amor et affectio

1.4K 228 26
                                    

Junhui bersembunyi di dalam lemari kamarnya, sekalipun Coupsy dan Wonu menggedor-gedor pintu kamar. Ia tentu saja tidak mau ikut. Lebih baik bermain ilusi di dalam lemari pakaian daripada mendapat kemungkinan bakal menghancurkan seisi istana.

"Karena keturunan iblis tidak bisa masuk istanamu."

"Iblis? Jun, kau terlampau imut untuk bisa dibilang iblis. Lagipula, kalaupun memang keturunan iblis, seharusnya mukamu jelek, sejelek Volemon di film Harry Potter-"

"Voldemort. Yang benar Voldemort."

"Ah iya itu namanya. Pokoknya, kau harus datang. Aku tidak mau tahu."

Minghao terlalu baik dan perhatian, anak itu nampaknya juga pemberani dan suka tantangan. Meski baru mengenal dan berbicara padanya selama 45 menit--Pak Prajurit yang sempat Minghao bodohi tiba-tiba datang dan bersujud syukur--Jun sudah pasti tahu bagaimana karakter Pangeran itu.

"Tinggalkan aku!" balas Jun sebal.

Ia mengusak hidungnya yang gatal, sambil sesekali menggerakkan jari-jari kakinya yang mungil. Tangannya sibuk memainkan bandul kalung di lehernya, yang langsung membuat sosok Minghao kembali merayap melalui celah otaknya dan mulai menari-nari di antara jidatnya.

Aigoo...

Jun ingin sekali datang. Rasanya kurang ajar dan tidak sopan jika menolak undangan ulang tahun mewah dari orang yang telah menyelamatkan nyawanya. Tapi Jun bingung setengah mati. Pilihannya menyangkut kehidupan orang banyak. Meski anak ini tidak tahu apa kebenaran dibalik identitasnya. Semua orang terus memanggilnya anak sial, anak iblis, anak setan, anak-- ah, tidak perlu dilanjutkan.

Jun, yang mau percaya atau tidak, juga turut bertanggung jawab atas tuduhan-tuduhan yang ditimpakan padanya. Coupsy dan Wonu selalu bilang bahwa hal itu tidak benar. Tapi mereka pun juga tidak tahu kebenarannya.

Lagipula Jun juga bingung akan memberi hadiah apa pada Minghao.

Pintu almari tiba-tiba dibuka. Seorang wanita muda dengan balutan gaun putih panjang dan berlengan ini berjongkok di depan Jun. Antingnya yang berupa bandul sepasang-sayap-merpati-berkilau bergoyang seirama jarum jam yang berdetak. Rambutnya dicepol ke atas secara sederhana, namun terlihat elok dan anggun. Ia tersenyum hangat, lantas mengusak rambut putih Jun.

"Bunda Gezi," panggil Jun. Suaranya begitu kecil, penuh akan keraguan. "Aku tidak mau ikut."

Bunda Gezi tersenyum lagi. Tangannya yang halus nan lentik menuntun Jun keluar dari markas persembunyiannya. Ia menepuk bahu anak ini pelan.

"Kenapa? Bukankah kau mau mengungkapkan rasa terima kasihmu padanya? Coupsy dan Wonu sudah menceritakannya padaku," sahut Bunda Gezi.

"T-tapi--"

"Shh... semua akan baik-baik saja, Jun. Kau harus percaya pada dirimu sendiri."

Dengan begitu, Jun akhirnya resmi memakai tuxedo cilik dan memasrahkan dirinya untuk dipoles sedemikian rupa oleh Bunda Gezi. Tak butuh waktu lama, ia sekarang menjadi sosok malaikat kecil yang tampan. Ia beranjak keluar dari kamarnya dengan wajah cemberut. Tekukan di dahinya berlapis-lapis, mirip pegunungan lapis legit di dunia permen. Wonu lah yang pertama terkikik. Ia menggasak lengan Jun sambil tersenyum jahil.

"Kau terlihat tampan Jun," katanya menggoda.

Jun hanya memutar bola matanya. Mereka mengikuti Bunda Gezi ke kanopi depan. Di depan gedung, terparkir berjejer-jejer balon udara raksasa berwarna-warni yang berlapis emas putih. Anak-anak lain sibuk berebut balon mana yang ingin ia tumpangi, sementara itu para suster kewalahan menangani mereka.

THE PROTECTOR - Disclosure of Identity | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang