14 : Connected

2.7K 463 22
                                    

Satu hari menuju pesta yang menyebalkan. Berkali-kali Jinan memantapkan apa yang sedang ia pikirkan. Sebenarnya, ini mungkin perkara mudah. Tapi, ia tidak begitu yakin jikalau yang akan diajak ini bisa. Tentu Jinan masih ingat bagaimana eratnya Jungkook menggenggam tangan Sivan.

Tepat di ujung lorong, Sivan sedang berjalan ke arahnya. Tak lupa pacar laki-lakinya yang hari ini memakai baju sama dengan Sivan. Tunggu, tidak hanya baju saja rupanya. Bahkan mereka juga memakai jam tangan dan gelang yang sama. Romantis, sih. Tapi tentunya hal itu menarik atensi orang-orang yang mulai menatap mereka berdua dengan jijik.

Sivan nampak melambai-lambaikan tangannya yang bebas. Langkahnya juga dipercepat hingga membuat Jungkook harus mengikuti apa yang dilakukan kekasihnya. Jika tidak, mungkin dirinya akan tertinggal begitu saja.

"Hei, Ji." Sivan tiba dengan seulas senyum. "Kenapa belum pulang? Seharusnya kau mulai bersiap diri karena besok pesta akan dilaksanakan. Sudah dapat gaun yang pas belum?"

Jinan meringis. Tangannya merambat ke surai miliknya sendiri, menyelipkan beberapa anak rambut yang beterbangan. "B—belum. Rencananya aku mau memintamu untuk menemaniku membelinya. Tapi kurasa kau bersama Jungkook, jadi mungkin tidak jadi saja."

Lantas laki-laki berdarah Australia itu menggeleng tidak setuju. Bagaimana pun Jinan ini temannya. "Tidak, Ji. Aku akan menemanimu. Dan masalah Jungkook, tidak usah pikirkan. Dia akan langsung pulang karena harus mengerjakan tugas," sambung Sivan sembari menoleh ke samping. Tepat di mana Jungkook menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Eum, itu benar. Kau pergi saja bersama Sivan."

Setelahnya, Sivan membawa Jinan ke area parkiran. Jungkook sudah pulang dengan dijemput supir pribadinya. Jinan sendiri sedikit merasa tidak enak, sesuatu terus mengganjal isi hatinya sampai Sivan benar-benar ikut masuk ke dalam dan menutup pintu mobil.

"Kita akan ke mana?" tanya Sivan sembari menghidupkan AC mobil. Cuaca bisa dibilang cukup panas di jam tiga sore seperti ini. Berdoa saja malam nanti akan turun hujan agar Jinan bisa tidur nyenyak bergelung dengan pakaian hangat dan selimut. Yang mana membuatnya sukses bermandikan keringat di pagi hari.

"Entahlah. Aku tidak pernah membeli gaun sebelumnya. Jadi, aku tidak tahu tempat apa yang bagus."

Kelewat konyol memang. Tidak pernah membeli sepotong gaun. Tapi itulah jinan, ia lebih memilih tampil biasa saja —kaos atau pun blouse dengan dipadukan celana jeans atau kain. Ia tidak suka terlihat begitu feminim dengan gaun yang dipadukan highheels ataupun wedges. Bahkan di dalam lemarinya saja hanya ada dua pasang wedges, itu pun dibelinya tahun lalu karena sedang diskon besar-besaran.

Sivan nampak berpikir sejenak sebelum berucap, "Aku tahu satu tempat. Kau ingin ke sana?"

Anggukan singkat sebagai jawaban dan Sivan dengan lekas melajukan mobilnya. Suasanya cukup hening di dalam mobil, hanya riuh kendaraan yang terus menyambang di telinga Jinan. Sembari mengusir rasa bosan, Jinan mengambil ponsel lipat miliknya. Membaca ulang beberapa pesan dari Taehyung yang tidak pernah ia hapus.

Kalau rindu kan bisa dibaca lagi.

Saat Jinan sedang asik membaca pesan tersebut, satu panggilan masuk ke ponselnya. Baru saja melihat pesannya sudah langsung ditelpon. Kim Taehyung. Nama itu tertera dengan sangat jelas. Dengan lekas Jinan menekan tombol dan panggilan pun tersambung.

"Kau di mana? Aku sudah menunggumu di halte selama lima belas menit, tapi kau belum juga tiba. Apa ada kelas tambahan?" Suara di seberang sana langsung menyahut dengan rasa cemas.

"Tidak ada kelas tambahan." Jinan memindahkan letak teleponnya ke sebelah kiri. Kembali menyahut dengan kalem, "Aku mau mencari gaun untuk besok. Kau tahu 'kan kalau aku tidak punya satu pun gaun di dalam lemari?"

Di sisi lain Taehyung menganggukan kepalanya mengerti, kendati Jinan juga tidak melihatnya. "Mau kutemani?"

"Tidak. Aku sudah bersama Sivan. Kau pulang saja, nanti aku akan mengirimimu pesan ketika aku sampai di rumah."

Sivan? Taehyung merasa sedikit kesal. Memangnya apa yang membuat Jinan mau berteman dengan seseorang yang nyatanya mempunyai kelainan seksual? Sungguh, Itu sukses menggelitik perutnya hingga ingin mual. "Baiklah, hati-hati," sahut Taehyung dengan nada ketus.

Jinan pun menyimpan ponselnya kembali. Mengarahkan pandangan ke depan dan saat itu juga ada seorang wanita menyebrang di sembarang tempat. Berlari layaknya orang kesetanan hingga membuat rem diinjak mendadak.

"Kau baik-baik saja kan, Ji?" tanya Sivan dengan khawatir. Laki-laki itu tak kalah terkejutnya dengan Jinan. Untung dirinya sempat menginjak rem. Mungkin jika terlambat, Sivan akan menjadi seorang pembunuh. "Maafkan aku. Orang itu sepertinya benar-benar gila."

Jinan mengatur pola napasnya. Mengambil air mineral dari tas punggung lalu menenggaknya dengan cepat. Sedikit kesulitan saat akan menutup kembali tutup botolnya karena tangannya yang gemetar. "Itu bukan salahmu."

Lama mereka berdua menenangkan diri sehabis insiden tadi. Hingga akhirnya Jinan membuka suara karena melihat sesuatu di bagian kap depan mobil. "Kau lihat itu?" tanya Jinan sembari menunjuk objek yang baru saja ia temukan.

"Ya, aku melihatnya. Tunggu, apa itu milik orang yang hampir membuatku menjadi pembunuh?" Sivan pun melepaskan seatbelt dan langsung keluar. Mengambil sesuatu yang menjadi objek pandanganya beberapa detik yang lalu dan kemudian membawanya ke dalam.

Sebuah pasport. Rupanya orang tadi adalah turis. Ya, tidak mengherankan jika turis tidak tahu lalu lintas di Seoul. Tapi yang Jinan tidak ketahui adalah; pemilik pasport ini ternyata memiliki hubungan dengan Taehyung.

Straight to Hell | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang