Bertahun-tahun sudah terlewati. Gunung, lembah, lautan, padang pasir, mereka lompati dengan susah payah.
Eh tidak. Bukan itu yang terjadi.
Nyatanya, pergi ke Kerajaan Yue--ralat--Kota Yue tidak sesulit yang mereka kira. Mereka hanya perlu naik bis ke halte lalu lanjut naik kereta bawah tanah yang langsung mengarah ke stasiun Kota Yue. Dumbbell mengecek peta lewat ponselnya. Setelah memastikan tujuan mereka benar, ia menggeret Jun menuju pintu keluar. Orang-orang juga nampak normal, sangat normal malah. Jun jadi ragu apa Dumbbell mengarah ke arah yang benar atau tidak.
Mereka berhenti di belakang garis gerbang. Jun melihat Dumbbell mengatur nafasnya, entah untuk apa.
"Sudah saatnya, Junhui," katanya.
"Saat apa?"
"Gerbang ini adalah portalnya. Sekali masuk, namamu bakal tercetak di daftar penghuni neraka," lanjut Dumbbell.
Jun mengernyit horror. "Apa? Kenapa begitu?"
"Kau mau tahu? Lewati dulu portal ini," ujar Dumbbell.
Jun menggeleng cepat, merasakan kelabilan di hatinya.
"Tidak. Aku tidak mau masuk neraka!" protesnya.
Dumbbell menghela nafas sambil memutar bola matanya. "Kita ini iblis, Hui. Apa bedanya? Mau berdosa atau tidak kembalimu ya hanya ke neraka. Just face it dude."
Jun merasa ingin menangis. Sialan memang. Ia merangkul lengan Dumbbell dan menggeleng tak yakin. Dengan mantap, mereka berdua melangkah keluar dari gerbang. Sudah itu saja. Tidak ada sambutan meriah atau tepuk tangan. Memasuki Yue ternyata semudah itu. Sedetik kemudian, mereka mulai merasakan efeknya. Kepalanya terasa sangat berat, tenggorokannya terbakar dan kering, dadanya sesak, matanya berair, dan Jun berharap ia cepat mati saja sekarang. Akibatnya, Jun kini tengah bersujud kesakitan di sebelah gerbang.
"Bertahanlah, Hui. Rasanya bakal hilang 5 menit lagi," ungkap Dumbbell yang wajahnya memucat menahan sakit.
"A... ahh... s-sial. Aku merasakan banyak sekali tekanan. Seolah aku sudah melakukan banyak sekali dosa. Shit, aku mual."
Setelah memastikan rasanya benar-benar hilang, mereka memutuskan untuk singgah dulu di suatu tempat dengan minuman dan AC. Memasuki sebuah cafe, Jun melirik was-was. Siapa tahu ada iblis kerasukan yang akan melempar batang sapu secara brutal. Tapi sampai mereka selesai makan donat pun, keadaan baik-baik saja.
Sambil mengunyah sepotong sandwich, Dumbbell membuka aplikasi maps di ponselnya. Mereka kini berada di distrik Feng, wilayah paling barat Yue. Mereka harus pergi ke arah utara untuk dapat sampai di distrik Wen, pusat Yue.
"Tidakkah ini aneh?" tanya Jun selagi mereka berlari menyeberang.
"Aneh kenapa?"
"Tidak ada gangguan. Maksudku mungkin seharusnya ada kelompok teroris yang menembaki kita atau apa," jawab Jun.
Dumbbell menoleh hanya untuk memberikan wajah memelas kepada Jun. Pemuda ini kenapa tidak bersyukur saja. Malah ingin dapat masalah. Berpikir tentang masalah, mereka dalam masalah besar sekarang. Secara, mereka kabur dari cengkraman Daze yang Flop sendiri saja menganggapnya gila. Oh, dan jangan lupa tentang kloningan Daze yang suka meledakkan diri itu. Makin dipikir, dada Dumbbell makin sesak. Sial, inikah rasanya orang yang berdosa? Tapi kenapa kebanyakan orang berdosa hidupnya terlihat menyenangkan?
"Karena mereka tidak berpikir."
Ah, ia ingat sekarang. Waktu itu, disaat ia masih dalam masa pelatihan sekolah keiblisan (sungguh hal itu ada), Hoon mengajaknya ke Yue. Keadaan jaman itu masih menyedihkan. Tidak ada yang namanya gedung-gedung tinggi atau bar. Isinya hanyalah hutan gersang mirip padang pasir yang panas, dan pusatnya hanyalah istana dari batu bata yang bahkan kalau di lempar pakai sandal jepit bisa runtuh. Luar biasanya Hoon waktu itu, ia bisa bertahan dari efeknya walau matanya memanas ingin menangis. Dumbbell ingat ia mengeluhkan tentang efek itu pada Hoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PROTECTOR - Disclosure of Identity | Junhao[✔]
Fanfiction[Beberapa chap mungkin tidak untuk manusia normal] "Kau milikku dan aku milikmu. Kita akan terus begini sampai Fortuna menghisap bisa ularnya Medusa." "Tunggu, apa?" Hao tidak pernah tahu kalau kelakuannya saat itu membuatnya harus terlibat dalam pe...