Neither Lie Nor Truth

1.5K 244 46
                                    

Kali Jun membuka matanya, tubuhnya sudah terikat tak toleran di sebuah kursi. Kedua tangan dan kakinya diikat pula di setiap sisi kursi itu. Sesuatu menutupi matanya, membuatnya hanya dapat melihat kegelapan. Sesuatu yang tidak mengenakkan juga menyumpal mulutnya. Sumpah, rasanya seolah ada kaos kaki bekas yang tidak dicuci bertahun-tahun bertengger disana. Jun berusaha meronta, melepas apapun yang mengikat tubuhnya. Ia mengerang. Sebal.

Sebuah suara terdengar dari belakangnya. Seperti besi beradu. Oh sial, apa seseorang akan mencambuknya sekarang? Memikirkan hal itu saja sudah membuat punggungnya ngilu. Suara keriut pintu terdengar, bersamaan dengan langkah sepatu yang bergema. Nafas Jun memburu. Siapa itu? Apa itu?

Suara dehaman terdengar. Orang itu, atau apapun itu, kini berhenti di depannya. Pergerakan terasa, sebuah tangan menjambak rambut Jun, membuat pemuda ini mendongak. Ia menggeram. Tangan itu melepas kain yang menutupi mata Jun. Cahaya redup memenuhi pandangannya sejenak. Kabur dan tidak jelas. Ingin sekali Jun mengucek matanya, hanya agar dapat membuat matanya berfungsi lagi dengan baik. Selesai berkedip-kedip tak karuan, pemuda bersurai hitam semi putih ini menyipitkan matanya.

Ada dua siluet orang di hadapannya, berdiri bersebelahan dan nampak menyembunyikan sesuatu di belakang mereka. Oh ayolah, Jun lelah menggeram. Badannya pegal semua. Ia lapar! Ia belum sempat makan makanan gratisan karena ada serangga sialan yang mengejar Minghao. Ia juga lelah mental. Otaknya bisa saja terlalu banyak mengeluarkan cairan aneh sehingga membuatnya jadi rusak. Setidaknya berikan Jun seminggu penuh untuk bisa tenang, berdiam diri di suatu tempat, atap misalnya. Berduaan saja dengan Hao.

Eh...

Jadi selagi Jun menahan rasa-rasa menjijikkan di mulutnya, otaknya berputar keras tentang rencana dadakan yang harus ia lakukan. Daze sialan. Apa yang sebenarnya terjadi? Kalau ini merupakan bagian dari rencana, bakal Jun bakar hidup-hidup dia. Kemana si gila itu? Tapi dari itu semua, satu-satunya cara yang harus Jun lakukan adalah kabur dari keadaan ini. Terikat dalam ruangan pengab dan gelap bukan hal yang bagus, apalagi sesuatu yang bau menyumpal mulutnya saat ini.

Belum ada satu pun ide yang muncul, seseorang di depannya mendecih tak sabaran. Ia akhirnya melangkah maju dan menyalakan saklar lampu yang entah berada di mana. Lampu yang sangat terang tiba-tiba menyala di atasnya, membuat kepala Jun tambah pening. Orang tadi, yang menyalakan lampu, menunduk ke arahnya dan menarik keluar benda yang menyumpal mulutnya. Jun mendelik, antara marah, terkejut, dan jijik. Benda yang baru saja keluar dari mulutnya adalah sebuah kaos kaki buluk kekuningan yang sudah berjamur. Jun tak bisa menahan rasa mualnya dengan meludah ke sembarang arah.

Yang ternyata malah mengenai pemuda yang ada di sampingnya.

"Hei!" gertaknya.

Jun hanya memutar bola mata.

Pemuda lain, yang dari tadi diam memperhatikan, perlahan maju dan menunduk tepat di depan Jun. Wajahnya tampak tak asing. Guratan itu, hidung itu, mata itu, alis itu. Itu dirinya!

"What the..."

"Hei, Jun," sapanya, lalu memajukan lagi wajahnya, membuat Jun mau tak mau mundur. "Atau bisa kusebut... kakakku?"

Jun mengangkat alisnya sambil melongo tak percaya. Orang ini, yang wajahnya mirip dengannya, adalah adiknya? Fakta mengerikan apa lagi ini? Menyadari ekspresi tolol Jun, pemuda yang tadi Jun ludahi tertawa mengejek.

"Oh ayolah Trevor, bukan saatnya kita reuni keluarga. Si brengsek satu ini harus segera kita selesaikan," katanya.

Trevor menegakkan kembali tubuhnya tanpa memutuskan kontak matanya pada Jun. Ada sesuatu dalam tatapannya. Tapi Jun terlalu tidak peduli untuk mencari tahu. Yang ia pedulikan saat ini adalah cara keluar dari sini. Jun lah yang pertama memutuskan kontak mata. Jujur saja, menatap mata seseorang yang fisiknya sama denganmu sungguh menyeramkan.

THE PROTECTOR - Disclosure of Identity | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang