Kini aku mengerti satu hal, bahwa apa yang kita cintai itu bisa membuat kita lupa akan segalanya. Sedangkan, apa yang kita cintai dengan memasrahkan kepada Allah, kita akan selalu ingat kepadanya dengan berdoa atas apa yang kita cintai itu. Aku tahu, dulu aku mencintai Arfan karena aku hanya menyukai dia dari segi fisik tanpa melibatkan Allah didalamnya. Ketika aku mulai melibatkan Allah didalamnya, Arfan menjauh dan hilang entah kemana. Sedih? Pasti. Tapi apa boleh buat, inilah jalannya. Allah sudah menetapkan ini untukku, aku pasrahkan semuanya kepada-Nya. Dan, ini adalah jawaban atas doa-doaku. Mungkin, dia terlalu baik bagiku atau mungkin saja ada yang lebih pantas denganku selain Arfan.
Arfan. Seorang laki-laki yang dulu sangat baik padaku, sangat peduli denganku, sangat memperhatikan setiap perbuatanku. Sedangkan aku, aku sama sekali tidak pernah peduli padanya, setiap aku janji padanya aku selalu mengingkarinya. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Seperti yang aku rasakan saat ini, aku menyesal telah mengingkari janji-janjinya. Arfan pernah mengatakan jika aku tidak berubah maka dia akan pergi. Alhasil, itu semua terjadi.
"Ama, sarapannya udah siap. Buruan turun ya?" Lamunanku buyar ketika ummi mengetuk pintu kamarku. Aku bangkit dari meja riasku. Aku menghilangkan bulir-bulir airmata yang tadi menetes. Aku meraih tasku yang berada di meja belajar dan aku membuka pintu kamarku.
"Kok mata kamu merah, Ma? Kamu sakit?" Tanya ummiku.
"Gakpapa kok ummi, tadi Ama kena debu pas buka jendela kamar Ama," bohongku. Maafkan Ama Ya Allah karena udah bohong kepada ummi. Aku gak mau ummi tahu kalau aku habis nangis.
"Oh ya udah, turun yuk. Sarapan dulu," ajak ummi. Ummi berjalan menuju ke ruang makan dan aku mengikuti ummi dari belakang.
Kini aku telah sampai di ruang makan. Aku pun duduk disamping abi ku. Ummi mengambil roti tawar dan mengoleskan selai kacang kesukaanku dan memberikannya kepadaku.
"Terimakasih ummi," ucapku.
Ummi tersenyum.
"Bagaimana dengan sekolahmu, Ma? Lebih baik atau lebih buruk?" Tanya abi kepadaku.
"Alhamdulillah lebih baik, bi. Aku lebih suka disitu," jawabku kepada abi.
"Kamu nyaman disitu?"
"Nyaman, bi."
"Syukurlah. Abi lebih suka kamu yang sekarang, Ma. Dulu abi pikir setelah kamu masuk di madrasah itu, kamu bakal marah sama abi karena telah memasukkanmu disitu," tutur Abi.
Aku tersenyum kepada Abi, "memang sih Ama dulu pengen marah sama abi karena abi menyekolahkan Ama di madrasah itu, tapi, karena seseorang telah membukakan mataku lebih luas lagi, makanya aku mengerti alasan Abi menyekolahkan Ama disitu. Abi tidak inginkan kalau aku menjadi anak yang nakal seperti dulu kan?"
Abi tersenyum dan mengelus kepalaku, "iya, Ma. Kamu sekarang tambah dewasa ya. Oh iya, yang kamu maksud tadi siapa, Ma?"
"Teman Ama kok, bi," jawabku kepada Abi. Ada dua orang yang telah membuatku mengerti dengan semua ini. Dilla dan Arfan. Mereka telah membuatku mengerti akan kasih sayang Abi juga maksud dari perbuatan abi yang menyekolahkanku di madrasah itu.
"Udah jangan cerita terus, nanti Ama bisa telat loh ke sekolahnya," tegur ummi.
"Kamu berangkat bareng abi?"
"Boleh, bi."
"Ya sudah, Ama berangkat dulu ya ummi. Ummi baik-baik ya di rumah. Assalamualaikum," pamitku kepada ummi. Aku mencium punggung tangan dan pipi ummi. Setelah itu, aku dan abi keluar rumah menuju ke garasi mobil. Lalu aku dan abi bergegas menuju ke sekolahku.
-------
Aku kini mengerti, apa yang dilakukan orangtua pasti itulah yang terbaik untuk anaknya. Seperti yang dilakukan abbi, aku bersekolah di madrasah ini. Jika seandainya aku tidak disini, aku tidak bisa membayangkan bagaimana diriku kedepannya. Mungkin aku akan menjadi lebih buruk.
Abi melakukan itu karena ia sayang padaku. Abi tidak ingin anak semata wayangnya terjerumus dalam pergaulan yang tidak wajar. Abi selalu berusaha untuk menjadikan anaknya lebih baik dibanding dirinya.
Apalagi ummi, ummi rela bangun pagi-pagi untuk menyipkan segalanya. Mulai dari membangunkanku sholat tahajud, menyiapkan sarapan, dan sebagainya. Kini aku menjadi terbiasa bangun sholat tahajud sendiri tanpa dibangunkan oleh ummi. Aku sangat berterimakasih kepada Allah yang telah memberikanku seorang ibu yang sangat sayang terhadap anaknya. Ummi selalu membenarkan perbuatanku ketika aku salah. Ummi selalu membantuku ketika aku susah.
Ketika tidak ada yang percaya saat aku mulai berubah menjadi yang lebih baik, hanya ummi dan abbi ku lah yang percaya padaku. Mereka selalu mendukungku. Mereka selalu mengatakan jika Allah Maha Melihat. Ummi dan abbi juga selalu mengatakan 'tidak apa jika kamu banyak yang membenci lantaran kamu berubah menjadi yang lebih baik, ingat, kamu tidak sendiri. Allah selalu bersamamu. Ummi dan abbi selalu ada disampingmu. Suatu saat, akan ada seseorang teman yang akan menemani dalam hijrahmu.'
Maka dari itu, aku sekarang tidak peduli lagi jika ada yang membenciku. Seperti yang dikatakan ummi dan abbi, 'Allah selalu bersamamu.'
---------
Istirahat telah usai. Aku baru saja sampai di kelas. Aku langsung menuju tempat dudukku berada. Bangku sebelah kananku kosong, bangku milik Dhilla. Ia hari ini tidak masuk sekolah karena ada keperluan keluarga. Alhasil, aku sehari ini duduk sendiri tanpa ada Dhilla yang biasanya selalu menemaniku.
Aku mengeluarkan beberapa kotak pensil dari laci meja. Tiba-tiba ada sebuah kertas yang jatuh bersamaan dengan kotak pensilku. Aku meraih kertas yang jatuh di lantai. Sepertinya ini bukan kertas, melainkan amplop berwarna biru muda.
Sepertinya ini surat yang ditujukan kepadaku. Tetapi aku tidak tahu siapa yang mengirimkan itu padaku. Karena rasa penasaran, aku pun membuka surat itu. Betapa kagetnya aku melihat isi surat tersebut.
Kepada : Tsania Amalia
Assalamualaikum Wr.Wb.
Hai Ama. Apa kabarmu? Kamu baik-baik saja kan? Sebenarnya aku sangat ingin sekali bertemu denganmu. Tapi, aku rasa ini belum waktunya. Tunggu saja nanti ya.
Aku hanya ingin mengatakan "keep istiqomah" ya Ma. Gak usah mikirin yang dulu-dulu. Intinya pikirin aja masa depanmu, oke?
Segini dulu ya. Kamu tidak perlu tahu siapa aku.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Salam,
^_^Siapa ini? Kenapa orang ini mengirimiku surat seperti itu? Apakah dia teman dekatku atau orang lain?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul didalam otakku. Pengirim surat misteri itu membuatku penasaran. Kenapa dia tahu kelasku? Dan juga namaku. Atau jangan-jangan dia kakak kelas atau teman seangkatanku? Atau jangan-jangan dia...... Ah, aku sangat bingung. Ingin aku bertanya kepada teman sekelasku tentang siapa yang datang kesini dan menaruh surat di mejaku. Tapi, aku tidak mau mereka penasaran dengan isi surat tersebut. Akhirnya, aku mengurungkan niatku untuk bertanya. Aku melipat kembali kertas itu dan aku masukkan kembali kedalam amplop. Setelah itu, aku menyimpan surat tersebut kedalam tasku.
***
Haii
Maaf lama update.
Jangan lupa vote dan commentnya yaNext?
KAMU SEDANG MEMBACA
PENANTIAN [Sedang Revisi]
SpiritualMendoakan dan melihatmu dari kejauhan adalah caraku mencintaimu. ------------ Bacalah cerita ini. Maka, akan ku ceritakan semua apa yang ku alami saat ini. Bagaimana rasanya menunggu seseorang yang hilang Bagaimana rasanya hidup dengan kerumitan Dan...