Sunset

1.8K 322 38
                                    

Minghao akhirnya bisa kembali bersantai di sofa empuk sambil berkhayal. Daze ternyata cukup kaya untuk meminjamkan sebagian kamar di apartemen mewahnya ini kepada mereka. Tapi mungkin mereka harus berbagi kamar karena kamar lain berisi kloning Daze yang bisa meledak kapanpun. Hao menghela nafasnya sambil membuang kepalanya ke belakang sofa. Perlahan badannya mulai ikut bergerak dan akhirnya ia gantungan di senderan sofa.

Keadaan sekelilingnya langsung terbalik, membuat Minghao makin lancar berkhayal. Apa jadinya jika dunia terbalik? Mungkin sama menakjubkannya dengan tidur di tumpukan anak anjing yang lucu. Anak kucing juga lucu, tapi Hao malas kalau mereka mulai mencakar sesuatu. Ia memainkan tangannya, membayangkan jarinya berlari menaiki televisi dan melompat ke langit-langit, kemudian berakhir dengan kesetrum di lampu-lampu.

Hao melirik ke arah pintu karena mendengar suara langkah kaki mendekat. Siapakah itu? Wonu tiba-tiba memasuki kamar, lalu melompat ke salah satu dari ketiga kasur yang tersedia. Ia menyuarakan kepuasan saat kasur itu lulus tes keempukan.

"Kau mau sekamar denganku?" tanya Hao dengan suara agak tertekan karena darah sekarang berkumpul di otaknya.

Wonu menggumam panjang lalu membenamkan kepalanya ke bantal.

"Aku bisa tidur dimanapun aku mau," jawabnya. Namun Hao mendengarnya sebagai jawaban ia sangat senang bisa sekamar dengan Hao. Jadi Minghao mengangguk dipaksakan.

"Lalu apa yang kau lakukan?" lanjut Wonu.

Minghao membuang tangannya ke atas, yang dalam penglihatan Wonu ke bawah, lalu menyentuh lantai dengan ujung jarinya yang kurus.

"Aku tak tahu. Aku hanya merasa meleleh," jawab Hao. Ia bangkit duduk di sofa dengan satu sentakan. Wajahnya semerah tomat dan dahinya dipenuhi pembuluh darah. Wonu mengernyit prihatin. "Kau tahu? Meleleh secara harfiah dimana kau bisa tenggelam dalam sofa ini dalam satu detik."

Wonu juga duduk di kasur sambil memeluk bantal. Ia memutar bola matanya.

"Aku tak tahu kenapa aku bisa memahami ucapanmu itu," ucapnya.

Hao mendengus kemudian menyunggingkan senyum dan tertawa. Minghao berjalan ke arah pintu, menghadap ke Wonu, lalu mulai berlari. Wonu melebarkan matanya sambil mengumpat saat Hao mulai melompat. Dengan cekikikan lucu, Minghao mendarat ke atas kasur dengan lututnya, yang juga membuat Wonu sedikit terpental ke atas.

"Idiot," seru Wonu.

Minghao mengedikkan bahunya lalu mulai menggantung terbalik tubuhnya lagi di pinggiran kasur. Posisi ini lebih enak, mengingat punggungnya disangga oleh kumpulan kapas yang empuk.

"Jadi, kau dan Jun itu sahabat karib?" tanya Hao tiba-tiba membuat Wonu mendelik. Ia memukul perut Hao pakai bantal sambil melotot takjub.

"Woah, kenapa kau tanya itu?"

"Entahlah. Aku hanya ingin menanyakannya," jawab Hao. "Aku mengimpikan semua orang, seperti kilas balik memori dari sudut pandang orang ketiga. Dan itu menyeramkan. Jadi kuputuskan kalau itu hanya mimpi buruk."

Wonu menatap jakun Minghao yang bergerak selagi bocah itu berbicara. Ia menenggelamkan wajahnya di bantal sambil merasakan pergerakan jakunnya sendiri. Idiot? Memang.

"Kurasa itu bukan mimpi. Aku dan Jun memang bersahabat, dulu," ungkap Wonu.

Minghao bangkit duduk, gantian mendelik.

"Wow! Apa ia idiot dan mesum?"

"Eh... tidak. Ia tipe anak periang yang mudah sekali berteman," sahut Wonu, setengah mengernyit. Mendengar jawaban yang kurang memuaskan, Minghao mengangguk kecewa.

THE PROTECTOR - Disclosure of Identity | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang