Agustus 2004
Hari itu adalah latihan pertama band mereka.
Dua jam yang benar-benar menyenangkan. Memainkan
lagu demi lagi untuk menemukan ritme yang pas bagi orang-
orang yang baru disatukan dalam sebuah band.
Doni, Pembina ekskul band mereka, memberikan setengah
jam untuk beristirahat. Mereka semua ngobrol ngalor ngidul.
Membicarakan kehidupan SMP yang sangat ‘baru’ daripada
kehidupan mereka selama enam tahun di SD.
Sambil memainkan botol air mineral di tangannya, pikiran
Ditto terpaku pada Ayu. Padahal saat ini cewek itu tidak ada di
studio. Ia hanya bertemu dengan Ayu di kelas dan saat main bola.
Atau saat coba-coba bolos di mata pelajaran terakhir.
Walaupun seharian sudah bersama Ayu, Ditto merasa tetap
saja kurang. Di sini tidak ada Ayu. Dan ia mau tetap bersama
dengan Ayu. Mengobrol selama mungkin dengan cewek itu.
Melihat kucir kudanya yang bergoyang mengikuti gerak
tubuhnya.
“Eh, masukin saja si Ayu ke sini,” celetuk Ditto denfan
setengah sadar.
“Ayu yang mana?”
“Yang temen sekelas gue,” jawab Ditto.
Kemudian ia mulai menjabarkan alasannya kepada teman-
temannya satu bandnya dan juga pembinanya, Doni. Mereka
semua terlihat berpikir sebentar, kemudian menyetujui usul Ditto.
Yah, dicoba saja dulu.
Dua hari kemudian, Ayu resmi menjadi vokalis band SMP
19.
***
Saat ini mereka sudah duduk di bangku kelas tiga SMP. Para guru
sudah mulai mencekoki mereka dengan materi UAN dan
mewanti-wanti agar segera memilih SMA yang ingin mereka tuju
setelah lulus nanti.
Di semester ini juga mereka harus mulai mundur dari
aktivitas eksul masing-masing. Di band sekolah, Ditto dan teman-
temannya hanya akan bertanggung jawab atas satu teman-
temannya hanya akan bertanggung jawab atas satu turnamen lagi
sebelum akhirnya konsentrasi belajar. Ayu sendiri sudah mulai
mengurangi aktivitasnya di dua ekskul lain, paduan suara dan
dance. Sedangkan Ditto, walaupun sudah harus lebih
berkonsentrasi dalam pelajaran, ia masih sering bermain futsal.
“Dit, lo mau masuk SMA mana?”
Saat ini mereka sedang menghabiskan jam istirahat di
kantin seperti biasa. Di samping Ayu, ada Dana dan Ola yang
sedang meributkan lagu apa yang akan mereka bawakan di
turnamen nanti. Sedangkan sisanya sedang asyik membicarakan
tentang junior yang bisa jadi incaran mereka selagi mereka sibuk
berkutat dengan materi ujian.
“Yang bisa bareng sama lo,” jawab Ditto langsung.
“Dih, pengen banget lo sama gue terus.”
“Emangnya lo nggak mau bareng sama gue lagi?” ejek
Ditto dengan senyum lebarnya. “Nanti kan bahaya kalo kangen
gue.”
“Tobat dong, Ditto,” gerutu Ayu saat mendengar betapa
bareng lagi sama gue emangnya?”
“Mau, sih.”
“Nah, ya udah. Kita satu SMA kalau gitu. Harus.”
Ayu memutar kedua bola matanya sambil menutup buku
tulis miliknya. “Lo pikir kita beneran bakal satu SMA?”
“Kalau mau, pasti bisa.”
“Oke.” Ayu mengeluarkan formulir yang tadi dibagikan
wali kelasnya dari dalam kantung seragamnya. “Kalau gitu, ayi
kita ngisi formulirnya bareng-bareng.”
Ditto mengeluarkan formulir yang sama dari kantungnya,
sengaja tadi ia bawa karena ia pun memang berencana membahas
hal ini dengan Ayu.
“Disuruh nulis tiga pilihan,” ujar AYu setelah siap dengan
formulir dan pensil masing-masing. “Pilihan pertama, mau di
mana?”
“SMA 70.”
Ayu hanya berdeham. Kemudian ganti Ditto yang
bertanya, “ Pilihan kedua?”
“SMA 6.”
“Pilihan ketiga?”
Keduanya terdiam beberapa saat. Memikirkan SMA mana
yang kira-kira bisa mereka tuliskan di formulir ini dan nantinya
akan menjadi tujuan mereka selepas lulus nanti. UAN belum
benar-benar di depan mata, tapi mereka memang sudah
dipersiapkan untuk menghadapinya dan juga sudah diminta
menetukan pilihan sekolah lanjutan mereka.
Hal inilah yang akhir-akhir ini jadi topic pembicaraan
paling hangat di angkatan mereka.
“SMA 82,” celetuk Ditto pada akhirnya, memecah
kesunyian. Di antara mereka. “Itu saja pilihan terakhirnya.”
“Nah, kalau udah tahu mau ke mana, kan enak
belajarnya,” ujar Ditto setelah mereka selesai menulis.
“Janji ya, bakalan bareng SMA-nya.” Ayu menatap Ditto
dengan serius. Ingin mempertegas janji Ditto.
“Janji,” jawab Ditto dengan mantap.
***
Selain UAN dan SMA, murid-murid kelas satu yang terhitung
masih junior pun terbilang sebagai topic hangat di antara murid
kelas tiga.
Banyak dari mereka yang mulai gencar melakukan
pendekatan terhadap junir, atau sebaliknya.
Hal itu juga terjadi pada Ditto. Beberapa kali ia
mendapatkan ‘salam’ dari cewekcewek kelas satu. Ada juga
yang menghampirinya secara langsung dan berani untuk
mengajaknya berkenalan. Kejadian seperti ini tak urung jadi
bahan ledekan Ayu dan teman-temannya yang lain.
Ada seorang cewek kelas satu, yang sepertinya benar-
benar tertarik dengan Ditto. Namanya Milla, rambutnya panjang
melewati bahu dan bertubuh mungil.
Kalau cewek lain biasanya enggan mendekati Ayu untuk
membantunya mendekati Ditto, Milla justru melakukan yang
sebaliknya. Ia berani mendekati Ayu dan mengajaknya
berkenalan. Kemudian ia pun curhat tentang Ditto kepada Ayu.
Akhir-akhir ini hubungan antara Ditto dan Milla mulai
intens. Mereka sering mengobrol bareng, Milla sering ada di
lapangan untuk menonton Ditto yang sedang futsal, juga mulai
datang ke latihan band mereka.
“Tapi Kak Ditto tuh kayak nggak mau maju-maju gitu,
Kak Ayu,” keluh Milla saat siang ini berhasil mencuri waktu Ayu
yang sedang menunggu mobil jemputan untuk membawanya ke
lokasi syuting. “Aku harus gimana lagi ya biar Kak Ditto tuh
lebih perhatian lagi sama aku?”
Kalau Milla memang benar-benar mengharapkan jawaban,
maka Ayu tak bisa memberikannya. Selama ini ia tak pernah
dipusingkan dengan pertanyaan seperti itu. Dan baru Milla-lah
yang berani bertanya panjang lebar mengenai kemajuan
hubungannya bersama sahabatnya itu.
“Ya memang lo maunya apa sih?”
“Maunya ya jadian,” jawab Milla dengan cepat.
“Ya udah, daripada pusing si Ditto nggak maju-maju,
tambak aja si Ditto.”
“Kak Ayu, masa iya aku yang nembak Kak Ditto?” tanyanya
dengan sebal.
Ayu memijit pelipisnya. Saat itulah, pertolongan yang ia
butuhkan datang. Taksi yang tidak berpenumpang baru saja tiba di
hadapannya. “Nanti gue cari cara supaya Ditto nggak begini lagi
deh,” katanya tanpa pikir panjang sambil membuka pintu taksi
dan masuk ke dalamnya. “Gue duluan ya, Milla. Dah!”
“Makasih banyak, Kak Ayu!” serunya sambil
melambaikna tangan ke arah Ayu yang sudah di dalam taksi.
“Emagn nggak salah deh aku cerita sama Kak Ayu.”
Ayu meringis dan segera menutup jendela mobilnya. Saat
mobil mulai melaju menuju tempat syutingnya hari ini, ia
merutuki Ditto yang sudah seenaknya dekat dengan cewek lain
tapi ia juga yang kena getahnya.
***
Jangan lupa like sama komentar nyaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN TAPI MENIKAH
RomanceProlog "Gue kira lo nggak balik ke sini," ujar Ayu begitu melihat sosok Ditto. Perhatian Ayu kembali kepada Ditto. Saat kedua mata sahabatnya menatap tetap di manik matanya, Ditto tertegun sesaat. Kemudian, keberanian yang tak pernah terkumpul sela...