“Nggak pernah tahu kalau dia jodoh. gue.
Nggak pernah mikirin kalau dia bisa menemani
gue seumur hidup. Tapi gue yakin lo adalah teman
hidup terbaik gue”
September 2004Ditto masih mengerjakan soal Matematika yang diberikan
sebagai PR oleh gurunya tadi di dalam kelas. Bel istirahat belum
berbunyi, namun kebanyakan teman sekelasnya sudah lari ke
kantin karena guru mereka keluar kelas lebih cepat dari biasanya.
Sambil menghitung di sebuah kertas coret-coretan, ingatan Ditto
kembali berputar kepada beberapa waktu yang lalu, saat Ayu
memberitahunya kalau ia sudah punya pacar baru.
“Anak band juga, tapi dari sekolah lain sih,” ujar Ayu kala
itu saat mereka sedang nongkrong di kantin sepulang sekolah.
Kebetulan hari itu Ayu sedang break syuting.
“Kok bisa anak sekolah lain?”
“Dikenalin temen gue, si Fina. Tahu ,kan?”
Ditto sekilas ingat dengan yang namanya Fina, kalau tidak
salah dia adalah teman satu kelas Ayu, yang berhasil cukup dekat
dengannya tanpa takut pada Ayu yang seperti preman tersebut.
“Semoga lebih awer daripada Bobby deh,” kata Ditto yang
langsung diamini oleh AYu. Walau Ditto selalu menyampaikan
doa “semoga awet”, tapi ia tak pernah sungguh-sungguh saat
berkata seperti itu.
“Ditto!”
Teriakan tersebut nyata, bukan dari kenangan yang tadi
diputar dalam benaknya. Ditto mendongak, mendapati Ayu yang
kini berjalan masuk ke dalam kelasnya.
“Kantin yuk!” ajaknya. Kemudian ia melihat buku-buku
Ditto yang bertebaran di atas meja. “Rajin bener tumben.”
Ditto nyengir seperti biasanya. Ia menaruh pensil dan
menutup bukunya. “Yuk.”
Sambil berjalan menuju kantin, Ayu memukul lengan atas
Ditto hingga cowok itu menoleh dengan kesal. “Apaan sih, Cha?”
“Lo apain si Milla sih?”
“Lha?” Raut wajah Ditto berubah jadi bingung saat
mendengar pertanyaan Ayu. “Nggak gue apa-apain lah, gila.”
“Kalo lo emang deket, udahlah jadiin aja,” ujar Ayu ketika
teringat curhatan Milla. Bukan sekali saja cewek itu curhat
padanya. Dan lama-lama ia gemas sendiri pada Ditto. “Dia tuh
curhat panjang lebar sama gue. kalo lo emang nggak mau sama
dia, bilang nggak mau. Kalau lo pepet terus anaknya, gimana
anaknya nggak ngarep jadian sama lo?”
Ditto menggaruk kepalanya yang tak benar-beanr gatal.
Astaga, apa aja sih yang cewek itu bilang ke Ayu?
“Ya udah, entar gue ngomong sama dia,” jawab Ditto,
hanya itu yang sementara ini bisa ia katakana sampai nanti ia
bertemu dengan Milla.
Di lain sisi, Ayu mengangguk puas. Semoga setelah ini
Milla tidak merecokinya dengan curhatan yang sangat panjang itu
selama ia menunggu kendaraan untuk pulang. Lagi pula, Millakan tipe cewek selera Ditto seperti selama ini, jadi pasti mereka
akan cocok kalau mereka benar-benar pacaran.
***
Sepulang sekolah tanpa menunggu Ayu keluar dari kelasnya,
Ditto beranjak menuju kelas Milla, kelas 1-4. Ia harus menemui
cewek itu, bertanya apa maksudnya Milla curhat panjang lebar
kepada Ayu.
Ternyata penghuni kelas 1-4 sudah bubar, tersisa beberapa
orang yang sedang melaksanakan piket dan sekelompok cewek
yang sedang duduk di koridor kelas sambil tertawa-tawa. Dan
Milla adalah salah satu di antara mereka.
“Mill, gue perlu ngomong sama lo,” ucap Ditto tanpa
basa-basi kepada Milla yang langsung menoleh saat Ditto ada di
hadapannya.
Cewek itu berdiri, menepuk bagian belakang rojnya guna
menghilangkan debu, lalu mengangguk kelewat antusias.
“Boleh.”
Keduanya berjalan menjauhi kelas 1-4, menuju pinggir
lapangan yang sepi karena pengguna lapangan tersebut—ekskul
futsal—sedang libur latihan hari ini.
Milla tersenyum sendiri saat samar-samar mendengar
ledekan teman-temannya yang masih di posisi semula.
“Ada apa, Kak Ditto?” tanyanya sambil memuntir ujung
rambutnya.
“Lo ngomong apa aja sama Ayu?” tanya Ditto to the point.
“Ngapain sih ngomong segala sama Ayu?”
“Aku nggak ngomong yang macem-macem kok.”
“Terus ngapain curhat ke Ayu segala?”
“Kan Kak Ayu sahabatnya Kak Ditto. Emang salah ya
kalau aku curhat sama dia?”
Ditto berdecak kesal. “Emagn mau lo apa sih?”
“Ya jading sama Kak Ditto”, jawab Milla dengan jujur
walau dengan senyum malu-malu.
Astaga, gumam Ditto dalam hati.
“Ya udah, kita jadian aja.”
“Beneran?”
Ditto mengangguk tanpa kentara. Namun hal itu tak terlalu
memusingkan Milla karena setelahnya Milla langsung melonjak
kegirangan dan berlari ke arah kerumunan teman-temannya.
Baru setelah Ditto berdiri sendiri di pinggir lapangan,
Ditto sadar akan apa yang dilakukannya.
Kenapa ia bisa langsung berkata seperti itu?
**
gimana? Lanjut?Jangan lupa like sama komentar nyaaa

KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN TAPI MENIKAH
RomanceProlog "Gue kira lo nggak balik ke sini," ujar Ayu begitu melihat sosok Ditto. Perhatian Ayu kembali kepada Ditto. Saat kedua mata sahabatnya menatap tetap di manik matanya, Ditto tertegun sesaat. Kemudian, keberanian yang tak pernah terkumpul sela...