"Amaaa, tahu pensil punyaku gak?"
"Enggak, bukannya tadi kamu bawa ya?"
"Iya sih, tapi tadi udah aku taruh di dalem buku," Dilla yang kebingungan mencari pensil nya pun mengobrak-abrik isi laci meja.
"Jatuh?"
Dilla terdiam sebentar, " ya gak tahu sih. Gimana nih, bentar lagi ulangan matematika."
"Aku cuma punya satu doang, coba kamu pinjem ke yang lainnya," ucapku.
Dilla pun menanyakan satu-persatu teman sekelasnya apakah mereka punya pensil lebih dari satu. Untung saja guru mapel matematika belum datang ke kelas, jadi lebih memudahkan Dilla untuk meminjam pensil ke yang lainnya.
"Udah dapet?"
"Alhamdulillah, udah nih. Tuh, gurunya dateng, untung aja udah dapet pensilnya," ucap Dilla sambil menunjuk guru yang baru saja datang di kelasku.
"Alhamdulillah, emang kamu udah belajar buat ulangan nanti?" Tanyaku ke Dilla.
Dilla pun terkejut, "Astaghfirullah, aku lupa, Ma. Aduh, gimana nih."
"Kebiasaan banget sih, kalau ada ulangan gak belajar."
"Ya aku emang beneran lupa, Ma."
"Semua buku harap dikumpulkan kedepan sekarang," semua teman kelasku langsung menaruh buku mereka kedepan. Ada yang sudah siap untuk ulangan, ada juga yang belum siap, dan ada juga yang pasrah. Kalau aku? Ada dipilihan ketiga. Pasrah. Karena jujur, aku tidak terlalu bisa matematika.
"Ma, gimana dong?"
"Bismillah aja."
-----------
"Kenapa sih ya, jam terakhir itu harus banget matematika? Udah siang pas ngantuk-ngantuknya, eh, malah pelajaran matematika yang ngitung mulu isinya, ditambah tadi ulangan. Kamu sih enak pinter matematika tanpa belajar, lah aku?" Ucapku.
Aku dan Dilla berjalan menuju gerbang sekolah. Memang, saat ini sudah waktunya pulang sekolah dan tadi jam terakhir adalah matematika. Ya, matematika. Mata pelajaran yang sama sekali gak aku minati.
"Kebiasaan ya kamu kalo pas habis matematika mesti ngeluh terus, coba sekali aja deh, Ma, kalau kamu gak ngeluh."
"Ya habis gimana lagi dong," aku pun mengerucutkan bibirku. Dilla memang seperti itu.
"Eh, tuh aku udah dijemput sama kakakku, kamu mau bareng atau sendiri?" Tanya Dilla kepadaku.
Aku diam sebentar, aku memikirkan sesuatu, "sendiri deh, siapa tahu nanti Abi ku jemput aku."
Dilla mengangguk-anggukan kepalanya, "Oh, ya udah, kalau gitu, aku pulang dulu ya, Ma. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Aku pun berjalan ke halte didepan sekolah. Aku menunggu barang kali Abi menjemputku. Sedari tadi ponsel Abi aku hubungi tidak tersambung. 'mungkin Abi sedang sibuk,' batinku.
Banyak siswa-siswi seperti ku yang sedang menunggu jemputan atau menunggu angkutan umum di halte ini.
Satu persatu dari mereka sudah pulang. Hanya ada beberapa siswa-siswi disini, dan keadaan di sekolah sudah sepi. Hanya ada beberapa guru, siswa-siswi yang sedang ekstrakulikuler, dan penjaga sekolah. Ditambah saat ini langit berwarna hitam menandakan sebentar lagi akan turun hujan.
Kumandang adzan pun berkumandang, menandakan waktu sholat Ashar sudah dimulai. Aku pun kembali masuk kedalam sekolah dan menuju masjid yang ada di sekolah.

KAMU SEDANG MEMBACA
PENANTIAN [Sedang Revisi]
SpiritualMendoakan dan melihatmu dari kejauhan adalah caraku mencintaimu. ------------ Bacalah cerita ini. Maka, akan ku ceritakan semua apa yang ku alami saat ini. Bagaimana rasanya menunggu seseorang yang hilang Bagaimana rasanya hidup dengan kerumitan Dan...