Memang tak ada habisnya bila diceritakan awal mula Yoongi dan Taehyung saling membenci. Mungkin bermula saat Taehyung tidak sengaja menendang bola basket hingga mengenai punggung Yoongi. Laki-laki pucat itu dengan cepat berbalik, netra hitamnya mencari siapa gerangan yang berani mengganggunya, hingga akhirnya ia menemukan laki-laki berbaju olahraga dengan lengan yang dilipat hingga ke siku tengah menatap lamat ke arahnya.
"Hei, bodoh. Gunakan tanganmu dengan baik. Jangan mencoba mencari masalah denganku di sini."
Jelas Yoongi marah. Saat itu ia sedang penat-penatnya, ingin segera menempatkan diri di pinggir lapangan sembari menenggak air mineral. Menunggu jam istirahat berakhir lalu kembali ke kelas, melanjutkan pelajaran yang menurutnya sangat membosankan.
"Jangan menyalahkanku." Laki-laki itu mendekat, mengambil bola basket yang baru saja mengenai Yoongi. "Siapa yang menyuruhmu berdiri di dekat ring, huh?"
Yoongi naik pitam. Rasanya ia tidak pernah melihat siswa yang satu ini. Ah, lagipula memangnya Yoongi peduli? Tidak. Siswa baru ataupun lama bila sudah mencari masalah dengannya akan mendapat balasan yang setimpal.
Hampir saja Yoongi hendak mendekat dan melayangkan satu tinjuan pada rahang pemuda itu, tapi salah satu temannya dengan lekas menghampiri. "Sudah, jangan main-main dengan Yoongi, Taehyung!"
Temannya itu bodoh atau bagaimana? Ia berbicara di samping telinga Taehyung, seolah-olah sedang berbisik, nyatanya Yoongi masih bisa mendengar perkataan tersebut dengan jelas. Bodoh.
Kenangan itu benar-benar menggelitik perut Yoongi. Ia menyayangkan dirinya yang harus mengabaikan Taehyung dan teman bodohnya itu. Seharusnya ia tetap melangkah maju, menarik kerah baju Taehyung dan memberikannya tinjuan yang hebat.
Lupakan sejenak. Yoongi kali ini tengah mengarahkan tungkainya agar berjalan stabil, ruangan di sudut sana masih terlihat gelap, padahal matahari sudah berada di puncaknya.
Tidak ada yang lebih baik dibandingkan Yessa yang menyambut Yoongi dengan tatapan tajam seakan-akan gadis itu adalah peluru yang bersiap untuk melecut kapan saja. Gadis setengah gila itu bersandar pada kepala ranjang dengan kedua tangan yang mengepal kuat.
Entah dimana letak lucunya, Yoongi malah tertawa kecil. Tungkainya bergerak mendekat ke arah Yessa. Rupanya Taehyung sialan itu terlambat mengunjungi Yessa. Ah, ya. Tentu saja terlambat. Memangnya Yoongi menginginkan rencananya ini gagal jika Taehyung sampai terlebih dahulu? Tentu saja tidak.
Bermain-main sedikit dengan menaruh paku tajam di halaman rumah Taehyung rupanya sangat menyenangkan. Apalagi melihat ekspresi laki-laki itu yang menendang ban mobilnya dengan frustasi, meremat surainya yang terlihat berantakan sebelum berlari kembali ke arah rumah.
"Hai, Yess. Bagaimana kabarmu?"
Yessa mengalihkan padangannya pada jendela yang terbuka lebar. Sinar matahari masih benderang dan menghangatkan, tapi ternyata tidak mampu menghangatkan hati Yessa yang dilanda kebencian. "Buruk setelah kau datang."
"Baiklah. Kurasa kau agak sensitif, ya?"
Yoongi tersenyum seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa di antara keduanya. Seolah semua ini bukan ulah dari kedua tangannya. Jika saja Yessa punya tenaga yang cukup besar, ia pastikan selangkangan laki-laki itu akan bengkak selama beberapa hari.
"Mau apa kau ke sini?"
"Entalahlah. Menjenguk, mungkin?"
Gadis itu terdiam cukup lama. Lengannya yang masih berbalut perban itu tiba-tiba ditarik Yoongi. Jemari tangannya yang besar itu berulang kali mengusap kain yang melekat di lengan Yessa, seolah-olah ia sedang menghantarkan sedikit kenyamanan.
"Begini, Babe. Aku akan memberimu penawaran yang cukup bagus. Anggap kejadian beberapa hari yang lalu itu tidak benar-benar terjadi."
Oh Tuhan. Kejutan apa lagi ini?
Tak ada habisnya Yoongi sialan ini membuat Yessa ingin memukul wajahnya itu. Hei, ini tidak semudah membalik telapak tangan. Seharusnya, sedari awal Yessa melaporkan Yoongi pada polisi atas tuduhan kekerasan yang telah dilakukan. Kendati demikian, Yessa tahu bahwa laki-laki di hadapannya ini punya cara yang cukup licik untuk menyeret Yessa ikut bersamanya ke balik jeruji besi.
Ada baiknya Yessa harus merelakan opsi tersebut dan menerima kenyataan.
"Kau pikir itu mudah?"
"Aku belum menyelesaikan ucapanku."
"Kalau begitu cepat selesaikan," sambung Yessa dengan malas. Telinga sudah terlalu panas dengan omong kosong yang Yoongi lontarkan.
Laki-laki itu menarik sejumlah uang dari balik jas Armani yang ia kenakan tentu bersamaan dengan seulas senyum licik. "Aku akan memberimu uang. Kau bisa gunakan uang ini untuk memerbaiki kulitmu yang rusak. Ohya, tentunya kau tidak lupa 'kan siapa yang membuatmu seperti ini?"
Perempuan. Sekali saja mendengar uang— apalagi dengan jumlah yang luar biasa, pasti akan memincingkan matanya. Yessa tentu tergoda. Hanya saja ia berusaha sebisa mungkin agar tidak terlihat seperti penggila uang. "Berapa banyak yang kau punya? Dan ya aku tentunya tidak lupa. Kau yang membuatku seperti ini. Sudah sepatutnya kau mengganti rugi."
"Kau salah. Taehyung-lah yang membuatmu seperti ini." Yoongi dapat melihat kening Yessa bertaut. Ini baru awal. Biarkan laki-laki itu memengaruhi Yessa secara perlahan. "Karena Taehyung, kau jadi bertemu denganku. Am i right?"
Cukup lama jeda di antara mereka berdua. Yoongi tentu dengan senang hati akan memberikan cukup waktu untuk Yessa menimbang tawaran itu.
"Intinya, kau ingin aku melakukan apa?"
Gotha.
Inilah yang Yoongi tunggu-tunggu. Bibir tipis Yoongi bergerak mendekat ke arah telinga Yessa. Sedikit menggoda perempuan itu dengan meniupnya sesekali sebelum kembali bersuara, "Putuskan hubunganmu dengan Taehyung di hadapanku. Hari ini juga."
Yesaa mengangguk paham. Diambil alihnya sejumlah uang yang dari tadi Yoongi genggam lalu tersenyum senang, "Well, senang berbisnis dengan anda Min Yoongi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Straight to Hell | ✔
Fanfiction[COMPLETED] Beware. He will bring you to the same hell. ©ᴘʀᴀᴛɪᴡɪᴋɪᴍ ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ | ᴇꜱᴛ. 03/03, 2018