Progress

3.6K 483 66
                                        

"Hari ini kita jadi ke sana?"

Alis Kim Mingyu terangkat tinggi mendengar nada merajuk dari lawan bicaranya. Sebelah tangannya terangkat memegang ponsel dan yang sebelahnya lagi melakukan seleksi foto-foto yang baru ia pindahkan dari memori Nikon D850 ke macbook pro setelah pemotretan untuk iklan pakaian ready-to-wear. "Kenapa terburu-buru? Tumben sekali." tanyanya, merasa sangat heran.

"Aku hanya ingin saja." sahut lawan bicara masih dengan nada manja.

Sudut bibirnya terangkat, ia senang mendengarkan nada suara manja yang jarang sekali terdengar.

Bersamaan dengan ketukan di pintu, salah satu asisten fotografernya, Kim Jungwoo, berjalan masuk ke dalam ruang kerja yang pintunya ia tutup setengah. Asisten dengan tinggi bagai model tersebut menghadapnya sambil membawa beberapa amplop putih besar dan dua majalah dengan sampul gloss mengkilat.

"Nanti aku hubungi lagi, ya." katanya singkat kepada sang lawan bicara, lalu beralih fokus menatap Jungwoo yang sudah siap menjelaskan paket-paket yang dibawa. "Ada apa?"

Lelaki dengan rambut potongan mangkok tersebut menjejerkan paket-paket di hadapan bossnya. "Contoh foto projek kalender, contoh photo essay anda dan surat dari kantor adopsi anak." sahut Jungwoo menunjuk satu per satu amplop putih. "Lalu majalah kiriman Vogue dan Woman Sense juga tiba, oh ada paket dari Tuan Lee Seokmin di bawah."

Mingyu merengut menatap asistennya sambil membuka amplop yang ditunjuk berisikan contoh photo essay. Membolak-balik lembar demi lembar foto-foto yang tercetak di kertas matte, menggerutu mengenai pallete dan mood monoton dari hasil cetakan tersebut.

"Membosankan. Membosankan. Membosankan." gerutunya, memberikan tanda silang besar dengan spidol merah di halaman-halaman photo essay.

Sang asisten menahan tawa. Ia terbiasa melihat bossnya bertindak seperti ini--menggerutu tentang karyanya sendiri, terlalu perfeksionis dan sangat menyebalkan.

"Jungwoo," panggil sang fotografer dengan suara kesal, melemparkan photo essay tersebut ke sudut meja. "Paket dari Seokmin kenapa tidak dibawa kesini? Jangan malas."

Jungwoo menatap bossnya dengan mata mendelik seperti ingin marah tetapi ia sudah biasa mendapat kata-kata tidak ramah seperti itu.

"Tuan Lee mengirimkan karangan bunga sebesar dirimu, boss."

"Karangan bunga?"

"Iya. Selamat menjadi ayah begitu tulisannya."

Mingyu tertawa. "Letakkan karangan bunga itu di ruanganku." lanjutnya sambil beranjak berdiri setelah mematikan macbook pro dan meletakkan Nikon D850 ke dalam tasnya. "Aku tidak akan kembali lagi hari ini. Kamu tolong hubungi percetakan dan cetak ulang photo essay dengan file yang aku kirimkan kemarin. Lalu, bagi kerjaanmu ke asisten yang lainnya."

"Baik, boss."

"Aku tidak menggaji kalian untuk mejadi pengangguran disini. Lakukan quality check untuk foto yang harus kita kirimkan ke Allure, jangan buat kesalahan."

"Iya, boss."

Mingyu mengangguk, memerkan senyum 12 jarinya. "Ini buat kamu dan Zhengting makan siang, oh ajak juga si anak baru aku lupa--"

"Jaemin dan Yeosu, boss."

"--siapalah namanya itu. Sampai jumpa besok." ujar Mingyu setelah meninggalkan beberapa lembar 50 ribu won di atas meja dan mengambil kunci mobil, tas kamera serta amplop dari kantor adopsi juga jaket wool cokelatnya.

--x--

Jeon Wonwoo sedang memberikan instruksi kepada staffnya tentang penempatan lukisan yang baru saja masuk ke galeri mereka tadi pagi ketika suara bariton menyapa bersamaan dengan sentuhan lembut di kedua pinggul.

[✓] The Two of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang