Chapter 8 - Kenndrick

22.9K 1.6K 70
                                    

Margo menatap Kenndrick dengan tatapan aneh seraya menarik napasnya berat. Well, ini gila! Meski dia punya body guard yang selalu siap sedia, tapi tetap saja Margo merasa membuka pintu masuk pada Kenndrick adalah sesuatu yang salah.

Dia tahu, Kenndrick telah mengkhianatinya. Dia juga tahu, kalau Kenndrick sama sekali tak punya hubungan apa-apa lagi dengan Margo. Tapi, kenapa Margo merasa seperti ini?

Kenapa dia masih berdebar, tatkala senyuman Kenndrick mengembang, menghiasi wajahnya?

Bukankah Margo ... sudah move on pada Daniel, dan melupakan bajingan jahat ini?

Kenapa ... di saat Kenndrick datang, Margo mulai merasa dirinya goyah?

Kenndrick menatapi Margo dengan seksama seraya menarik napas berat. Lelaki itu meletakkan buket bunga tulip yang ia bawa di meja, dan tersenyum lembut ke arah Margo.

"Terima kasih ... karena telah membukakan aku pintu, Ar." Kenndrick berusaha mengulum senyum kesedihannya, terlebih baru kali ini Margo bersedia bertemu dengannya. Setelah kebodohan yang Kenndrick lakukan tempo hari. "Aku ... sudah mendengar kabarmu dari Robert. Aku mendengar apa yang terjadi padamu ... karena diriku."

Margo masih menatap ke arah depan, entah pikirannya ada di mana. Ia bingung dengan perasaannya sendiri. Di satu sisi, Margo yakin kalau ia mencintai Daniel, mulai dari cara dia menunggu, ingin membuat Daniel bahagia, dan bagaikana ia terluka ketika Daniel mengingkari janjinya sudah cukup membuktikan kalau Margo menyimpan rasa lebih untuk lelaki itu.

Tapi, kenapa rasanya dengan Kenndrick masih bersisa?

Margo pikir semuanya telah sirna, karena belakangan ini Kenndrick tak pernah lagi menyusup ke dalam hatinya. Semuanya penuh dengan Daniel.

Namun, saat lelaki ini datang dan menunjukan diri. Debaran itu masih ada, meski samar. Rasa sakit itu masih ada, menusuk dada Margo kejam, hingga ia merasa sesak.

Mereka saat ini tengah duduk di ruang tengah apartment Margo. Dengan ditemani segelas jus jeruk, serta tatapan tajam dari para pengawal yang Daniel sewa.

Kenndrick tersenyum miris, sedih karena tahu Margo harus mengalami hal yang buruk karena dirinya. Meski lelaki yang melakukan hal itu dengan Margo adalah orang kaya, tapi Kenndrick masih merasa bersalah.

Merasa bersalah karena merusak, menkhianati, dan menyakiti wanita sebaik dan secantik Margo.

Lelaki dengan setelan kemeja navy blue serta celana jeans itu tiba-tiba saja turun dari sofa, berlutut di depan Margo dengan kepala yang tertunduk. Ia memberanikan diri untuk memegang tangan Margo, sebelum bergumam kecil, mengakui semua dosanya.

Margo terkejut, bingung, dan speechless. Tapi dia diam saja, menunggu penjelasan Kenndrick.

"Aku tidak pernah berselingkuh, Ar. Waktu itu, aku hanya menemani Felisha membeli kado untuk pacarnya. Well, aku tahu aku keterlaluan. Aku tahu aku pergi tanpa sepengetahuanmu, karena memang aku tak ingin membuatmu marah. Tapi, aku tidak menyangka ... karena hal itu ... karena keputusan bodoh itu
... aku malah kehilanganmu. Kehilangan dirimu, gadis yang aku cintai." Kenndrick menunduk, jadi Margo tak bisa melihat wajahnya. Tapi dari nada suaranya yang bergetar, sepertinya lelaki itu sedang menahan tangis.

Margo menarik napasnya kuat-kuat. Tidak peduli dengan tatapan aneh yang para pelayan dan body guard-nya layangkan. Dia hanya ... ingin menyelesaikan semua ini. Ia ingin melepas rasa sesak dan bencinya dengan Kenndrick. Meski sesungguhnya, Margo masih tak bisa percaya sepenuhnya.

Setelah tersakiti begitu hebat, mana bisa dia langsung percaya? Hatinya tidak terbuat dari baja. Dia hanya manusia biasa.

"Aku ... aku tak pernah berpikir kalau kehilangan dirimu bisa membuatku kehilangan segalanya. Sejak kau pergi, aku selalu mengurung diriku. Menyalahkan diri sendiri, kenapa bisa bertindak bodoh. Lalu, aku memberikanmu waktu untuk memikirkan semuanya, memikirkan hubungan kita. Karena itu aku tak datang. Aku tak mencarimu, meski batinku sudah menjerit frustrasi. Kau tahu kenapa, Ar?"

