- Min Yoongi -

401 68 20
                                    


  Yoongi tahu bagaimana rasanya kehilangan. Dia tahu bagaimana rasanya ditinggal pergi, dia tahu bagaimana rasa sepi, dia familiar dengan pahit, sahabat dekat dengan pedih.

  Tapi, semua itu tidak pernah sekalipun mencuri senyum dan rasa syukur Yoongi. Mungkin jika orang lain mendengar kisah Yoongi, mereka akan menangis, tapi tidak dengan Yoongi yang menjalani. Yoongi pikir, dengan orangtua yang sudah tiada, berarti mereka sudah tenang di surga, tidak harus merasakan betapa kejam dunia.

  "Kenapa tersenyum seperti itu?" Suara seseorang sukses menghancurkan bola pemikiran Yoongi.

  Dia mendongak, tersenyum melihat si 'Killer Stare', "Halo, selamat datang. Apa seorang JK akhirnya akan memesan makanan manis hari ini?" Yoongi menyapa, tangan sudah lebih dahulu menyiapkan kopi hitam.

  Ada hening sejenak, lalu, "Kau tahu?" Jungkook bersuara, jari mengetuk konter meja beberapa kali. Senyumnya mengembang kecil, "Just for that smile you unconsciously gave to me, kenapa tidak?"

  Yoongi menghentikan kegiatan membuat kopi hitam, berputar perlahan untuk mengangkat alisnya. "Just for that comment, aku akan buat kamu bangkrut."

  Jungkook mengedikkan bahu acuh, "Pesan sebanyak yang kamu mau, racuni kalau memang ingin, uang bukan masalah."

  "Bangsat arogan," Yoongi mendesis, bibirnya mengkerucut lucu sekali, tangannya brutal menyiapkan Frappe untuk Jungkook. Bentuk penolakan, Jungkook familiar sekali dan ingin membawa si pendek imut itu ke mobil untuk diculik dan dipamerkan ke keluarga Jeon bahwa dia ingin adik perempuan se manis Yoongi, bukan Yeri.

  "Yoongi, ayo ke atas," Jungkook meraih lengan blouse putih Yoongi melewati konter meja, menarik sedikit.

  "Aku bukan pelayan pribadimu, JK," Yoongi memprotes, mata memelas ke arah Somi yang baru saja keluar dari dapur cafe.

  "Tapi kamu Yoongiku," Jungkook melihat Yoongi seakan Yoongilah yang bodoh. "Sohyun, urusi kasir."

  "Demi Tuhan, namaku Somi," Somi mendesis kesal, tatapannya tajam ke arah Jungkook. "Jangan bawa Yoongi kemanapun, dia barista hari ini."

  Jungkook tidak ambil pusing, dia dengan mudah mengalihkan pandangan ke Sohyun (Sony? Yera? Soju?). "Saya perlu Yoongi sebentar. Ada Tumin, kan?"

  Ah, Yoongi berpikir. Killer Stare memang selalu bekerja dengan siapapun, termasuk Somi yang keras kepala sekalipun. Terlihat sekali gadis baya itu goyah pendirian. "JK, sudah, biar aku panggil Taemin oppa," Yoongi melepaskan apron hitamnya, menatap tajam ke arah Jungkook saat menekankan nama Taemin.

  "Tidak apa Yoong," Somi menawarkan diri, mata tidak luput memuja sisi wajah Jungkook yang tegas. "Pergilah, biar aku handle."

  Jungkook tidak repot berucap terima kasih, dia tersenyum puas lalu menarik blouse Yoongi sedikit lebih memaksa lagi. Yoongi mendesah, mengutuk Jungkook dalam hati. Peraturan yang harus selalu diikuti orang lain, omong kosong sekali kehidupan seorang Pangeran Jungkook.




  Dengan dua nampan di meja, Jungkook cepat menyambar kue gandum di piring, lalu, "Siapa si sialan yang kamu panggil
oppa oppa itu? Biar kubunuh, mesum sekali." Jungkook berkata, santai, namun kilat matanya bengis.

  "Dia barista seni--" Yoongi menghela nafas lelah, jemari lentiknya lebih dahulu meraih Frappe milik Jungkook. "Apa urusan denganmu?"

  "Dengar ya, tidak ada yang boleh main-main dengan Yoongiku," Jungkook memberikan alasan, selalu saja sama.

  Begini.

  Yoongi sudah mengenal Jungkook dari masa sekolah menengah pertama. Dahulu sekali, Jungkook itu murid yang sangat baik dan patuh. Tidak pernah ada pelawanan, omongan kasar, maupun perlakuan buruk dari diri Jungkook. Semua itu yang membuat Yoongi berani dekat dan berteman dengan Jungkook, senior lebih tua satu tahun darinya, walau Jungkook adalah salah satu murid paling berpengaruh disana. Semua mengenal keluarga Jeon, mengenal anak sulung keluarga Jeon. Bagaimana tidak? Jungkook jenius pengharum nama sekolah, Jungkook si atlet, Jungkook si Tuan Perfeksionis.

ULUNG. (pjm;myg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang