik sekarang sikapnya" kataku berbohong.
"Dia lebih sering ngirimin surat buat Lo? Atau pesan?"
"Hmm, mama jadi lebih peduli sama hidup gue, kayanya gua dapet sinyal lampu hijau deh" kataku pelan. Aku menggenggam tangan karel. "udah makan?" Tanyaku, Karel menggeleng pelan. Aku mengajaknya memakan bakmie didekat klinik. Sebenarnya Karel enggan untuk makan, tapi perutnya tidak bisa berbohong.
"Keyma sorry kalau gue ngerepotin Lo" suaranya terdengar serak, aku mengangguk. Padahal aku juga sering merepotkan karel.
"Sembuhin diri lo dulu baru bilang sorry" kataku, Karel hanya tersenyum.
"Btw, tahun ini mama Lo jadi balik ke indo?" Tanyanya padahal aku dulu berbohong jika mama akan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hope One Day
General FictionSebenarnya untuk apa aku diciptakan dan dilahirkan ? Apa tuhan memberikan banyak kejutan? Apa tuhan menjanjikan kehidupan yang aku impikan? Tapi nyatanya tuhan selalu berbohong akan janjinya (Belum di revisi. Revisi bisa kapan saja)