Karangan bunga mawar putih Fandu taruh di atas tanah berwarna hijau.
Nisan bernama Annisa bin Darto tertulis di atas sana.
Ibunda yang meninggal 10 tahun yang lalu, membuat Fandu meringis mengingatnya.
Fandu duduk menatap tempat istirahat sang ibunda tercinta "Maafin Fandu ya Bun karna udah lama nggak berkunjung kesini"
Fandu meneteskan air matanya "Fandu.. tidak pernah menyalahkan bunda atas apapun, karna bunda meninggalkan Fandu tanpa memberitahu apa pun"
"Bunda lihat Fandu, Bunda tau kan betapa beratnya hidup yang Fandu jalani sekarang? Tapi Fandu berlagak semua baik-baik saja"
"Ayah yang Fandu panggil sebagai Papa sekarang sudah sangat sibuk dengan bisnisnya, Mama Ana juga masih seperti dulu bun, mama Ana masih tidak menyukai Bang Rio yang tinggal serumah sama Fandu, Fandu cuma bisa berdo'a semoga keluarga ini tetap seperti ini. Karna Fandu nggak mau Bang Rio pergi lagi dari rumah" ucap Fandu dalam isaknya.
Air matanya menetes ke jas hitam yang Fandu kenakan. Fandu pun segera mengusap wajahnya. Kemudian menghela nafas lega.
"Hehe Fandu nggak nangis kok Bun, oh iya bun, nanti Fandu bakal kenalin yah ke Bunda calon pacar Fandu. Hmm Bunda harus do'ain Fandu ya supaya berhasil nembak dia" kekehnya.
Fandu pun berdiri "kalo gitu Fandu pamit pulang ya bun. Assalamu'alaikum"
Fandu melangkah untuk pulang kerumahnya.
Di dalam perjalanan pikiran Fandu mulai kacau, ia malah mengingat Febby yang kemarin sempat tak mau berbicara dengannya. Sampai saat ini pun Fandu merasa sangat bersalah.
Krek! Fandu memarkirkan motor di sebuah minimarket di dekat komplek.
Melangkahkan kakinya menuju pintu yang bertuliskan open.
Fandu mencari minuman bersoda untuk menghilangkan rasa dahaganya.
Tap
Mata Fandu mendapati Febby dengan jaket berwarna baby pink yang sedang bersusah payah meraih deterjen yang emang sedikit lebih tinggi dari tubuhnya.
Fandu terkekeh pelan, ia tidak percaya Febby segitu antusiasnya meraih deterjen itu. Tanpa berfikir panjang kali lebar Fandu pun memilih membantu Febby untuk meraih deterjen itu.
Slep!
Fandu meraih deterjen itu tepat dari belakang Febby "Ini yang lo butuhin?" Tanya Fandu.
Deg
Lagi-lagi Febby terkejut dengan kehadiran Fandu yang selalu datang secara tiba-tiba di dekatnya.
Febby menatap deterjen itu dengan tampang polos "makasih" ucap Febby sekenanya kemudian mengalihkan pandangannya untuk segera melarikan diri dari hadapan Fandu.
"Eh eh tunggu" Fandu menarik topi jaket milik Febby agar Febby tidak kabur lagi.
Febby tertahan karna tarikan itu.
Febby menghela nafasnya "lepasin nggak? Kalo enggak gue bakal--"
"Bakal apa? Bakal jadi pacar gue?" Kekeh Fandu.
Deg
Febby melotot dengan kasar ke arah Fandu.
Dan Fandu balas tersenyum "Becanda ah jangan baper" kekeh Fandu yang ia lanjutkan "Lo masih marah sama gue? Katanya nggak suka sama gue, tapi kok ngindarin gue terus dan marah-marah sama gue" tanyanya.
Febby menelan salivanya "siapa juga yang marah sama lo! Aduh lepasin tangan lo gue mau pulang!" Bentaknya.
Fandu cemberut "nggak suka di bentak sama Febby" logatnya usil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Coklat
Teen FictionGa seromantis itu sayangnya, bagi gue jatuh cinta adalah hal tragis. Bagi diri gue, menyukai seseorang adalah sebatas menyimpannya didalam hati, berharap jika suatu saat nanti seseorang itu mengetahuinya dan berharap ia memiliki perasaan yang sama...