17 : One night

3.3K 423 19
                                    

Malam itu. Di balik sebuah ruangan yang gelap, mereka benar-benar melakukannya. Mencurahkan semua rasa kerinduan akan sentuhan yang selama ini telah terpendam. Rindu yang benar-benar membuat candu dalam hidup.

Jam setengah tiga pagi, saat fajar belum menjemput, Jinan sudah membuka kelopak matanya. Badannya bergerak kecil dan ia merasakan ada sesuatu yang berada di belakangnya. Tidak perlu menengok, bahkan Jinan masih ingat dengan jelas aroma ini.

Jinan kembali teringat akan lidah Taehyung yang menjilat permukaan kulit lehernya dengan sensual. Menggigit kecil hingga menimbulkan bekas. Melumat habis bibir miliknya. Ya, itu semua masih terasa dengan begitu jelas

Jinan tidak menyesalinya. Ia yakin ini adalah pilihan yang tepat untuk hidupnya. Tak ada yang salah dalam memberi kesempatan kedua pada Taehyung. Takut itu perkara yang normal, semua orang juga bisa merasakannya. Jadi, Jinan sudah meyakinkan dirinya sendiri berkali-kali kalau semua akan baik-baik saja. Semua akan berjalan sesuai dengan apa yang ia impikan.

Jinan tersenyum tipis, jemari lentiknya bergerak menuju lengan Taehyung yang melingkar di perutnya dengan erat. Mengusap permukaan kulit tangan tersebut dengan lembut sesekali mencubit telapaknya. Ukuran tangan Taehyung itu sangat besar, tangan Jinan bahkan tenggelam bila sudah bergandengan dengannya. Tapi, itulah yang membuat Jinan nyaman—seakan ada yang melindungi.

Mungkin dikarenakan cubitan Jinan yang cukup keras, Taehyung samar-samar menguap. Membuka mulutnya dengan lebar hingga sebesar kepalan tangan. But, he is freak. Sebab, setelah menguap, Taehyung malah menyumpal mulutnya dengan bahu Jinan yang tersingkap secara cuma-cuma hanya karena selimut yang dipakai merosot ke bagian dadanya.

"Tae, shhh." Jinan menggeliat tak nyaman. Sejujurnya ia suka. Hanya saja ia terlalu mengantuk dan ingin tidur kembali. "Aku mengantuk."

Taehyung membuka matanya. Berkedip sebanyak dua kali sebelum membasahi bibirnya yang kering lalu menyahut dengan suara yang serak namun terdengar seksi, "Kau menggoda sekali." Benda tak bertulang itu kembali menjelajah ke arah tengkuk Jinan. Menari-nari dengan begitu sensual. "Bagaimana kalau kita bermain, lagi?"

Sungguh, Jinan rasanya ingin menjentik kening Taehyung dengan jemarinya. Tapi merasakan bagaimana hasratnya yang kembali merangsek naik, Jinan hanya bisa terus menggeliatkan badannya, membalikan tubuh hingga keduanya saling berhadapan. "Maka lakukanlah."

Taehyung kembali mengarahkan tangannya untuk bergerak cepat, menarik tubuh Jinan pada dekapannya. Kulit mereka bersentuhan secara langsung. Menghantarkan sejuta sengatan listrik pada jantung masing-masing. Ini sungguh tidak baik untuk kesehatan.

Entah kenapa jantung mereka tidak berfungsi dengan normal. Detaknya yang terlalu kuat hingga rasanya hampir melonjak ke luar. Mengisi hening malam dengan keramaian yang mereka ciptakan sendiri.

"Tae," Jinan menghentikan pergerakan tangan Taehyung yang berada di sekitar perutnya. Sedikit bimbang untuk mengutarakan pertanyaan yang sedari tadi menggerayangi benaknya. "Kau kenal dengan perempuan tadi?"

Taehyung menghentikan lidahnya yang beraksi, terdiam seraya irisnya yang bergerak gelisah. Menatap bagian gorden jendela hotel yang terbuka lebar dan menampakkan gemerlap lampu kota di pagi buta seperti ini.

Otak Taehyung mencoba berpikir dengan keras. Salah berbicara satu kali saja akan membuat dirinya terjatuh dalam jurang yang membuatnya kehilangan Jinan. Ia tidak ingin itu terjadi, lagi. Jadi, berbohong adalah jalan yang tepat. "Tidak, aku tidak mengenalnya."

Satu kebohongan lagi yang terlontar dari bibir manis Taehyung. Berdoa saja agar kebohongan itu tertutup dengan rapat. Selama rahasia itu tidak terbongkar, hidup akan berjalan aman, pikir Taehyung dangkal.

"Eum, kalau begitu apa kau mengenal Jimin?" Menyadari kalau pertanyaan tentang perempuan tadi berakhir dengan jawaban tidak tahu, Jinan kembali menanyakan perihal Jimin, si laki-laki pemilik senyum semanis gula-gula. Perempuan itu hanya ingin tahu apakah benar jika Taehyung mengenal Jimin juga.

"Kenapa bertanya seperti itu?" tanya Taehyung heran.

Jinan membenarkan posisi kepalanya yang kurang pas di atas bantal. Merapatkan kedua kakinya yang tidak tertutup selimut. "Tidak apa-apa, hanya penasaran. Dia pernah mengatakan padaku kalau kau memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya, bukan begitu Tae?"

Taehyung mengangguk singkat. Kali ini ia menyatakan kalau itu memang benar adanya. Tak perlu berbohong untuk masalah ini, karena hal tentang Jimin bukanlah masalah bagi Taehyung. "Itu benar. Ia temanku sewaktu sekolah dasar hingga sekarang."

Dari sini Jinan dapat melihat raut wajah Taehyung yang berbinar saat menyebutkan Jimin. Nampaknya mereka benar-benar sangat dekat. Andai Jinan bisa memiliki satu sahabat yang seperti itu juga mungkin akan menyenangkan.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Taehyung saat menyadari Jinan menatapnya dengan senyuman tipis.

"Hanya ingin saja."

Taehyung menghela napas pendek. Sedikit memiringkan kepala guna melenturkan otot lehernya yang sedikit kaku lalu menyeringai tipis. "Sampai mana kita tadi, ya?" Oh, tidak. Habis sudah waktu tidur Jinan kali ini. "Ayo kita lanjutkan."

Mereka berdua kembali melakukannya. Di bawah sinar bulan yang benderang mereka saling berpagutan. Saling menyentuh, berlomba-lomba siapa yang akan sampai ke puncak untuk pertama kalinya. Dan tentunya Jinan-lah yang berhasil. Perempuan itu hampir terlelap jika saat Taehyung tidak kembali menyatukan tubuh. Mereka terus bergulat hingga akhirnya terlelap kembali.

Aroma bekas percintaan mereka semalam yang masih memenuhi kamar mereka dengan kuat. Pakaian yang berserakan di bawah ranjang lengkap dengan selimut yang telah ikut jatuh ke bawah dan menyisakan Jinan yang terbangun dengan keadaan telanjang.

Jinan pikir saat ia bangun, Taehyung akan mengecup keningnya dengan lembut. Namun ternyata, sisi ranjang di sebelahnya bahkan telah kosong.

Straight to Hell | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang