kangen ngak sama cerita inii
Pasti kangen kan Yaudah nih di baca yah cerita nya jangan lupa ninggalin jejak yah like sama comment nyaa:)SEBELAS
Januari 2006
Ayu menunggu jam dua belas malam dengan mata yang
hampir terkatup. Setiap kali matanya terpejam lebih dari satu
menit, ia akan berusaha untuk membuka matanya lagi.
Lima menit lagi. Lima menit lagi.
Ponsel di tangannya beberapa kali tergelincir ke ranjang
karena ia mulai tertidur. Saat matanya hampir terpejam untuk
kesekian kalinya, alarm di ponsel berbunyi nyaring. Membuat
Ayu terlonjak kaget, lalu dengan cepat menekan tombol hijau di
ponselnya pada kontak Ditto.
Di dering pertama telepon tersebut langsung diangkat. Ayu
langsung berseru, “Happy birthday, Ditto!”
Terdengar suara tawa dari sebrang telepon. “Thank you,
Cha.”
“Semoga panjang umur, makin pinter, makin keren tiap
kali manggung, terus tabungannya makin banyak buat beli
vespa,”
“Amin.”
“Jangan lupa traktiran pokoknya—tapi jangan di Wartam
doang, naik tingkat dikit, kek.”
“Ampun, deh. Yang ditraktir banyak maunya banget.”
Kali ini ganti Ayu yang tertawa. Setelah bicara beberapa
saat, Ayu memutuskan sambungan teleponnya. Besok masih hari
sekolah dan ia tidak ingin datang terlambat ke sekolah.
***
Pagi itu Ditto bangun pagi sambil tersenyum. Hari ini adalah hari
ulang tahunnya. Dan sejak bersahabat dengan Ayu, Ayu belum
pernah absen sama sekali untuk menjadi orang yang pertama
mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya.
Kecuali Ditto sendiri, sih. Ia kadang tertidur saat
menunggu jam dua belas dan ujung-ujungnya menelepon Ayu saat
hari sudah pagi. Membuat cewek itu mengomel karena ia kira
Ditto melupakan ulang tahunnya.
Setibanya di sekolah, Icha langsung menghampiri Ditto
yang baru saja meletakkan tas di atas meja.
“Happy birthday, Sayang!” seru Icha sambil menyodorkan
kado yang sudah ia siapkan dari jauh hari.
Beberapa teman sekelas Ditto langsung bersorak norak.
Ditto hanya nyengir lalu berkata, “Thank you.”
Icha baru saja ingin mengatakan sesuatu saat bel masuk
kelas sudah berbunyi nyaring. Jadi cewek berambut sebahu itu
melambaikan tangannya kepada Ditto dan segera berlalu ke
kelasnya di sebelah.
“Gile, pagi-pagi udah disamperin cewek aja,” ledek Tio,
teman sebangkunya di kelas.
“Makanya cari pacar,” sahut Ditto. “Biar nggak sirik lagi
kalo temennya disamperin pacar.”
Tio hanya berdecak sebal menanggapi ledekan Ditto.
Apalagi saat ia melihat Ditto dengan santainya menaruh kado dariIcha du kolong meja tanpa berniat untuk membuka satu mengintip
isinya.
***
“Nanti malem kita jalan, yuk,” ragu Icha saat Ditto baru keluar
dari kelas untuk istirahat.
Ditto mengernyitkan kening. “Nanti malem? Tapi besok
masih sekolah, Cha.”
“Emangnya kamu nggak mau ngerayain ulang tahun kamu
sama aku?” Icha mengibaskan rambutnya ke belakang, kemudian
meraih tangan Ditto dan menggandengnya. “Aku udah bilang ke
tim basket kalo hari ini aku absen ikut sparing di GOR, lho.”
“Tapi nggak hari Rabu juga jalannya, Cha.”
Tapi mana enak kalo ngerayainnya nunggu hari Sabtu?”
gerutu Icha dengan bibir merengut.
“Udahlah, Cha, kalo mau jalan ya Sabtu aja.”
Mendengar ketegasan suara Ditto, Icha akhirnya memilih diam.
Setibanya di kantin, Ditto yang sudah ingin menghampiri Ayu
harus menahan langkahnya karena Icha telah mendahuluinya.
Icha menghampiri Ayu yang duduk di pojokan kantin, sepertinya
mau curhat. Maka dari itu Ditto memilih untuk bergabung dengan
teman sekelasnya yang lain, tidak menghiraukan atau membujuk
Icha yang kemungkinan sedang ngambek kepadanya.
Dari dulu ia selalu malas berurusan dengan cewek yang
merajuk.***
Ayu sudah hampir melambaikan tangan kepada Ditto untuk
bergabung dengannya, saat justru Icha-lah yang menghampiri
dirinya.
“Gue sebel sama sahabat lo.”
“Kenapa lagi?” tanya Ayu dengan heran. Tadi pagi di kelas
rasanya Icha masih baik-baik saja. “Baru tadi pagi lo seneng
karena udah ngasih kado ke dia.”
“Iya.” Icha melipat tangannya di dada dengan kesal.
“Terus gue kan ngajakin dia jalan hari ini, buat ngerayain ulang
tahun dia berdua sama gue. Eh, dia nolak. Katanya mendingan
Sabtu aja jalannya. Itu kan masih lama banget, Yuuu.”
“Tiga hari lagi kok, Cha.”
“Tetep aja nggak asik,” tampik Icha. Ia menyerobot gelas
es the Ayu yang masih penuh dan meminumnya tanpa izin. Ayu
hanya membiarkannya. “Mana enak ngerayainnya pas udah H+3
gitu? Gue kan penginnya pas hari H. Biar momennya pas.”
“Ya, kalau Ditto-nya nggak mau, lo mau gimana lagi,
coba?”
“Iya, siih,” gumam Icha. “Udah lewat empat bulan jalan
sama dia, dia tuh cuek banget sih, Cha. Emang gitu ya dari dulu?
Ayu tertawa mendengar curhatan Icha. Sejak ia tahu
bahwa Icha pacaran dengan Ditto, cewek itu tak sungkan lagi
curhat kepadanya. “Dia emang gitu, bukan lo doang yang ngeluh
kalo dia cuek banget.”“Kadang cueknya dia tuh nyebelin,” keluh Icha sambil
bertopang dagu. “Nggak kayak cowok lain yang mau nungguin
ceweknya pulang terus pulang bareng, kadang gue aja nggak tahu
dia ada di mana. Tapiii, sifat cuek sama supelnya dia itu yang dari
dulu bikin gue naksir sama dia.”
Satu alis Ayu terangkat begitu saja. Wow, sepertinya Icha
benar-benar suka sahabatnya. Padahal Ayu tahu pasti, kalau kadar
cueknya Ditto sudah meningkat tajam, hanya tinggal menghitung
mundur sampai nanti Ditto memutuskan hubungannya dengan
Icha.
Namun Ayu tak berkata apa-apa, ia kembali mendengarkan
Icha yang mulai curhat tentang betapa kerennya Ditto saat tampil
bersama band sekolah.
***
Wartam sepulang sekolah ramainya bukan main. Beruntung Ayu
dan Ditto mendapat tempat di meja yang biasa mereka tempati.
“Bener nggak jadi jalan sama Icha lo?”
“Iyalah,” jawab Ditto langsung.
“Emangnya Icha—eh, tunggu sebentar.””
Ayu langsung meraih ponselnya yang ada di dalam tas dan
menjawab panggilan tersebut. Sementara Ayu menjawab
panggilan dari Arman—yang kini sudah resmi jadi pacarnya.
Ditto memperhatikan cewek tersebut tanpa Ayu sadari.
Sialan, kenapa juga sih si Ayu mesti jadian sama si
Arman? Keluhnya dalam hati. Entah sejak kapan Ditto selalumengumpat tiap kali Ayu membicarakan cowok lain dan akhirnya
jadian dengan mereka. Tapi Ditto tahu, ia tidak suka dengan hal
tersebut. Walau begini, sejak dulu ia berhasil menyembunyikan
perasaannya dari Ayu dan semua orang di sekitar mereka.
“Sorry, tadi si Arman ternyata nyariin gue,” ujar Ayu
begitu telepon tersebut usai.
“Lo nggak bilang mau di sini sama gue?”
“Bilang, tapi mungkin dia lupa.” Ayu mengibaskan tangan
di udara seolah itu bukan hal yang penting. “Lanjut yang tadi,
emangnya Icha nggak protes lagi ke elo?”
“Lo liat aja SMS-nya yang udah ngalahin operator, banyak
banget,” gerutunya.
Ayu tertawa puas selagi Ditto merengut kesal.
“Gue mau putus ajalah kayaknya dari dia.”
Tawa Ayu segera berakhir. Ia memajukan wajahnya
dengan mata yang membelalak. “Serius lo?”
“Iyalah. Udah males gue.”
“Lha, kenapa?”
Ditanya begitu, Ditto terdiam beberapa saat. Memikirkan
jawaban yang tepat atas pertanyaan riskan tersebut.
“Dia tuh manja banget,” jawab Ditto pada akhirnya. “Ya…
pokoknya beda bangetlah sama lo.”
“Hah? Kok gue, sih?”
“Gue maunya yang kayak elo,” ujar Ditto dengan lugas.
Mataya menatap Ayu dengan serius. “Tapi…”
“Tapi apaan?” tanya Ayu dengan tidak sabar. Ia melepas
kunciran rambutnya karna sudah terlalu longgar, kemudian merapikan kunciran ekor kudanya lagi hingga terasa kuat dan
tidak berantakan.
“Tapi… nggak yang sedekil elo gini.”
Ayu menggebrak meja dengan kesal selagi Ditto terbahak
dengan puas. “Ketawa aja lo, To. Ketawa sana!”
Ditto tidak berhenti tertawa sampai hampir sepuluh menit
kemudian.
“Oke, oke,” gumamnya sambil menghela napas. “Tapi gue
beneran, Cha.”
“Apanya?” salak Ayu dengan galak.
“Pengin putus,” Ditto nyengir lebar. “Terus gue lagi deket
sama cewek, nih. Kakak kelas, sepupunya temen lo tuh, si Neta.”
“Siapa?”
“Si Asa.”
“Hah?!”
“Gue udah ngincer dia dari kemarin-kemarin,” ujar Ditto
dengan enteng tanpa menanggapi ekspresi terkejut Ayu. “Gue
udah SMS-an juga sama dia. Udah nge-add Friendster-nya juga.”
Ayu sukses dibuat terbenggong-bengong karena ucapan
Ditto. Asa yang itu? Kok bisa?
Dan Ditto sudah berkomunikasi dengan Asa saat dia masih
berstatus pacarnya Icha, sudah berteman di jejaring sosial yang
sedang hits saat ini, Friendster.
Ya ampun.
“Ngapain sih sama Asa?” tanya Ayu dengan judes, tanpa
sadar intonasi suaranya naik satu oktaf.
“Lha, emangnya kenapa?”
“Kayaknya lo nggak cocok sama Asa,” jawab Ayu denganlugas.
Bilang kek kalo lo cemburu atau apa gitu, Cha, gerutu
Ditto dalam hati. Namun ta tak memedulikan kata-kata Ayu dan
terus berceloteh tentang Asa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN TAPI MENIKAH
Storie d'amoreProlog "Gue kira lo nggak balik ke sini," ujar Ayu begitu melihat sosok Ditto. Perhatian Ayu kembali kepada Ditto. Saat kedua mata sahabatnya menatap tetap di manik matanya, Ditto tertegun sesaat. Kemudian, keberanian yang tak pernah terkumpul sela...