Lelaki itu belum mengucapkan sepatah kata pun sejak ia berdiri di balik pagar pembatas lapangan basket dengan halaman sekolah 30 menit yang lalu. Mata bundarnya mengikuti setiap pergerakan seorang lelaki tinggi yang sedang melakukan dribble bola. Senyum mengembang di bibirnya ketika lelaki tinggi itu berhasil memasukan bola ke ring lawan, meskipun hanya latihan harian tetapi ia senang melihat lelaki tinggi tersebut dapat sukses melakukan yang disukainya.
Saat suara peluit terdengar memecah keramaian latihan sore itu, lelaki tinggi yang kini melihat keberadaannya langsung melambaikan tangan dan bergegas berlari ke arahnya dengan senyum yang masih melekat di wajah tampan yang menjadi favorit gadis-gadis di sekolah mereka.
"Aku melihatmu datang tadi." ujar lelaki tinggi tersebut, mengelap keringat yang mengalir dari pelipisnya. "Aku ambil tas dulu ya baru kita pulang bersama."
Xu Minghao, murid laki-laki tahun pertama sekolah menengah atas, menarik seragam latihan basketnya dan memberikan sapu tangan yang ada di dalam saku kemeja seragam. "Lap keringatmu pakai ini, jorok."
Lelaki tinggi itu tertawa malu, "Kau baik sekali. Tunggu sini dulu, ya."
Tidak sampai lima menit, murid jangkung tersebut kembali dengan tas yang sudah dengan manis berada di punggungnya begitu pun dengan tas jinjing yang berisi sepatu latihan basket yang memang dia pisahkan dengan sepatu untuk sekolah biasa.
Mereka berdua berjalan beriringan menyusuri lapangan tengah menuju pintu gerbang sekolah dan trotoar yang terbentang sepanjang pertokoan yang merupakan pusat bisnis kota tempat mereka tinggal. Selama perjalan mereka terus mengobrol tidak berhenti, terutama lelaki jangkung yang dengan serunya menceritakan tentang sesi latihan tadi, memberitahu jika ia bulan depan ada pertandingan persahabatan dengan sekolah lain.
"Kamu harus menontonku, Hao." ujarnya dengan tangan yang merangkul Xu Minghao dengan sangat kasual seperti biasa. "Aku benar-benar bersemangat kalau kamu hadir, sungguh."
"Aku kan selalu datang." sahut Minghao menoleh menatap Kim Mingyu hingga wajah mereka saling berdekatan.
Mingyu memperbaiki posisi tangannya hingga membuat lelaki yang lebih pendek dan kurus darinya itu kini terhimpit oleh dirinya dan tembok penuh grafiti di depan sebuah toko buku bekas.
"Wah benar-benar manis sekali temanku yang satu ini selalu hadir menemani. Boleh tidak lain kali aku mengajakmu menonton... seperti kencan?"
Kedua pipi tirus Minghao bersemu, "Dengan senang hati. Tepati janjimu, ya."
"Aku selalu menepati janji denganmu, Hao."
Dan mendaratkan kecupan singkat di hidung mungil Xu Minghao.
--x--
Xu Minghao sudah mengenal lelaki jangkung yang selalu mengajaknya pulang bersama semenjak masa orientasi sekolah. Kepribadiannya yang tidak mudah berteman dan hanya memiliki satu sahabat, yaitu tetangganya yang berumur satu tahun lebih tua darinya, meskipun mereka satu sekolah tetapi ia tidak sulit menemui sahabatnya tersebut.
Sejak perkenalan pertama dengan Kim Mingyu ketika mereka satu kelompok orientasi, keduanya hampir tidak saling terpisahkan--berada di kelas yang sama, tempat duduk yang saling bersebelahan, memiliki teman-teman yang sama, pulang bersama bahkan melakukan apa pun bersama. Berteman dengan seseorang yang memiliki hobi dan kesukaan yang sama sungguh membuat dirinya merasa senang, seperti ia menemukan belahan jiwanya.
"Minghao, perasaan terlalu nyaman itu sama dengan suka?" Kim Mingyu bertanya saat si jangkung mampir ke rumahnya sepulang sekolah.
"Kau bicara apa?" ia balik bertanya dengan kedua alis saling bertautan. "Suka siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] The Two of Us
أدب الهواةMenceritakan kehidupan rumah tangga dua orang yang memiliki sifat dan kesukaan yang sangat bertolak belakang. Jeon Wonwoo yang alergi dengan bulu anjing dan Kim Mingyu yang tidak menyukai kucing. -------------------------------- Marked as mature fo...