Kenndrick mendongakan kepalanya, hingga netranya bertemu dengan mata hazel milik Margo. Berlinang air mata, lelaki itu menangis. Hati Margo merasa terbelah menjadi dua, ketika lelaki yang pernah ia cintai ... atau bahkan masih ia cintai, menangis. Menangis karena kehilangan dirinya.

"A-aku tidak tahu ...," ucap Margo ragu. Suaranya serak, dia juga ingin menangis. Margo sudah terbawa suasana, apalagi semenjak hamil dia menjadi sensitif dan mudah menangisi hal-hal sepele.

"Karena aku ingin memberimu waktu ... waktu untuk berpikir dan menenangkan diri. Tapi, aku tak menyangka, kau malah harus mengalami hal buruk karena diriku. Ar. Aku memang bajingan jahat. Aku merusak hidupmu. Karena aku ... kau ... kau ...." Kenndrick menunduk kembali, tak kuasa menatap Margo lama-lama. Dia masih mencintai wanita ini, tak peduli bagaimana status Margo sekarang.

"Tapi kemudian ... kau kehilanganku." Margo melanjutkan ucapan Kenndrick, tangannya terulur, menghapus air mata yang turun dari mata lelaki itu. "Kau kehilanganku ... karena di dalam diriku, aku sudah memiliki buah cinta dari orang lain, Kenn."

Kenndrick mengangguk. Ekspresi wajahnya tampak menyedihkan. Kedua mata itu telah basah dan memerah, sedangkan tangannya mencengkram tangan Margo erat.

"Aku tahu Ar ... aku tahu kau punya bayi di dalam perutmu." Kenndrick mengangguk berat, seolah ia enggan mengakui fakta itu. "Tapi ... meskipun begitu ... aku ingin bertanya padamu ... apa kau ... mencintainya?"

Mencintai? Hal itu selalu Margo pertanyakan. Semenjak hamil, dia selalu menyukai segala hal tentang Daniel. Dia mengharapkan Daniel segera pulang ke rumah. Daniel menarik semua perhatiannya, hingga ia lupa dengan Kenndrick. Dan juga ... dia terluka, karena Daniel tidak menepati janji.

Apa hal itu, sudah cukup untuk disebut cinta?

"Ya ... aku mencintainya, Kenn." Margo mengangguk, dengan senyuman paksa dia berusaha menatap mata Kenn, meski perasaan untuk lelaki itu masih ada Margo tidak bisa membiarkan dirinya terlena terlalu jauh. Bayinya butuh Daniel, bukan Kenndrick. Sekuat tenaga, dia akan membuat perasaan ini segera menghilang dan fokus pada tujuan utamanya, membuat Daniel jatuh cinta.

"Kau mencintainya ...," kata Kenndrick mengulangi perkataan Margo, pelan. Terdengar menyakitkan, seolah tak mau mengucapkan hal itu. "Tapi ... bagaimana dengannya? Apa dia ... mencintaimu?"

Mencintai Margo?

Apa Daniel pernah ... sekali pun, mencintai Margo?

Apa dia pernah ... menganggap Margo sebagai wanita sesungguhnya? Bukan hanya wanita yang harus ia jaga, sebagai bentuk pertanggung jawaban?

Apa dia pernah ... berdebar barang sedetik pun karena Margo?

Sepertinya ... tidak.

"Belum, Kenn. Dia belum mencintaiku." Margo berusaha tersenyum, meski semuanya tak mudah. Dia mencintai Kenndrick, tapi juga Daniel. Meski demikian, Margo tahu kalau hatinya tak boleh terbagi dua. Daniel adalah orang yang harus dia kejar sekarang, dan Kenndrick hanyalah masa lalu.

Margo harus mengingat hal itu.

Kenndrick mengelus punggung tangan Margo pelan, kemudian mengecupnya pelan. Lelaki itu memejamkan kedua matanya lama, seolah dia mengutarakan semua perasaanya melalui ciuman tangan ini.

Lama. Kenndrick mencium tangan Margo lembut, dengan segenap perasaan yang dia punya. Kemudian, dia menatap kedua mata Margo lagi, namun kali ini Margo menemukan kesungguhan yang mendalam di kedua netra itu.

"Jika pada akhirnya dia tak bisa mencintaimu ... maka berbaliklah, Ar. Berbaliklah, ke tempat di mana kita pernah bersama. Kau akan menemukan aku, masih berada di posisi yang sama. Menunggu dirimu, untuk kembali kepadaku." Margo tak bisa berkata-kata, karena kedua bola mata Kenndrick terasa membiusnya. Kedua insan itu sempat beradu pandang beberapa saat, membiarkan indera penglihat mereka yang berbicara, hingga Kenndrick melanjutkan ucapannya.

"Aku akan menunggu, untukmu ... selalu."

***

#MargoDaniel
atau
#MargoKenn

?

Masih ada satu lagi sih! Margo punya banyak calon pendamping wkwkwkwk.

Vote dong~

[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang