27. Arti Rumah (2).

202 30 17
                                    

Dateng lagi nih samlekom. Pendek aja ya xixi.























































Jimin sudah datang ke apartment Yoongi pagi sekali — mengundang remang tidak enak di sekujur tubuh Yoongi, karena jauh dari kata biasa kalau Jimin datang di bawah jam sebelas siang. Pantang bagi Jimin bangun pagi, lebih lagi kalau kelas kosong. Ini Kamis, berarti jam kosong untuk Jimin dan Yoongi hanya memiliki satu kelas sore. Ini baru jam setengah tujuh, dan aura Jimin sudah mengundang Yoongi untuk tidak bertanya banyak sebelum mempersilahkan sang kekasih masuk.









Pun begitu, ini sudah lebih dari dua jam Jimin hanya menghisap Insignia dan menghela nafas. Yoongi memutuskan membuat Jimin secangkir kopi hangat; niat hati ingin memasak, ternyata belum belanja. Bahkan sempat Jimin berikan tunai dulu kepada Yoongi karena dirinya pun enggan sarapan jika bukan Yoongi yang siapkan. Sekarang, setelah menyantap bubur spesial Yoongi — mereka hanya diselimuti hening. Matahari sudah terik, angin semilir menyapa kamar Yoongi sebab jendela sengaja dibuka guna mengeluarkan asap Insignia, tetapi, belum ada sepatah kata pun keluar dari bibir Jimin.









Yoongi agak terkesiap sebab lamunan terbuyar seketika saat Jimin mendekap pinggang, erat sekali. Ia duduk menyamping di lantai, sementara kedua kaki Jimin juga mengapit badan enggan melepaskan. Kepala diistirahatkan di pundak sempit Yoongi, nafasnya berat dan sesekali tertahan lama. Kemudian, Yoongi merasakan kecupan-kecupan kecil dibubuhkan manis — tanpa niat sensual sama sekali, seakan Jimin murni mengingatkan kalau dirinya begitu sayang.








Ada apa? Jimin terlihat seperti membutuhkan sayap lain agar ia bisa terbang luar biasa seperti waktu lalu; dimana dia dengan tersenyum congkak membentang sayap, kedua tangan menyapa kelabu malam. Yoongi tidak pernah sangka akan menjadi saksi di saat sayap hitam legam Jimin tertoreh luka. Khawatir menyergap hati, kedua tangan meraih dilingkarkan di leher Jimin — didekap erat, berharap bisa memberikan sedikit saja kekuatan yang Yoongi miliki.







Di saat Jimin yang butuh penopang, Yoongi ingin bisa menjadi seseorang yang Jimin andalkan dan bukan sekedar dijaga saja oleh pewaris Park.







Mengetahui bahwa Jimin datang ke apartment dibanding ke kedua ksatria lain, seakan bulan mendengar panjatan doa semalam. Tetapi, di saat bersamaan, gundah mencekik Yoongi hingga sesak. Kenapa Jimin terlihat seakan dia kalah oleh keadaan?  Yoongi bungkam, mencoba memutar otak atas apa yang terjadi kemarin. Dia tidak merasa ada yang salah — pertemuan Bunda juga lancar, dia tidak bertemu Jimin setelahnya. Dia tahu Jimin akan bermalam di hotel, karena sempat menolak keinginan Jimin menginap disini jadi dia ingat bahwa Jimin memutuskan ke hotel dekat apartemen Yoongi sebagai tempat istirahat. Apa Jimin resah karena tidak diperbolehkan menginap? Yoongi mengigit bibir bagian bawah gusar, tetapi Jimin tidak mungkin hiperbola.







"Jimin, mau cerita dengan Yoongi?"









Lama, Yoongi tidak menerima jawaban sampai asumsi memanjat otak kalau Jimin tertidur. Namun, segera menghilang karena dekapan Jimin semakin erat. Helaan nafas terdengar dari pihak Yoongi, memilih berdiam juga sambil melarikan jemari di surai hitam Jimin. Tidak diwarnai, akhir-akhir ini.











"Sayang," Jimin buka suara, Yoongi hampir saja mendongakkan kepala ke atas demi mengucap syukur. Tidak jadi. "Kamu tahu kan, saya sayang sama kamu?"







"Iya." Yoongi angguk mantap, tersenyum saat Jimin sekarang menatap sayu. Sendu menggerogoti retina. "Jimin... Kenapa? Ada yang sakit?"







ULUNG. (pjm;myg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang