18 : Mad

2.8K 402 12
                                    

Andai saja saat itu Yessa tidak senekat ini berangkat dari Jerman ke Korea demi Taehyung hanya karena merindukannya. Andai saja ia tak menghilangkan pasportnya yang membuat masalah semakin rumit dan andai saja ia tak perlu bertemu dengan Yoongi.

Seandainya, kata 'andai' ini bisa terwujud, Yessa pasti akan berteriak kegirangan.

Sedari awal, harusnya Yessa tidak memperdulikan omong kosong Yoongi. Laki-laki berwajah pucat dengan senyuman yang mampu membuat hati para wanita luluh seketika. Nyatanya, isi hati lelaki tersebut lebih busuk daripada bangkai binatang. Niatnya keji sekali.

Saat itu Yoongi menawarinya sesuatu. Hal yang Yessa pikir sangat mudah dilakukan, melukai seseorang dalam artian tidak melukai secara fisik dan dirinya akan mendapatkan uang yang luar biasa fantastis. Namun, saat melihat siapa yang dimaksud oleh Yoongi, seluruh sistem kerja tubuh Yessa lumpuh. Tidak mungkin dirinya melukai laki-laki yang menjadi alasannya kemari—Taehyung.

Ini sungguh di luar dugaan.

Yang lebih mengejutkannya adalah; Taehyung tidak sendiri, ia bersama perempuan lain. Tebak seberapa besar hati Yessa terluka akibat adegan yang ada di hadapannya. Ingin sekali ia menarik gaun perempuan tersebut, memukul wajahnya hingga membiru atau memotong rambutnya sembarang dengan gunting yang selalu tersedia di dalam tas.

Yessa stagnan. Irisnya membulat sempurna. Menilik sepasang iris jelaga Taehyung yang jelas-jelas seperti tertangkap basah sedang mencuri apel. Namun, Laki-laki itu bersikap seolah-olah keduanya tidak saling mengenal.

Taehyung Membawa perempuan yang ada di sampingnya pergi menjauh dari hadapan Yessa dan Yoongi. Tak memperdulikan mereka yang tengah ditatap oleh ratusan pasang mata sebelum akhirnya diseret keluar oleh para penjaga karena telah menimbulkan kebisingan yang mengganggu jalannya acara.

Dan di sinilah Yessa. Kedua tangannya terikat pada sebuah kursi kayu yang terletak di tengah ruangan. Lampu bercahaya kuning redup yang menggantung di atas kepalanya tak mampu menerangi bahkan untuk beberapa meter ke depan. Ruangan ini begitu sepi dan senyap. Hanya ada helaan napas kasar dan juga jarum jam yang terus berdentang.

Kedua betisnya terkunci kuat pada kaki kursi. Ikatan tali tambang terus menggesek permukaan kulitnya hingga memercikan darah yang semakin membuat perih. Ini bukan imbalan yang ia harapkan.

"Apa kau menikmati sensasinya, Yess?" Suara itu muncul dari belakang kepala, terdengar sedikit berat dengan embusan napas yang bercampur aroma alkohol. "Kau itu wanita yang bodoh," lanjutnya.

"Yoongi-ssi, lepaskan aku sekarang juga." Yessa berucap setengah berteriak. Mengerang kesakitan saat setelah Yoongi mendekatkan sebuah samurai kecil ke arah pahanya—mengiris dengan pola yang tidak beraturan. Yessa ingin menangis. Tapi ia tahu, jika ia melakukannya, yang ada malah Yoongi semakin kesenangan dengan rintihannya.

"Berhenti, Yoongi! Kita bahkan belum mengenal selama satu hari penuh."

Yoongi mengerjapkan matanya sebelum membalas, "Benar juga."

Dalam keadaan sekarat seperti sekarang, Yessa masih bisa melihat Yoongi yang tertawa sinis. Bahkan tawa tersebut lebih terdengar mengerikan dibanding hantu-hantu yang sering diliatnya di televisi. Ini jelas nyata. Hanya saja Yoongi bukanlah hantu, ia manusia. Tunggu, apa bisa disebut manusia jika saja kelakuannya tak jauh beda dengan iblis?

Hawa di dalam ruangan memanas seiring Yessa yang merasakan pasokan oksigen mulai menipis. Ia juga baru menyadari, kalau ada aroma busuk yang tercium dari dalam ruangan ini. Ingin mual rasanya. Ditambah darahnya yang terus mengucur keluar, wajah Yessa bahkan semakin memucat.

Tak main-main, Yoongi mengarahkan samurai itu pada perut Yessa. Tangan besarnya terlebih dahulu merobek baju yang ia kenakan. Tubuh putihnya terlihat begitu saja, hanya berbalut bra yang sangat tipis berwarna putih. Menggoda sekali. Hanya saja Yoongi tidak tertarik dengannya.

Sekali ayunan saja, ujung samurai itu telah menancap di bagian perut kiri Yessa. Tidak sepenuhnya tertanam, hanya ujungnya saja.

Perempuan itu tak sanggup untuk bersuara, ia hanya meringis kesakitan. Dirinya sudah lelah. Tenggorokkannya kering karena sedari tadi berteriak. Kesadarannya hampir jatuh jika saja Yoongi tak mencabut samurai itu.

"Yo—yoongi." Mungkin ini kalimat singkat yang bisa ia ucapkan, "Kenapa kau melakukan ini?"

Yoongi tidak langsung menjawab. Dirinya mengangkat samurai itu tepat di depan wajahnya. Melihat lumuran darah segar yang membalur di sana. Bahkan tekstur ujung mata samurai yang sedikit melengkung tidak mampu mengait sejumput pun isi yang ada di perut Yessa. Sayang sekali.

"Berengsek kau, Yoongi."

Pria berkulit pucat itu menghembuskan napas kasar. Melirik ke arah jarum jam yang sudah menunjukkan jam setengah lima pagi. Kemudian ia membersihkan ujung samurai itu dengan kemeja yang dikenakan lalu menyimpannya di dalam nakas.

"Kau ingin tahu?" Iris Yoongi menggelap layaknya langit malam. "Padahal kau sudah mengetahui jawabannya. Lantas, kenapa masih bertanya?"

Yessa tidak membalas kalimat tersebut. Kepalanya berdenyut. Ingin langsung mati saja rasanya dibanding harus merasa tersiksa seperti ini.

"Begini Yessa Sayang, kau pantas mendapatkannya karena kau gagal." Sejenak menghentikan kalimatnya karena melihat Yessa yang tidak memberikan respon apapun. Tanpa suara, Yoongi mensejajarkan tubuhnya dengan Yessa. "Dan aku membenci orang yang gagal."

Alasan yang kelewat sulit masuk di akal. Karena kegagalan, Yoongi bisa berlaku kejam seperti ini. Tidak begitu kejam juga sepertinya, sebab setelah mengucapkan kalimat tersebut, ia merogoh saku celananya. Menekan beberapa digit angka lalu sambungan telpon terhubung.

"Katakanlah sesuatu pada laki-laki yang kau cari."

"Tolong, selamatkan aku."

Straight to Hell | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang