"Kau mau teh hangat, nona?" Albert—laki-laki dengan perawakan tinggi, rambut putih panjang dengan kucir kuda yang mencolok, seorang pelayan kepercayaan William—menawari Margo segelas teh saat mereka sampai di lantai dua kafe Aendrov's Kafe and Resto.
Saat hujan reda tadi, Margo buru-buru mengajak William keluar dari mobil dan menopang tubuhnya. Ya, William lemas. Dia tidak berbicara apa-apa sejak petir itu menyambar. Dan sekarang, William tengah berbaring di atas ranjang dengan wajah yang pucat pasi.
"Tidak, terima kasih." Margo tersenyum lembut lalu menambahi, "Jangan panggil aku nona. Cukup Ar saja."
"Baiklah, Ar." Albert mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya kepada William. "Terima kasih karena telah menjaga William di saat hujan tadi. Aku bersyukur dia tidak terjebak sendirian di dalam mobil."
Margo menaikkan alisnya tertarik. Well, sepertinya Albert bukanlah pria yang sembarangan. Dilihat dari cara dia berbicara, dia pasti sangat dekat dengan William sampai tahu apa yang laki-laki itu takuti dan kebiasaannya.
"Apa dia takut petir?" tanya Margo ragu. Ia ikut memandangi William yang tengah berbaring dengan mata terpejam. Wajahnya sungguh tenang ketika ia tertidur. Tidak seserius atau sedatar waktu kedua mata itu terbuka. "Kenapa?"
Albert menarik napas, "Maaf. Aku tidak bisa memberitahumu. Meskipun ini pertama kalinya aku melihat William bersama dengan seorang wanita, tapi aku tidak bisa sembarangan menceritakannya. Kuharap kau mengerti ...." Albert menatap Margo penuh harap, kemudian menghela napasnya lagi.
"Aku mengerti." Margo mengangguk-angguk. Dia tidak bisa memaksa Albert menceritakan segalanya di saat ia baru kenal William bukan? Meski Margo ingin tahu, tapi tetap saja ... dia harus tahu batasan.
"Apa kau sudah bekerja dengan William sejak dulu?" Margo mengalihkan topik, bertanya tentang hal lain.
Albert mengangguk, seketika wajah penyesalannya berubah menjadi cerah, "Aku bekerja bersama sejak 25 tahun yang lalu. Awalnya, aku hanya pegawai biasa di rumahnya. Waktu itu William baru berusia 6 tahun dan dia adalah bocah yang periang. Karena itu, aku bisa dekat dengannya. Dia tidak pernah menganggapku rendah, meskipun aku hanyalah pelayan biasa."
"Periang?" Margo mengangkat alisnya tertarik. Setelah itu, dia memperbaiki posisi duduknya agar terlihat nyaman. "Dia tidak terlihat seperti orang yang periang ... uhm, ya kau tahu ...."
"Dia berubah. Sifatnya berubah 180 derajat sejak sesuatu yang buruk menyerang keluarganya." Albert memejamkan matanya, seolah tengah menahan rasa sakit ketika menceritakan hal itu. "Aku tidak bisa memberitahumu apa tapi ... kumohon, jangan sakiti William. Dia laki-laki baik. Untuk pertama kalinya selama hidupku, aku melihatnya membawa wanita ke sini."
Mendengar perkataan Albert, Margo jadi bingung sendiri. Dia bukan siapa-siapa William, hanya orang asing yang kebetulan bertemu dan terus bersama sejak tadi. Tapi Margo tak mau membantah ucapan Albert karena takut laki-laki itu tersinggung.
"Apa perubahan sifat itu ... berhubungan dengan ketakutannya akan petir?" Margo bertanya lagi.
"Ya ...." Albert menjawab lesu.
"Lalu, bagaimana biasanya William menekan ketakutannya? Kau tahu, hujan selalu datang begitupula dengan petir. Bukan hanya hari ini saja." Margo mengernyit saat dirinya semakin kepo dengan hal-hal yang seharusnya tidak ia ketahui. Well, tanpa sadar setelah kejadian tadi ... Margo menjadi membuka diri, untuk mengenal William.
"Ketika hari sudah mendung, dia akan membuka musik besar-besar hingga suara petir itu tak terdengar." Albert menjawab. "Dia lemah, rapuh, dan banyak luka. Tapi ... dia selalu menunjukan wajah datar, seolah-olah dia baik-baik saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
[#W2] The Bastard That I Love (COMPLETED)
Romance[Follow dulu untuk kenyamanan bersama🙏] Ditarik sebagian demi kepentingan penerbitan. CERITA LEBIH BANYAK NYESEK DIBANDING BAHAGIANYA. ⚡WALLANCE BOOK TWO⚡ *** Ini kisah Margolie Charlotte yang terjebak di dalam kesalahan cinta satu malamnya. Ia me...