27

504 56 20
                                    

"Kufikir aku akan mati disini. Namun, lagi, kau mengulurkan tanganmu padaku untuk berusaha mengeluarkanku dari dalam jurang yang gelap." -Kenneth

Pagi menjelang malam, gadis itu masih tetap di posisinya dengan tangan yang terikat di kedua sisi kursi putih pucat.

Tatapannya tidak bergerak seharian ini.

Dengan rambut yang tidak teratur dan kedua mata yang membengkak, gadis itu hanya memandang satu objek dihadapannya yaitu, pintu besi.

Pintu besi yang didalamnya hanya berisi ruang kotak dipenuhi dengan barang barang lengkap didalamnya.

Dimana seorang gadis tumbuh selama beberapa tahun disini, merayakan tahun demi tahunnya sendirian didalam sini.

Sendirian tanpa seorang pun yang dapat ia bagi keluh kesah nya menjalani hari demi hari dengan kekosongan.

Setetes air mata kembali turun membasahi pipi tirusnya. Ia bahkan tidak perduli kapan akan berakhirnya stock air mata yang ia miliki.

Setidaknya itu bagus, jika stpck air mata dapat habis. Ia tak perlu lagi mengeluarkan air mata.

Karna nyatanya, ia sudah mengeluarkan sebanyak yang ia bisa untuk menangis. Ia juga sudah tidak perduli tentang pita suaranya yang akan rusak karna nyatanya, jeritan selama 2 hari yang ia keluarkan masih belum cukup untuk membebaskannya dari balik pintu besi tersebut.

Rasa lapar dan haus tidak menjadikannya alasan untuk berhenti berteriak dan meminta pertolongan.

Beberapa jam sebelumnya, ia selalu berbicara pada dirinya sendiri bahwa ia harus kuat. Dirinya harus bisa keluar menikmati dunia luar seperti sebelumnya.

Ia tidak ingin kejadian lama terulang kembali. Tidak, ia tidak ingin kehilangan Harry.

Ia belum sempat menjelaskan perasaannya pada Justin.

Ia belum bisa melakukan hal yang ia sukai diluar sana.

Dan yang terpenting, ia belum bisa menjalankan hal-hal yang ia sukai pada orang yang ia cintai,

Harry.

Tapi, ternyata takdir berkata lain.

Mungkin, ia akan mati membusuk disini.

Setidaknya, itu yang Chloe fikirkan sekarang.

Gadis itu benar benar putus asa. Bibirnya selalu berusaha menguatkan dirinya, tapi nyatanya hati nya lemah, tubuhnya menolak untuk tegar.

Putus asa, sampai tidak bisa memikirkan apapun selain nama lelaki berambut keriting yang selalu menemaninya ditengah ruangan yang kacau ini.

Bibir pucatnya begetar.

Sosok bayangan pria bermata hijau datang menghampirinya, tersenyum lebar padanya.

"Harry.." lirihnya.

Kedua matanya menutup membuat air mata nya kembali jatuh menyentuh kulit pipinya.

Bibir sepucat warna kulitnya membentuk sebuah senyuman tipis, "cepat datang sebelum terlambat.."

"..kumohon.."






3 pemuda itu keluar dari dalam mobil, dengan tangan kosong mereka melangkahkan kaki kehalaman rumah Cameron dengan berani.

Jam menunjukkan pukul 2 dini hari,

"Haruskah kita melakukan ini di jam seperti ini?" Bisik Matthew yang kemudian dilanjutkan dengan bibirnya yang terbuka menguap, menahan kantuk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kenneth [HS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang