Hampir satu minggu Ama bersekolah di MA Al-Falah. Diluar dugaannya, ternyata bersekolah di MA Al-Falah tidak seburuk yang ia bayangkan. Asalkan siswa-siswi tertib pada peraturan sekolah pasti menyenangkan. Namun, Ama belum bisa berubah sepenuhnya, terkadang ia masih melakukan kebiasaan lamanya, yaitu tidur di kelas. Untung saja i hanya diberi peringatan oleh guru, ia berharap jangan sampai dipanggil ke ruang BK hanya hal sepele ini.
Hari ini adalah hari Jum'at. Hari ini, ada pendaftaran calon anggota OSIS untuk tahun depan. Meskipun masih dilantik satu tahun ke depan, para siswa yang terlibat dalam calon anggota ini akan dilatih baik pengetahuan maupun mentalnya sebelum nanti menjadi anggota resmi OSIS tahun depan, tepatnya saat siswa-siswi kelas X menjadi kelas XI.
Saat ini, siswa-siswi kelas X berada di lapangan yang biasa untuk upacara. Semua siswa-siswi di sini mendengarkan penuturan masing-masing ketua dari organisasi yang ada di sekolah ini.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Ketua OSIS —Afif—.
"Kedatangan kami disini untuk mendata adik-adik semua yang berminat mendaftar organisasi seperti OSIS, PMR, Pramuka dan Rohis. Kalian bisa memilih salah satu."
"Setelah mendaftar, minggu depan akan diadakan seleksi calon tim anggota organisasi. Bagi yang berminat silahkan acungkan tangan," lanjut kak Afif.
Ama dari dulu sama sekali tidak berminat untuk mengikuti organisasi. Karena menurutnya, mengikuti organisasi itu melelahkan, pulang sore, rapat setiap hari, adanya program kerja yang harus dilaksanakan, dan lain sebagainya.
"Kamu ikut organisasi apa Ma?" Tanya Dilla. Dilla mengangkat tangannya ke atas, itu artinya, Dilla mengikuti salah satu organisasi di sekolah ini.
"Gak tahu. Kamu ikut daftar?" Tanya Ama pada Dilla.
"Iya aku ikut. Aku ikut Rohis. Kamu ikut juga dong," pinta Dilla.
"Gak ah, males. Capek," jawab Ama malas. Ia ingin sekali pergi dari lapangan ini. Baginya, ini bukan acara yang penting.
"Coba aja dulu, Ma. Siapa tahu ikut organisasi bisa bikin kamu bahagia."
Ama pun menimang-nimang perkataan Dilla. Sebenarnya, ia juga ingin ikut mendaftar. Tapi, Ama tidak ingin mendaftar menjadi Rohis seperti Dilla. Karena Ama yakin, jika ia diterima di Rohis pasti tak lama ia sudah keluar dari organisasi tersebut. Ia pasti tidak akan betah.
Dengan penuh keraguan, Ama pun ikut mengangkat tangannya.
"Kamu," tunjuk kak Afif pada Ama.
Ama pun berdiri dan memperkenalkan namanya, "Nama saya Tsania Amalia. Aku ikut organisasi emm...," ucap Ama sambil memikir akan mendaftar organisasi yang mana.
"Kamu daftar organisasi apa?" Tanya kak Afif.
"Emm..OSIS," jawab Ama dengan sangat ragu. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat itu. Bahkan, Ama pun juga bingung kenapa ia bisa mendaftar di OSIS.
"Baiklah. Terimakasih atas partisipasi adik-adik semua. Tentang kapan seleksinya, ditunggu dulu sampai ada pengumuman."
"Apabila ada salah kata, kami mohon maaf sebesar-besarnya. Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh," lanjut kak Afif. Kak Afif dan ketua organisasi yang lain pun pergi meninggalkan kelasku.
Setelah masing-masing ketua organisasi pergi meninggalkan lapangan, lalu disusul semua siswa-siswi yang berada di lapangan untuk kembali ke kelas masing-masing.
Dalam perjalanan menuju kelasnya, Ama pun masih berpikir kenapa ia memilih OSIS sebagai organisasinya?
------
"Kamu seriusan daftar OSIS?" tanya Adiba kepada Ama.
"Ya, gitu," jawab Ama seadanya. Ama sedang tidak mood untuk membicarakan mengenai OSIS dan yang lain-lain. Menurutnya, sebuah kesalahan yang pertama kali ia lakukan di sekolah ini, yaitu mengikuti organisasi.
"Kenapa milih OSIS?" Tanya Nayla.
"Gak tahu."
"Dulu kamu ikut OSIS ya?" Tanya Ulya.
"Gak juga sih."
"Pesanan dateng nih," ucap Dilla sambil membawa nampan yang berisi beberapa makanan. Mereka berlima memang sedang berada di kantin. Kantin saat ini sangat ramai. Karena memang saat ini merupakan jam istirahat.
Saat Ama sedang makan, ia merasa ada yang sedang melihat kearahnya. Lalu, ia melihat ke arah orang yang menatapnya. Dan ternyata benar, di meja yang berseberangan dengan Ama, ada seorang cowok yang sedang menatap ke arahnya. Tak lama, cowok tersebut menunduk dan memakan makanannya.
"Ngeliatin siapa Ma?"
"Ahh itu..gak apa-apa," jawab Ama kikuk. Dilla pun mengikuti arah yang sedang Ama lihat.
"Kamu ngeliatin kak Yahya?" Tanya Dilla dengan nada seperti berbisik.
"Kak Yahya?"
"Itu loh yang deketnya kak Alfi," jawab Dilla.
"Kalian lagi ngomongin apa?" Tanya Adiba tiba-tiba. Sontak saja, merema berdua melihat kearah Adiba.
"Gak apa-apa," balas Dilla.
Adiba hanya mengangguk. Lalu Adiba pun membereskan bungkus bekas makanannya sambil berkata, "Balik yuk. Udah mau bel nih bentar lagi."
Mereka semua pun menyetujui ajakannya tersebut. Sebelum Ama beranjak dari tempat duduknya, ia melihat sekilas kearah cowok tadi. Cowok itu juga melihat kearah Ama. Tak ada reaksi dari Ama. Ama pun segera beranjak dari tempatnya berdiri saat ini.
Saat berjalan menuju ke kelas, Ama bertanya kepada Dilla, "Kok kamu kenal kak Yahya?"
"Dia itu kakak kelasku waktu SMP, Ma. Kamu naksir kak Yahya?"
Ama pun terkejut dengan pertanyaan Dilla, "Eh... enggak. Tadi tuh dia ngeliatin aku gitu," jawab Ama jujur. Sebenarnya Ama ingin berbohong, tapi, entah mengapa ia menjadi susah berbohong kali ini.
"Cie, mungkin kak Yahya naksir kamu," goda Dilla.
"Eh, apa-apaan sih."
'Apa iya, kak Yahya suka sama aku?' batin Ama.
***
Jangan lupa vote dan commentnya ya
Next?
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
PENANTIAN [Sedang Revisi]
SpiritualMendoakan dan melihatmu dari kejauhan adalah caraku mencintaimu. ------------ Bacalah cerita ini. Maka, akan ku ceritakan semua apa yang ku alami saat ini. Bagaimana rasanya menunggu seseorang yang hilang Bagaimana rasanya hidup dengan kerumitan Dan...