EMPAT BELAS

1.6K 27 6
                                        


April 2006

Beberapa hari ini Ditto terlihat lebih asyik dengan
ponselnya ketimbang dengan manusia. Jadwal manggung
bandnya memang lagi agak longgar, dikarenakan sedag adanya
UAN untuk seniornya yang sudah duduk di kelas tiga. Jadi
kegiatannya bersama ponsel ini tidak terlihat menagganggu
aktivitasnya di band.

Namun Ayu tentu saja melihat keanehan sahabatanya itu.
Karena hari ini adalah hari UAN untuk kelas tiga dan murid kelas
satu dan dua diliburkan, Ayu ikut dengan Ditto ke lapangan futsal
indoor yang disewa untuk latihan siang ini.
Setelah ditanya-tanya oleh Ayu, ternyata Ditto sedang
asyik dengan Friendster-nya. Jejaring sosial di mana ia banyak
berkenalan dengan banyak orang baru—cewek-cewek baru.
“Cantik, kan?” Ditto menyerahkan ponselnya kepada Ayu
ketika laman profil Friendster teman barunya sudah terbuka.
“Seangkatan sama kita, sekolahnya juga nggak jauh dari sini.”
“Kok lo udah tahu sekolahnya segala?”
“Kan udah sering nanya-nanya,” jawab Ditto. “Gue juga
udah punya nomor barunya.”
Ayu tertawa sambil menggeleng pelan. “Udah SMS-an?”
“Udahlah,” sahut Ditto dengan senyum jemawa. “Udahlah, sikat, bro!”

Kali ini Ditto yang tertawa puas, kali ini Ayu
mendukungnya menggaet cewek baru. Saat itu pula ada dua SMS
masuk berbarengan.
Satu dari cewek kenalannya di Friendster, satu dari Asa.
“Lupa gue kalo udah punya cewek,” gumam Ditto sembari
mengetik pesan singjat dengan cepat kepada Asa.

Ayu sudah tahu benar tabiat Ditto. Cowok ini bisa
dipastikan sudah bosan dengan Asa. Ketika bertemu cewek baru,
langsung saja disikatnya—bahkan tanpa perlu Ayu
mengatakannya secara langsung seperti tadi, Ditto pasti akan
melakukan hal yang sama.
Bunyi peluit nyaring dari pelatih menandakan waktu
latihan dua tim kali ini sudah selesai. Ditto mendongak dari
ponselnya, untuk memastikan bahwa saat ini latian sudah selesai
dan tidak ada latihan tambahan seperti yang dibilang pelatihnya
tadi.
“Asa pasti nanyain lo, ya?” tebak Ayu tanpa perlu melihat
isi SMS Asa.
Ditto mengangguk. “Gue bilang aja lagi sibuk sama OSIS,
mau siapin acara perpisahan kelas tiga.”
“Jago bener ngibulnya,” ledek Ayu. Ditto hanya
menanggapinya dengan cengiran lebar.
“Apa gue putus aja ya dari Asa?” Ditto menaruh
ponselnya ke dalam ransel dan ganti meraih botol mineral yang ia
bawa dari rumah.
“Putusin aja, sih.” Ayu mengedikkan bahunya dengan
santai. “Tapi akhirnya kebukti kan omongan gue, lo tuh nggak
cocok sama dia.”
***
Setelah obrolan mereka siang itu, Ayu dan Ditto jarang bertemu
selama dua minggu. Ditto sibuk dengan kegiatan OSIS –nya
menyiapkan acara perpisahan kakak kelas, menyiapkan program
MOS untuk siswa baru nanti, juga persiapan pergantian pengurus
OSIS untuk tahun ini.
Sedangkan Ayu sedang sibuk dengan syuting dan Arman,
cowok itu saat ini sudah resmi lulus dari SMA 82. Sedang
menunggu periode masuk kampus, jadi pengangguran sementara
kalau kata Ayu. Makanya Arman selalu bersama Ayu jika ada
kesempatan di sela-sela kepadatan jadwal Ayu.
Walaupun jarang bertemu, komunikasi Ayu dan Ditto tidak
pernah terputus. Minimal satu kali sehari Ditto akan menelepon,
atau mereka SMS-an. Dari salah satu obrolan mereka via
teleponlah, Ditto memberi tahu kalau akhirnya ia sudah putus
dengan Asa.
Saat itu Ayu sedang di mobilnya, pulang dari lokasi
syuting. Ketika Ditto meneleponnya, Ayu langsung mengangkat
tanpa pikir panjang.
“Gue baru putus sama si Asa, Cha.”
“Gimana ceritanya?” tanya Ayu dengan antusias.
Kemudian cerita itu mengalir dari mulut Ditto. Tentang
bagaimana dia berkenalan dengan banyak cewek via Friendster.
Belum lagi sejak sering manggung di luar, koneksinya makin
bertambah banyak, kenalan ceweknya bukan lagi hanya dari SMA
82.
“Ada tuh, satu cewek yang emang gue lagi gencar-
gencarnya hubungin, Cha. Biasa deh, gue SMS-an terus kan. Nah,
gue jarang banget jadinya bales SMS Asa. Akhirnya pas waktu itu
ketemu, Asa ngambil HP gue terus dia ngeliat semua SMS gue
sama cewek lain.
“Pas tahu yang gue panggil ‘Sayang’ bukan dia doang, dia
ngamuk terus minta putus.”
Di mobilnya, Ayu tertawa terpingkal-pingkal.
“Malah ketawa,” gerutu Ditto.
“Kalo gue ucapin belasungkawa, emang lo beneran lagi berduka?
Pasti nggak juga, kan?” tebak Ayu dengan jitu.
Benar saja, Ditto langusng terkekeh. “Ya, akhirnya gue
free lagi. Ngapain juga gue sok-sok sedih?”
“Dasar playboy cap kucing garong.”
“Lo jgua yang ngajarin gue, Jelek!”
“Tapi lo emang udah ada bakat.”
“Sialan lo, Cha.”
Keduanya tertawa bersama. Setelahnya mereka hanya
bicara tak tentu arah. Kadang membicarakan mantan-mantan
mereka. Betapa konyolnya mereka bisa pacaran dengan berbagai
tipe manusia, kalau diingat lagi.
***
Updatean untuk hari ini 3 part dulu yah, nanti baru lanjut besok.
.
.
.
.
Jangan lupa like sama komentar nyaa dan juga follow yah
Makasih:)

TEMAN TAPI MENIKAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang