Margo keluar dari toilet, menghidupkan keran dan menggosok tangannya lembut. Untuk beberapa saat, hanya terdengar suara air. Ya, dirinya hanya seorang diri. Margo menepi ke sini karena ingin menenangkan jantungnya.
Setelah bersih dari semua sabun, wanita itu menatap wajahnya yang masih tampak berbeda karena pengaruh make up. Well, hanya saja pipinya agak lebih merah, padahal Margo hanya memakai sedikit blush on.
Semua ini pasti terjadi karena kebodohannya barusan, yang tanpa sadar malah menjawab pernyataan buruk Lavender tentang William. Dia malu, gugup, sekaligus bingung. Rasanya tadi semua orang menatapnya dengan pandangan, apa kau dekat dengan William?
Margo terintimidasi, sungguh. Belum lagi tatapan tak suka yang Daniel layangkan terang-terangan membuatnya salah tingkah. Di dalam hati, dia bertanya-tanya, apakah Daniel menatapnya marah seperti itu karena cemburu?
Atau, mungkinkah ... laki-laki itu hanya merasa tak suka Margo dekat dengan temannya?
Margo tak tahu. Dia rasanya tidak sanggup menjelaskan perihal hubungan singkat-nya dengan William. Karena mau bagaimana pun, sesungguhnya William bukanlah pria yang jahat.
Seandainya dia tidak meminta Margo untuk belajar mencintainya dan tidak mematikan telepon Daniel hari itu, mungkin sekarang mereka masih berteman.
Margo mengibas-ngibaskan tangannya ke udara, membiarkan percikan air itu membasahi wastafel. Sedaritadi tidak ada yang masuk ke dalam toilet, padahal Margo sudah berdiam diri cukup lama di dalam sini.
Well, harus Margo akui, hotel ini punya kualitas yang luar biasa. Bahkan toiletnya saja sangat mewah. Jauh lebih luas daripada apartment yang Lynne dan Margo pernah tempati.
BRAKK!!!
Suara pintu itu terdengar keras, seolah didobrak. Tapi Margo tahu, orang-orang di luar tak akan mendengar karena bunyi musik yang jauh lebih kencang.
Margo terkesiap. Refleks, dia menoleh ke samping. Menemukan segerombolan wanita. Ah, tepatnya tiga orang wanita sedang berjalan ke arahnya.
Wanita pertama menggunakan dress ungu. Belahan dada dan pahanya terekspos sempurna, seolah ia sengaja memperlihatkannya. Wajahnya cantik, kulitnya putih, tapi Margo tahu tatapannya sedang menatap marah ke arahnya.
Wanita kedua menggunakan dress merah darah. Warnanya sedikit mirip dengan yang Lavender kenakan, tapi bedanya baju wanita ini lebih simple. Panjangnya sama seperti wanita tadi, dan juga ... dengan belahan dada yang amat rendah.
Well, sepertinya mereka memang hobi menampilkan dada mereka, ya?
Awalnya Margo tak bisa melihat wanita ketiga dengan jelas, karena dua wanita tadi berdiri di depan, menghalangi pandangan Margo untuk menatap perempuan yang di belakang.
Setelah mereka sampai di depan Margo, barulah dia bisa melihat dengan jelas wajah wanita tersebut. Hanya sebentar, tapi Margo berhasil mengidentifikasinya dengan baik.
Sorot mata itu masih sama seperti tadi. Penuh kemarahan dan rasa cemburu. Hanya saja kali ini tampak lebih jelas karena Margo melihatnya langsung, di depan matanya.
Ya, dia ... Rose. Wanita yang tadi ditolak Daniel mentah-mentah. Juga, orang yang menatap Margo penuh kebencian, tanpa alasan yang jelas. Dia aneh, tidakkah dia tahu kalau Margo bahkan lebih sering terluka dibanding dirinya?
"Kau ...." Margo baru saja hendak membuka pembicaraan dan bertanya, kenapa dia kemari dan menatap Margo seperti itu. Namun, pertanyaan tersebut bahkan belum sempat keluar karena wanita itu melayangkan tangannya duluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)
Romance[Follow dulu untuk kenyamanan bersama🙏] Ditarik sebagian demi kepentingan penerbitan. CERITA LEBIH BANYAK NYESEK DIBANDING BAHAGIANYA. ⚡WALLANCE BOOK TWO⚡ *** Ini kisah Margolie Charlotte yang terjebak di dalam kesalahan cinta satu malamnya. Ia me...