The Profesor

2.5K 357 16
                                    

"Kau yakin kliniknya masih buka?" tanya Coups saat mereka tengah bersiap berangkat ke klinik Prof. Chwe. Hannie mengangguk mantap. Ia memasukkan keranjang berisi daging babi mentah untuk bingkisan.

"Tidak bisakah kita berangkat besok pagi? Ini pukul 10 malam. Dan mereka belum menyentuh makan sama sekali," ucap Coups lagi.

Hannie menghela nafas.

"Baby, mau ini jam 10 atau jam 12 malam, aku tetap akan kesana. Karena ada sesuatu yang harus kurundingkan," jawab Hannie.

Coups hanya bisa menghela nafasnya. Ia hanya bisa menurut. Lagi pula, sudah lama ia tidak berkunjung ke sana.

Selagi Minghao terpaksa menuntun Jun berjalan, Wonu menggeret lengan Gyu malas. Bocah raksasa itu terhuyung-huyung karena mengantuk. Ini baru pukul 10 dan Gyu seperti orang mabuk. Ia membawa boneka teddy bear di tangannya dan mendengus saat Wonu memaksa kepala Gyu untuk menunduk. Ia masuk ke jog paling belakang, disusul Wonu. Jun masuk mobil dengan rusuh, apalagi Hao yang daritadi meringis menahan perih di tangannya. Padahal tadi tidak seperih ini.

Setelah semua duduk di jog masing-masing, Coups menyalakan mobil dan memutuskan untuk menghidupkan radio. Ia melirik Hannie yang tengah sibuk berkutat dengan ponselnya.

"Kau sudah mengabarinya?" tanya Coups. Hannie mengangguk.

Keadaan kembali hening. Gyu sudah tidur dengan bonekanya, dan Wonu berusaha keras agar kepala Gyu tidak jatuh di bahunya. Anak itu kalau tidur kadang ilernya tidak dikontrol. Bersyukur, Hannie sudah menyemprot mobil dengan pengharum, jadi bau badeg bekas babi hutan agak hilang. Coups mematikan AC dan membuka jendela mobil sedikit. Angin dingin khas malam langsung menyeruak masuk, membuat hidung Hao gatal.

Suasana sunyi malam itu agak aneh. Coups sedari tadi melirik Jun dan Minghao dari kaca spion. Hannie sibuk bergumam dengan ponsel di tangannya, dan Wonu diam tak bergerak seperti manequin. Minghao agak tidak peduli sebenarnya. Ia sudah terlanjur lelah dan malas memikirkan kenapa orang-orang jadi bertingkah aneh. Jadi, selagi menatap keluar jendela, angin sejuk membelai wajahnya, menyusuri lekuk wajahnya, dan mengibarkan rambut hazelnya. Sepuluh detik kemudian, Hao sudah kembali ke dunia penuh permen tanpa bola tenis yang melayang.

Ketika Jun menoleh, kepala Minghao sudah menunduk. Tangannya tergeletak di pahanya dan dadanya mengembang mengempis secara teratur. Jun mendekat lalu menutup jendela pintu Hao. Setelah itu, ia merebahkan tubuhnya lagi. Jun melirik pantulan mata Coups dari kaca spion.

"Katakan," buka Coups, "...kau dipihak siapa?"

Jun mengernyit.

"Apa maksudmu?"

Coups tak menjawab. Ia kembali fokus pada jalanan sepi di depannya.

"Selagi 'penjamin' di sampingmu tidur, apa salahnya kau berkata jujur, hm?" Kini giliran Hannie yang berbicara. Ia melepas ikat rambutnya, lalu menyisir rambutnya itu dengan jarinya. "Hui?"

Entah kenapa, Jun tergelak. Panggilan itu, sudah lama tidak ada yang memanggilnya dengan nama itu. Dan mendengar Hannie mengatakannya barusan, seolah membangkitkan sesuatu yang tersembunyi dalam benak Jun.

"Apa yang kau katakan? Penjamin apa?"

Jun menelan salivanya begitu merasakan pergerakan di belakangnya. Wonu, si pria manequin, menempelkan ujung pistol ke belakang kepalanya.

"Kau jangan memulai provokasi Junhui Wendhoven. Ingat saja bahwa kau ini bekerja untuk siapa," bisik Wonu, berat dan tajam.

Dan entah sejak kapan, Jun sudah menggenggam erat tangan Hao. Pria berambut putih ini mengernyit bingung. Sebenarnya apa yang mereka katakan? Kenapa mereka tiba-tiba aneh? Jun belum pernah menemui mereka sebelumnya. Kecuali...

THE PROTECTOR - Disclosure of Identity | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang