11

31 1 1
                                    

"Liona siapa, Sat?" tanya Angel dengan penasaran, ia tidak pernah merasakan hatinya sesakit ini padahal Satria hanya rival nya dalam OSIS. "Bukan siapa-siapa kok, Ngel. Napa? Cemburu lu, gegara gua udah punya? Sedangkan lu masih jomblo?" "Ihhh stop kek ngejek gua mulu, kesel gua," tabok Angel lagi ke Satria. Hari pun sudah semakin larut, jam menunjukan jam 9 malam bukannya tambah sepi malah bertambah ramai. "Lu pulang ama siapa?" tanya Satria saat sudah mengabiskan minumannya, "sendiri, kenapa?" "bareng gua aja ya, cewek gak boleh pulang malam sendirian."

"Gua bisa sendiri, jangan manjain gua," tolak Angel.

"Gua gak manjain lu, cuman kalo misalkan lu nanti sendirian jalan ke rumah, ketemu preman, lu ketakutan dan dibawa entah kemana, yang ada lu dicariin emak ama polisi dan kemungkinan organ lu ilang satu." jelas Satria sok ngerti hidup. Benar juga sih, cewek emnag gak boleh pulang malem sendirian. "Yaudah deh, gua ngikut lu aja. Asal jangan bawa gua kemana-mana," perintah Angel seolah ia tidak percaya kepada Satria, "santai aja sih, Ngel, lu gak percaya ama pria tertampan ini?"

Jijik, asli.

"Yaudah yuk, kita pulang," ajak Satria saat melihat minuman Angel sudah habis. Satria berjalan di depan diikuti dengan Angel. Saat sudah sampai di parkiran motor, Angel hanya bisa ternganga karna melihat Satria membawa motor CBR merah. Selama ini Angel hanya melihat motor bebek dan matic.

"Napa bengong? Ayo naik," titah Satria saat ia sudah menaiki motornya dan Angel belom.

"Lu serius suruh gua naik motor lu?" tanya Angel sembari memberi kode.

"Nih, pake jaket gua buat nutupin rok lu," jawabnya saat Angel memberi kode sangat keras, seperti batu.

Angel mengambil jaket Calvin and Klein Satria dan langsung naik motornya. Satria pun mengendarai motornya dengan kecepatan standar. Dalam perjalanan Angel memikirkan siapa Liona, Liona yang Satria kenal, yang mungkin sangat dekat dengannya. Oh please, Satria siapa lu. Ngapain mikir Liona itu siapanya dia.

"Woy, mau sampai kapan lu di motor gua?" kata Satria melihat Angel yang masih terpatung di jok belakang, "eh? Eh iya gua turun kok," jawab Angel sambil menuruni motor Satria yang amat tinggi. Melihat Angel kesusahan turun dari motor Satria, ia pun berinisiatif buat bantuin Angel.

"Bentar, lu jangan turun dulu," kata Satria yang sedang turun dari motornya. Melihat kelakuan Satria yang ingin menolong, Angel langsung menolak pertolongan Satria. "Gak usah, Sat, gua bisa sendiri kok. Jangan manjain gua," tolak Angel dengan nada dingin, "siapa bilang lu mau gua manjain, sini tangan lu," titah Satria saat sudah sampai di depan Angel, tak sadar Angel mengulurkan tangannya dan bersentuhan dengan tangan Satria. Seketika sebuah perasaan tumbuh di benak Satria. Sesuatu yang Satria tidak bisa rasakan.

"Woy, Sat, tangan gua mau lu pegang sampai kapan?"

"Eh, iya maaf. Dah sana masuk udah mau malem," kata Satria seraya mengambil jaketnya dari genggaman Angel. Sepertinya Angel belum puas dengan perjalanan tadi maka ia mengajak Satria untuk jalan-jalan bareng, mumpung besok Sabtu. "Sat, besok mau gak jalan-jalan?" tanya Angel dengan mata berbinar-binar, sungguh hanya sebuah pertanyaan Angel yang mungkin sepele bisa mengguncang dunia Satria dan anehnya ia malah menerima undangan jalan-jalan dengan rival anehnya.

"Boleh deh, mumpung gua gak ada acara besok. Jam 10 gua jemput lu di rumah ya."

"Siap, Bos!"

--N--

Beratus kilometer dari tempat Angel dan Satria berada, terbaringlah Liona di ranjang tidur rumah sakit, dia ingat kata-kata Felix yang menyuruhnya untuk tidak melakukan banyak kegiatan termasuk berjalan lalu-lalang. "Kata Felix, gua disuruh gak boleh terlalu capek tapi gua bosen. Gimana dong," gumam Liona sambil cemberut ke arah jendela, dia memang tidak suka hanya berbaring di ranjang, anaknya suka keluyuran.

"Jangan cemberut gitu, nanti gue cubit pipi lo," ujar seorang pemuda yang membawa bucket bunga lily, kesukaan Liona sejak kecil sampai sekarang.

"Eh lo, udah lama gak ketemu. Apa kabar?" tanya Liona sambil mencari posisi duduk yang wuenak pol, sesaat hati Liona merasa bahwa kedatangan pemuda ini berbeda dengan Felix yang biasanya menjenguk Liona. Sesuatu yang hangat hati, hangat mata. "Gue baik-baik aja kok, btw gua bawain bucket bunga kesukaan lo nih," kata pemuda itu seraya menyodorkannya ke arah Liona. Mendengar "bunga kesukaan lo" langsung Liona ambil dan memeluknya dengan erat, "AHHH!! AKU KANGEN KAMU, LILY!!" teriak Liona yang menggelegar sampai koridor rumah sakit. Mendengar teriakan Liona yang menurutnya super imut pemuda itu mencubit pipi Liona yang tembem.

"Liona ku samyang, lo teriak udah malem gini kenceng lagi. Makin gemes gue ama lo."

"Yaelah, Sat, itu mah masih biasa aja, Felix yang pernah denger gue teriak yang mantep," ucap Liona seraya menunjukkan muka imutnya di depan Satria. Ia pun dibuat terguncang akan ekspresi Liona tadi, cobaan macam apa lagi ini, Tuhan.

"Lo laper nggak? Gua beliin makan kalo lo mau," tawar Satria sambil beranjak dari kursi. Karena melihat tampang Liona yang tidak mengenakkan maka ia duduk kembali. "Emangnya belom dikasih makan dari rumah sakit?" tanya Satria yang sepenuhnya mengerti kode Liona, Satria hanya menunggu jawaban dari Liona yang mungkin melamun akan sesuatu. "Lo pernah gak, Sat? Lo itu pernah suka sama orang terus orang itu menerima perasaan lo, akan tetapi orang itu bilang bahwa hidupnya tidak akan lama di dunia." Sumpah demi apapun, Satria tidak mengira bahwa ingatannya yang masih belum stabil ini bisa mengatakan seperti itu.

"Eng.. Enggak pernah kok, kenapa?" tanya Satria dengan ragu dan sedikit yakin bahwa ingatannya mungkin sudah pulih kembali. "Enggak papa sih, Sat, gua habis ngeliat drakor di TV tadi. Romantis banget ceritanya."

GUBRAK. Satria kira ingatan Liona benar-benar sudah pulih 100% ternyata hanya kecanduan dengan cogan dan roti sobek alias abs para oppa.

"Lion, gue mau cerita, boleh?"

"Boleh aja, asal kalo lo mau nanya tentang jodoh jangan cerita ke gue, gue bukan biro jodoh."

"Tapi besok aja ya, gue perlu persiapan hati."

"Eh? Persiapan hati? Apaan maksud lo?" Seketika Satria langsung beranjak dari kursinya dan mengucap good night ke Liona "good night, Li, gue harap besok lo siap dengerinnya," dan ia pun langsung melesat hilang dari ambang pintu.

Persiapan hati? Maksudnya? Gue harus nyapin hati gue buat disantap gitu?

--N--

I Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang